kartu as

Di meja makan, sudah duduk rapih, mertua serta anak-anaknya. Menunggu kehadiran Stefan untuk sarapan pagi itu.

Walaupun sebenarnya, kedua anak kembarnya itu enggan menunggu papa mereka. Namun, Catylin memperingati, apapun yang terjadi mereka tetap harus makan bersama serta menghormati papa mereka.

Alhasil, kedua anak kembar itu menuruti perintah mamanya. Menunggu kedatangan papa mereka dengan sabar, lalu makan di meja makan yang sama.

"Makan, makan," titah Stefan mempersilahkan pada mertua dan anak-anaknya.

Dengan sikap dingin Catylin, ia tetap menyendoki nasi ke dalam piring Stefan. Menuangkan air minum, mengambilkan segala kebutuhan pria itu. Wajahnya yang datar justru membuat Stefan kecewa.

Meski ia dilayani oleh istrinya sendiri tetapi rasa kecewa itu tetap ada. Sebab, Catylin hanya menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Tidak lebih dari itu.

Dewi dan Dewa sudah sibuk menyantap sarapan mereka. Satu piring nasi dengan ayam goreng serta sayur sop masakan eyang mereka. Dengan lahap, kedua anak kembar itu menghabiskan makanannya.

Sementara, Stefy juga sangat mandiri, di baby chair ia makan dengan lahap. Dengan menu yang sama, menu keluarga mereka.

"Nyam nyam ... Ayam goyengnya enyak," komentar Stefy, mencoba mengangkat satu jempol tetapi malah jari jempol dan telunjuk yang berdiri.

"Makan yang banyak, ya! Cucu eyang," ucap Retno sembari membuat lengkungan lebar di sudut bibir.

"Nak, kamu juga makan biar ada tenagamu," lanjut Retno lagi, saat melihat wajah lesu Catylin.

Retno menerka-nerka, kalau putrinya itu sedang tidak nafsu makan lantaran kejadian tak terduga yang menghantam dirinya.

"Iya, mama." Catylin mengambil satu sendok nasi serta lauk yang tersaji di meja makan.

Stefan pun dengan lahap memakan semua masakan mertuanya. Tanpa rasa malu dan sungkan pada ibu mertuanya itu. Padahal, Retno sendiri sudah mengetahui konflik di rumah tangga putrinya.

Tok ... Tok ...

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan orang-orang yang sedang asik menyantap sarapan.

"Biar mama saja yang bukain, habiskan saja makananmu." Retno tertatih menuju pintu utama. Sebelumya, ia mencuci tangan kanan yang kotor karena sarapan.

Ternyata, wajah yang tak asing di hadapan Retno. Pria tua yang tak lain adalah suaminya—Bambang Lee. "Bapak dari mana saja toh? Kok lama datangnya? Aku capek ngurus cucu-cucumu," keluh Retno sebelum mempersilahkan suaminya masuk ke dalam rumah.

"Sabar toh bu, bapak masih ada kerjaan tadi," hardik Bambang.

"Kerjaan ngobrol sama sepuh-sepuh di komplek perumahan?" racau Retno.

"Hehe, yaiyalah bu! Sama siapa lagi toh?" Bambang berlalu, sontak ia terkejut saat melihat putri dan menantunya sedang asik menyantap sarapan.

"Loh ... loh, kenapa kalian berdua di sini?" berang Bambang, tak suka melihat keberadaan Stefan bersama putri semata wayangnya.

"Nanti aku ceritakan, pak. Sini makan dulu," sahut Catylin Lee.

Catylin menarik kursi kosong yang ada di sebelah agar pria renta itu duduk di sebelahnya. Jika bersebelahan dengan Stefan, keduanya bisa saling baku hantam. Sebab, Bambang sangat tak menyukai sikap Stefan yang begitu buruk apalagi tertangkap basah oleh mertuanya sendiri.

"Tenang, pak! Nanti semuanya aku ceritakan," papar Catylin, menenangkan pria renta itu.

Bambang pun mengangguk, di usia senjanya, ia ingin melihat putrinya bahagia. Sangat tak pantas bersanding dengan pria seperti Stefan.

Bambang dan Retno bahkan setiap hari datang ke kediaman anak mereka, sebab jarak rumah mereka hanya 1 meter saja.

