Malam ini Bintang tak jadi pergi, tak mendapat izin sama sekali dari sang bunda. Ayahnya pun melarang keras ia keluar rumah malam ini.
Berdiri di balkon kamar, menatap langit malam yang mendung "di langit mana ada Bintang! Nah Bintangnya ajah lagi ngejogrog disini" Tersenyum dengan kalimat yang beberapa detik lalu meluncur bebas.
Sebotol minuman ringan dan sebatang rokok menemani. Kepulan asap rokok berpadu dengan semilir angin mendatangkan senyuman kegelisahan. "Aduuh gimana gue nemuin bidadari ya" Gumamnya. "Belum tentu juga dia mau sama gue" Nah ini bukan Bintang, kemana rasa percaya diri akutnya itu pergi? Mungkin menguap bersama asap rokok dari mulutnya. Ah!
Meninggalkan balkon dengan menyisakan pintu yang sedikit terbuka, membiarkan angin malam menyaksikan kegelisahannya. "Aaakhhh sial...Habibaaaa" Teriaknya kesal, nafasnya memburu menatap lekat bayang wajah ayu di balik cadar. "Menggoda" desisnya. Nah kan ketutup cadar ajah menggoda gimana ketutup yang lain.. aiisssh.
Angin sampaikan padanya bahwa aku cinta dia, lagu yang cocok kali untuk perasaan Bintang. "Aduuuh kenapa nih langit langit kamar malah muncul Habiba seh. SIAL, kalo ketemu gue c*pok beneran tuh" Mulai frustasi dengan bayangan gadis bercadar di halte bus. "SIAL" umpatnya menendang selimut. Salah apa coba si selimut kena tendang Bintang, gak sekalian ranjangnya di tendang? Huh!
Tuuut tuuutt tuuut
"Halo Bin" Sahut seorang di ujung panggilan.
"Do, bantuin gue! " Todong Bintang tanpa basa basi. " Gambarin nih bidadari yang ganggu penglihatan gue" Imbuhnya ngegas.
"Lah ke dokter mata peak" Ketus Rado
"Buru! Gue kasih ciri cirinya!" Masih ngegas dengan rasa penasaran dan berharap.
"Jangan halu ya Bin... Ntar mikirin 21+ ajah lo yah!" Rado mulai memancing emosi Bintang.
Bintang meminta Rado membuat sketsa wajah Habiba, sungguh habiba mengganggu si babang. Pikirannya terganggu, awas jangan sampai jiwanya terganggu bang.
TRING
Suara pesan masuk dari aplikasi chat hijaunya, dengan tergesa Bintang membuka ponselnya. Pesan Rado yang ia tunggu tunggu akhirnya datang juga. "Ah kampret sih Rado" Kesal Bintang tak mendapatkan gambar yang ia harapkan. "M*nyet".
Hahaha ternyata babang Bintang mendapat gambar penghuni rimba, kan mirip mirip bangsa kita itu. Eitzz.
TRING
Dengan malas Bintang kembali membuka pesan Rado " Yes HAHAHAHA AKHIRNYA" Girang Bintang melompat lompat di kasur empuknya. Aduh! Dah mirip bocil ajah seh babang. Huuh!
Tuuuut
"Halo Bin, apa lagi?" Sungut Rado
"Thanks bro, besok gue traktir cilok" Seloroh Bintang, tak memperdulikan Rado yang cengo dengan traktiran nya.
"Cilok satu gerobak" Ketus Rado
"Lo yang ngabisin sendiri" Melongo gak tuh sih Rado ngabisin cilok segerobak. Lah gimana kalo sama gerobaknya plus abang abang ciloknya. Amazing Amazing Rado.
Tuttt
Dengan tidak sopannya Bintang mematikan sambungan teleponnya, Mungkin Rado sedang koprol di ujung sana saking kesalnya dengan kelakuan gebleg Bintang. Atau mungkin sedang menjambak jambak rambut kucingnya yang sudah melahirkan. Entahlah yang penting dia tersenyum berbunga bunga dengan gambar bidadari nya.
Bintang memandangi galeri teleponya, beruntung melihat wajah yang Habiba sembunyikan di balik cadarnya. "Digambar ajah cantiknya gak ada obat, lah kemarin itu yang asli lebih cantik" Gumamnya memvisualisasikan bidadarinya. "Ah! Pasti lebih cetar saat di pelaminan" Kikik Bintang mencium gambar di ponselnya.
Tapi ngomong ngomong bidadari nya itu bakal di pelaminan sama siapa bang? Ih pede!
**
BRAK BRAK BRAK
Paham dong ini kelakuan siapa? Yang pagi pagi gedor gedor pintu kamar Bintang. Mentari sudah rapi dengan setelan celana jeans yang menggantung diatas mata kaki, kaos oversize hitam, rambut kuncir kuda berponi dan jangan lupakan sneaker biru muda yang melekat pas di kakinya.
"Abang bangun! Anterin aku ke kampus. Disuruh ayah!" Teriak Mentari, sambil terus mengetuk pintu kamar.
CEKLEK
Sontak Mentari menutup hidungnya dengan kedua tangan "abang jorok pake banget seh, nguap gak ditutup. BAUKK!" kesalnya pada kakak satu satunya yang malah mencium pipinya sedikit meninggalkan rasa basah. "Bundaaaa" Berlari menjauh menyusul sang bunda di meja makan.
Kemana ayah Hendra? Jangan tanyakan ayah Hendra, beliau sudah berangkat ke kantornya.
"Aduuuh! Tari jangan berisik" Bunda meletakkan telunjuknya di ujung bibir. "BINTAAAANG, antar Tari ke kampus!" Mentari menutup kedua telinganya. Suara bundanya memekakan telinga.
