Memenuhi Jalan Takdir Bintang
Terik matahari siang ini sungguh menjengkelkan, sebuah motor berhenti di tepi jalan raya.
"Sial" Umpat lelaki muda dari helm full face nya, ban belakang bocor dan gasnya pun enggan ditarik sekedar melaju pelan. "Aarrrrgggghhh" Kesalnya, menendang ban yang tak berdosa.
Dengan nafas memburu mendorong motor gedenya yang cukup berat, "huuuuhhh bengkel koq tiba tiba menjauh. Mana temen temen kampret gue gak ada yang bisa di telepon. Mendadak budek" Masih setia mengumpat. "Brengs*ek" Tak perduli orang orang yang berlalu lalang. Mereka hanya melihat kemalangan tanpa berniat menolong. Dorong dorong dikit ngapa.
Bruuum BRUUUMMM TIIIN
"Kanlpot lo baru hah? BERISIK" Sungut pemuda itu.
Sebuah motor besar menghampiri nya, "eh bro Bin ngapain pakai di dorong segala tuh motor, luntur loh ganteng lo" Ucap seorang pemuda yang duduk nyaman di boncengan.
"Turun lo, dorongin motor gue. Gue telat" Menarik jaket pemuda bertubuh tinggi agar turun.
Eleh turun motor kan yaaak bukan turun ranjang, e la dalah.
"Eh eh eh kalem bro, gue ma Ardi mau bantuin lo koq" Ujar pemuda yang masih nyaman dengan stang motor.
"Iya nih si Bintang bener bener lo ya, gue sumpahin jatuh cinta sama ukhti ukhti" Ardi kini menimpali Rado. "Luntur dah ganteng lo, mana keringetan muka di tekuk kaya tiker pengajian" Cerocos Ardi kesal.
"Nih dorongin, gue naik bus ajah. Rado temenin Ardi, ntar motor gue dirongsok tuker kerupuk" Bintang malah pergi meninggalkan motornya bersama kedua sahabatnya.
"Teman lucknut lo Bintaaaaang" Ardi makin geram, Bintang malah lari melambaikan tangannya.
"Gue telepon Brian, suruh anter mobil pick up. Nanti tagihan kita lempar ke kampret Bintang" Saran Rado, mereka bertos ria tertawa terbahak di pinggir jalan.
Aduuuh babang babang ganteng ini kaya apa kali ketawa di pinggir jalan. MERESAHKAN!
Bintang berlari masuk ke halte, "aduuuh nih jembatan penyeberangan panjang bener dah, siapa yang bikin sih? Bikin..." Masih setia ngedumel mirip emak emak yang pusing karena bahan pokok naik. Ini mah Othor yah bang Bintang.
BRAAAAK
Bintang terkejut, entah apa di depan sana. Kecelakaan pesawat kah? Eh tapi pesawat jauh di sana. Berhenti sejenak di pinggir pagar jembatan, menikmati angin bercampur debu jalanan. Uh sangat tak indah.
Seorang gadis tengah berjongkok menepi, bahkan mepet pagar jembatan. Entah mengapa Bintang mendekat turut jongkok memunguti buku gadis itu. "Astaga bidadari" Gumam Bintang, matanya masih saja memandang lekat wajah gadis itu.
"Astaghfirullah" Ucap gadis itu gugup, sepersekian detik ia pun menatap wajah Bintang yang sedikit lusuh. Lusuh lah kan abis dorong motor, lah kalo dorong...
Meraba wajahnya mencari sesuatu disana "Astaghfirullah" Lirihnya. Segera memalingkan wajah dari laki laki dihadapannya. Mengikat tali cadar yang entah sejak kapan terlepas, "Alhamdulillah". Menundukkan wajahnya " Terimakasih sudah bantu ambil bukunya".
Bintang turut berdiri dengan tatapan mengunci pada gadis bercadar itu. "Iya nih si Bintang bener bener lo ya, gue sumpahin jatuh cinta sama ukhti ukhti" Ucapan Ardi beberapa menit lalu kembali berputar di kepalanya.
"Bidadari" Lirih Bintang, gadis itu mendengar jelas dengan kepala yang masih menunduk. Gadis itu sedang menunggu antrian bis, sama seperti Bintang.
"Gue Bintang" Ia menyodorkan tangannya ke arah gadis itu dengan percaya diri. Matanya membelalak kala gadis itu hanya mengatupkan kedua tangan di depan dada, "maaf" Kini Bintang menarik lagi tangan nya. Malu? sudah pasti. Bukan Bintang namanya kalau tak punya stok percaya diri.
"Eh emm ngapain bidadari di halte bus? Apa nunggu Jaka Tarub?" Pertanyaan absurd dari mana sampai Bintang berani menanyakannya. Ah Bintang lo pikir ini jaman legenda, gak sekalian aja bis nya lo tendang, jadilah tangkupan bis. Ngacoo.. Begitulah kira kira isi kepala Bintang.
Bintang tampaknyan tak paham situasi, ia tetap mengunci pandangan pada gadis bercadar itu. Bidadari, tak perlulah tahu namanya, wajahnya yang tertutup cadar cukup mewakili keindahan sang Bidadari.