Terlebih, saat kekacauan terjadi dalam dua bulan terakhir. Selama 10 tahun, Catylin menyembunyikan aib suaminya dengan rapat. Hingga akhirnya, yang menangkap basah Stefan dengan selingkuhan terakhirnya adalah Bambang.

Pilu, satu kata yang mengisyaratkan hati Bambang. Dengan susah payah ia mendidik dan membesarkan putrinya dengan penuh kasih sayang, dibalas dengan keji oleh Stefan yang berani berselingkuh di dalam rumahnya sendiri.

Flashback On!

Dua bulan yang lalu, Bambang hendak mengantarkan masakan istrinya ke kediaman putri semata wayangnya. Ia tahu, kalau putrinya sedang mengantarkan anak-anaknya untuk berangkat ke sekolah.

Bahkan, si bungsu—Stefy juga dibawa oleh Catylin saat mengantarkan anak kembarnya. Sebelum berangkat ke sekolah, Catylin mampir ke rumah orangtuanya dan berpesan minta diantarkan masakan ibunya.

Hal tak terduga pun terjadi. Stefan memang belum berangkat kerja, ia tahu kebiasaan istrinya, sehingga setelah istrinya berangkat, ia meminta agar selingkuhannya datang ke rumah.

Pagi itu, tepatnya pukul 9 pagi, Stefan bersama selingkuhan terakhirnya, Mayra sedang asik berhubungan intim di kamar utama milik Catylin dan Stefan.

Bambang yang memasuki rumah itu justru tak terdengar oleh Stefan. Menantunya itu asik saja saling bercumbu tanpa mengenakan apapun, dengan pintu kamar yang terbuka lebar.

Mertuanya melenggang seperti biasa, membawa rantang yang ditenteng pada satu tangan. Saat hendak membuka pintu, ternyata kunci yang ia bawa tak berguna.

"Mungkin menantuku masih di rumah," gumam pria tua itu.

Ia berjalan gontai menyusuri ruangan. Sampai matanya terbelalak melihat pemandangan senonoh pagi itu. Tak lupa, Bambang yang cerdik mengabadikan momen hubungan intim Stefan dengan Mayra. Itulah yang menjadi bukti terkuat yang diajukan dalam persidangan perceraian Catylin dan Stefan.

Setelah ia menyimpan bukti di dalam ponsel, Bambang melangkah gontai ke meja makan, sebelum memergoki pasangan mesum itu. Ia letakkan rantang di atas meja, dengan tenang berjalan ke ambang batas pintu kamar utama.

Dengan tangan yang bertolak pinggang, Bambang meneriaki pasangan mesum yang tak lain adalah menantunya sendiri.

"Stefan! Dasar laki-laki bejad! Kurang ajar kamu. Bisa-bisanya kamu melakukan hal itu di kamar istrimu sendiri."

Stefan langsung menghentikan aksinya. Mayra langsung menarik selimut yang ada di atas ranjang. Menutupi tubuh nakednya dari pandangan pria tua itu. Sementara, Stefan seperti pria tak waras, ia malah tersenyum sinis melihat pria tua yang tengah memergokinya.

"Dasar, pria tua! Cih," decak Stefan memaki mertuanya.

"Apa kau bilang? Pergi kamu dari rumah ini." Bambang melempari benda yang tak jauh dari pandangannya ke arah Stefan.

Akhirnya, Stefan memekik kesakitan saat satu pajangan pot bunga mengenai dahinya.

"Kau yang harusnya pergi dari rumah ini, pria tua! Ganggu kesenangan orang saja," racau Stefan tanpa memperdulikan mertuanya.

"Sudah kepalang basah, lebih baik aku yang memarahinya," batin Stefan dengan percaya diri.

Stefan yakin, pria yang dianggapnya tua bangka itu tak berani membeberkan perilakunya pada sang istri. Sebab, ia tahu kalau Bambang sangat menyayangi Catylin.

Jika, Bambang berani mengungkapkan hal itu, sama saja akan menghancurkan hidup putri semata wayangnya.

Bambang pun memilih pergi, meninggalkan Stefan yang mencoba memunguti baju yang berserak di atas lantai. Ia menyodorkan baju Mayra yang ada di genggaman.

Kemudian, memakai bajunya sendiri dengan buru-buru. Rasa takut itu memang ada tapi ia tetap angkuh dan percaya kalau Bambang tak akan berani membuka kartu as mengenai perselingkuhannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!