"Jangan kaya di hutan bunda" Ingat Mentari, dengan kelakuan sang bunda yang suka berteriak-teriak seperti dirinya.
Mana ada ibu seperti anaknya. Mentari, yang ada anak seperti ibunya. Paham dong kelakuan Mentari yang suka teriak nurun dari siapa? Upppss!
"Pagiii everybody" Senyum mengbembang Bintang menyapa kedua wanita yang paling ia sayangi.
Cup
Tak lupa kecupan di pipi sang bunda "pagi bunda sa... "
"Sarapan buruan, anter tuh ke kampus" Potong Bunda Sara, menunjuk Mentari dengan dagunya.
Maksud Bintang itu 'bunda sayang' malah jadi 'sarapan' uh, sudahlah! Dan Ini bunda pagi pagi kenapa kali? Gak dapet jatah mungkin semalam... Pagi pagi sudah naik darah. Lah mending naik level.
**
"Bang, nih motor siapa? Motor abang di jual ya?" Heran Mentari melihat motor matic yang abangnya pakai.
CETEK
Sentilan manjalita mendarat di kening Mentari, "adik gak ada akhlak" Ketus Bintang. "Pakai" Menyodorkan helm ke Mentari. Mentari masih saja mengusap keningnya yang terasa sakit, mencebik kesal.
Fungsi poni ngapain nangkiring di jidat, gak bisa ngalangin serangan Bintang. Lah itukan poni yak, dipikir tameng perang.
"Buru naik!" Titah Bintang. Mentari pun sudah duduk nyaman dalam boncengan sang kakak.
"Abaaang, bawanya jangan ngebut ngebut juga kali. Aku kan belum kawin" Mentari makin memeluk erat Bintang.
Ciiiiit
"Abaaang!" Mentari makin dibuat kesal oleh kelakuan abangnya. gimana gak kesel, sudah cetar cantik malah ciuman sama helm.
"Tuh mulut kalo ngemeng bisa bener gak? Kuliah selesein dulu baru mikirin kawin" Gadis itu langsung menutup mulutnya, tatapan tajam abangnya benar benar membuatnya ngilu. Terlebih bunda tidak ada diantara mereka.
"Maaf bang, salah ngomong" Jujur Mentari, "ayo bang jalan" Mengusap lengan Bintang berharap abangnya melupakan ucapannya.
Mentari nih jago bunda, beraninya kalo ada bunda nya doang. Duh duh duh...
Lima belas menit kemudian mereka sampai di kampus Mentari. Mentari tersenyum manis mencoba menghilangkan kekesalan sang kakak.
"Gak perlu senyum senyum" Ketus Bintang menampilkan wajah datar tak bersahabat. Eh bersaudara.
"Makasih ya bang" Ujar Mentari, hendak membalikkan badannya.
Cup
Sebuah ciuman permintaan maaf sebelum benar benar membalikkan badan dan melangkah masuk ke dalam kampus. "Maaf yah bang" Ujarnya lirih "bye baaang muach" Benar benar kabur dari tatapan abangnya, melambai tangan memberi ciuman jarak jauh.
Buset tuh sii Mentari kagak mikir apa? Di tempat umum main nyosor nyosor ajah persis kaya bebek di comberan. Eitz daah! Apa kata cacing cacing disana coba.
Sepasang mata di balik kerumunan para mahasiswi menyaksikan jelas keadaan s*sor menyosor, lebih tepatnya s*sor di s*sor antara abang dan adek. Mata yang melihat tanpa telinga yang mendengar akan terasa ambigu dengan perasaan tercubit menggelitik.
Bintang masih berdiri angkuh bersandar pada motor matic pinjamannya, 'hadeuh dah gede main cium cium di tempat umum. Sengaja emang biar gak ada mahasiswi yang klepek klepek' begitulah kira kira isi otak kepedean tingkat nasional Bintang. Kronis dan tak ada obat.
"Bang Bintaaang" Sosok gadis mungil berdiri di depannya dengan senyum terukir sempurna. "Bang Bin itu loh ganteng bener tak ada lawaaan" Imbuhnya membuat Bintang jengah.
"Gak Mentari gak lo, sukanya bikin abang naik ke puncak" Ujar Bintang memasang wajah geram.
"Puncak kenikmatan bang? Hahaha" Celetuk gadis seumuran adiknya, Mentari.
PLETAK
Sebuah gantungan kunci motor mendarat manis sempurna di kening gadis itu "Bang Biiin sakiiitt tauk!" rengeknya mengusap kening yang memerah.
"Hadeuh Shanum mulut lo sama Mentari di sekolahin dulu dah, balik ke TK" Gadis bernama Shanum itu cengengesan. "Sana masuk abang mau balik" Mengusir Shanum adalah jalan terbaik.
"Bang di suruh ke rumah sama papa" Ujar Shanum masih dengan senyumannya. "Di suruh lamar Shanum katanya bang" Imbuhnya sukses membuat Bintang menahan amarah. "Daaah ABAAANG" Shanum memilih mundur alon alon kemudian berlari kencang sebelum wajah Bintang yang merah padam berubah biru keunguan. Ah! Kan gak lucu ya. Ini kan Bintang bukan dewa Krisna.
Dan jangan lupakan sepasang mata yang masih setia melirik memperhatikan interaksi Bintang bersama dua gadis berbeda secara bergantian di depan kampus.
Ngomong ngomong ini sepasang mata siapa? Mata manusia, mata kucing atau mata.. Makhluk goib?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
💦tiatiandra💦
Alhamdulillah sejauh ini masih bagus..
2024-01-12
0
abdan syakura
Wa'alaikumussalam Author Habintang....
Semangat sll ya,Kak!!
2023-01-26
1