"Senyumnya gak usah di tahan" Celetuk Bintang sukses membuat si Bidadari kembali gugup. "Dari mata lo gue bisa lihat senyum lo, Bidadari" Tak tahukah Bintang Bidadari nya lagi dag dig dug . "So, siapa nama lo" Tanya nya lagi. Cukup penasaran rupanya si babang.
"Habiba" Lirihnya,
"Habintang?" Ujar Bintang dengan pede tingkat nasional. "Hehehe Kidding" imbuhnya gemas sendiri.
"Mau kemana Habintang?" Tanya nya lagi.
"Permisi. Assalamu'alaikum" Ucap lembut gadis bernama Habiba memasuki Bis yang sudah datang.
"Ya elah gue di kacangin" Bukannya jawab salam Bintang beringsut, turut mengekor Habiba.
KRIIING KRIIING
Suara ponselnya yang tak bisa diajak kompromi, "ah siapa kali ganggu Jaka Tarub ajah" Gerutunya. "Hallo" Ketus Bintang saat panggilan terhubung.
"Bintang dimana lo?" Tanya seorang yang terdengar kesal di ujung telepon.
"Lagi ngejar Bidadari gue. Suara telepon lo ganggu ajah. KAMPRET" Jujur Bintang. Tapi apakah yang di ujung sana percaya?
"Buahahahaha" Terdengar menjengkelkan.
Tuuuuuut...
**
BRAAAAK
Suara pintu terbuka paksa. "Bintang sehat lo?" Dengus seorang pemuda kesal.
"Aarrrrgggghhh" Mengacak acak rambut yang acak acakan, frustasi.
"Kenapa lo lecek amat? Muka apa kertas origami?" Celetuk pemuda satunya yang bernama Brian.
"Gue lagi ngejar Bidadari. Tapi gara gara telepon lo, ngilang deh tuh aakkkkh" Wajahnya tampak bersungut sungut. "Hari apa nih? Koq gue sial amat?" Kesalnya lagi.
"Lo gak ngitung pasaran lo kalo keluar rumah. Hahahah" Kini Ardi yang menyambar. "Itu kata nenek gue" Imbuh Ardi, nampaknya ia salah momen menertawai Bintang. atuuuuttt di caplok babang Bintang.
"Motor gue gimana?" Bintang menatap Ardi, layaknya singa lapar.
"Eh tuh mata biasa, copot ajah" Ardi tak kalah sengit.
"Motor dah ada di bengkel gue. Sans!" Bukan Ardi, tapi Brian yang memyambar. Brian melemapar sebuah kunci motor tepat di hadapan Bintang. "Pake motor adek gue dulu. Matic tapi" Imbuhnya.
"Ayo buru latihan! " Ujar Rado yang baru masuk studio. Roman romannya Rado ketinggalan di toilet. Eh!.
"Bad mood gue, kebayang wajah tuh cewek mulu" Bintang menenggelamkan wajahnya diatas meja. "Eh ini gara gara sumpah lo ya KAMPRET" Dengus Bintang ke arah Ardi. "Bidadarinya pake cadar, baju kelelawar" Lanjutnya dengan mata menerawang ke langit langit.
Ealaaaah dikira langit langit nya punya mata batin kali. Adanya lampu bohlam remang remang.
"Buahahahah" Koor mereka serempak, termasuk Rado yang tak terlalu paham. Sing penting ngguyu gaesss.
"Itu gamis Bin. Yakin lo ngejar tuh cewek, punya bekel ilmu lo?" Kini giliran Reno yang bersuara. Memicingkan matanya menatap sendu wajah Bintang.
"Lah kan gue sarjana Ren, masa ilmunya kurang? Mau nyanyi ayok, mau ngacak ngacak motor ayok" Jelas Bintang dengan tingkat kepedean sekala nasional yang mendarah daging.
Reno menggeleng "cih", mendengus kesal. " Lo sarjana Bisnis, lah kalo cewek geto ya minimal ustadz Bin. Sarjana koq b*go" Reno berdiri, melempar bantal kursi yang entah kapan masuk ke studio.
Di kasih bantal, biar kalo nyanyi ngantuk punya sandaran bang. Azeeek azeeek...
Mereka semua diam, melihat wajah sendu Bintang. Hanya saling melirik, geleng geleng tak paham.
"Idiiih geli gue Bin, sekalinya jatuh cinta mlehoy gini" Celetuk Ardi, auto kepalanya bergetar kena keplak Brian. "Apaaan seh lo?" Sungut Ardi pada Brian. Brian hanya menunjuk Bintang dengan ekor matanya. Kesal juga dengan kelakuan Ardi.
"Ya elah tinggal lo temuin dia lagi, di tempat tadi lo ketemu. Sarjana koq b*go" Celetuk Ardi. Bintang menatap Ardi dengan tatapan yang hanya Bintang dan Allah yang tahu.
Cup
"Najis Bintang, lo ya" Ardi mengusap kening nya yang mendapat kecupan mesra Bintang.
"Latihan latihan ayo semangat" Seru Bintang dengan senyum mengembang. "Nanananana" Senandung sang vokalis.
Akhirnya mereka latihan dengan lancar, aman terkendali. Meski harus nambah durasi latihan karena sang vokalis patah hati sebelum jatuh cinta.
"Tunggu gue Bidadari"...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
abdan syakura
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
Salken, kak..
Aq mampir nih...
Semangat, Kak!!💪😊
2023-01-26
0