Sebuah Permintaan

Dewa tak menyahut lagi, dia pergi ke kamarnya untuk istirahat sebentar. Dan memang hanya sebentar karena satu jam berikutnya Dewa sudah berdiri di depan rumah Mayra dengan dandanan ala bikers. Jaket hitam menutupi seragam klub motornya yang juga berwarna hitam.

Wajah innocent sedikit tertutupi dengan topi yang dipakai terbalik dan anting sebelah yang cukup nyentrik bertengger di telinganya. Ya, Dewa sedang mencoba hal baru dalam hidupnya, mendengarkan saran teman-teman nongkrongnya agar muka tanpa dosanya tersamarkan.

Dewa cukup jangkung dan berat tubuhnya proporsional, dia juga tidak sedikit menarik perhatian perempuan. Memang tidak atletis seperti Elang karena Dewa hanya membentuk tubuh di pusat kebugaran, itu pun baru setahun terakhir aktif dilakukan. Meski begitu, dada bidangnya mulai terlihat, diikuti dengan perut rata yang lumayan seksi.

Mayra menaikkan sebelah alisnya melihat penampilan Dewa yang berubah drastis. Belum lama ini kakaknya yang biasanya serampangan mendadak tampil bak model majalah dewasa dan menonjolkan semua kelebihan fisiknya. Sekarang, Dewa yang biasa tampil manis dan terkesan polos berlagak seperti bad boy baru keluar kandang. Satu kata untuk Dewa. Keren!

"Udah siap, Mbak?" tanya Dewa cengengesan. Sikapnya pada Mayra tidak mengikuti gayanya, masih sopan dan menghormati wanita yang dianugerahi paras ayu namun selalu tampak lesu karena kesepian.

"Aneh nggak sih aku pakai begini? Kok kayaknya nggak matching banget sama kamu!" Mayra hanya memakai setelan santai dipadu jaket merah marun. Tampak girly sekali. Tidak ada sedikitpun menunjukkan kalau gadis itu berminat dengan club bikers, semua yang melekat pada tubuh Mayra tidak ada yang berbau anak motor. Atau mungkin karena baru pertama? Belum tau tampilan anak bikers cewek seperti apa?

Sepertinya Dewa punya tugas lain selain menjaga Mayra. Membuat Mayra mengikuti gayanya … biar serasi, eh!

Dewa sedikit menyipit, mengamati untuk menghormati permintaan penilaian Mayra. "Cantik seperti biasanya!"

Mayra memerah, cara Dewa melihat dan mengutarakan kalimat pujian tidak disertai ekspresi sedang menggombal. Alami dan terdengar tulus. "Ya udah ayo berangkat, nggak ada orang di rumah jadi nggak usah pamit, semua pergi acara ke luar kota!"

Ini bukan yang pertama kali Mayra keluar malam mingguan dengan Dewa, dua minggu lalu mereka juga menghabiskan waktu bersama, makan, jalan-jalan juga sempat bergandengan tangan. Ah, andai saja yang menggenggam tangannya erat waktu itu adalah Elang!

Mayra kikuk karena belum pernah keluar naik motor dengan Dewa, terlebih motor yang dipakai Dewa mengharuskan tubuhnya membungkuk dan mungkin memeluk pengemudinya jika ingin nyaman saat berboncengan.

Menyadari Mayra duduk ragu-ragu di belakangnya, Dewa menegakkan badan dan berbicara lembut. "Pegangan, Mbak! Kalau kamu jatuh aku pasti bukan cuma babak belur dihajar mas Elang! Bisa-bisa aku dilempar dari atas papan panjat setinggi 20 meter!"

"Lebih dari babak belur? Mati dong!" timpal Mayra sambil tertawa kaku.

Begitu sayangkah Elang padanya sampai Dewa harus menjaganya sedemikian rupa? Tetap saja sulit bagi Mayra untuk percaya setelah sekian lama berteman dengan kakak Dewa. Mayra meralat pemikirannya, Elang sayang padanya itu benar, tapi tanpa unsur cinta sedikitpun di dalamnya.

Mayra mengeratkan pegangan pada jaket Dewa, sangat canggung. Masih belum berani memeluk apalagi menempelkan tubuhnya untuk menyandari punggung Dewa yang ternyata lebar. Parfum Dewa yang tercium samar cukup menyenangkan hidungnya, sedikit menenangkan pergolakan batin di dada Mayra.

Setelah motor berjalan lima menit, Mayra lebih rileks karena menemukan posisi nyaman. Tidak terlalu lekat, tapi juga tidak bisa dibilang jauh dari punggung Dewa. Kedua tangannya yang berada di pinggang Dewa mulai berpegang lebih erat dan luwes.

Sekali lagi, mungkin seribu kali tak pernah cukup … Mayra masih berharap bahwa pemuda yang ada di depannya adalah Elang, kakak Dewa. Pemuda yang dicintainya dari sejak SMA, tepatnya sejak tujuh tahun lalu.

"Loh kok kesini?" Mayra memutar pandangan begitu Dewa berhenti di parkiran pusat perbelanjaan.

"Kopdarnya nanti jam sembilan, kita nonton dulu! Kata mas Elang, mbak Mayra lagi pingin ditemenin nonton film horor," jawab Dewa santai. "Ayo turun!"

Astaga, haruskah Elang mengatur kemana Dewa harus membawanya?

"Ya ampun, Wa! Aku ngajak Elang karena iseng aja, aku nggak serius kemarin itu." Mayra membiarkan Dewa membantu melepas helm yang dikenakannya.

"Aku udah terlanjur pesen tiket, Mbak!" Dewa menggandeng tangan Mayra dan manariknya masuk ke dalam lift, setelah itu buru-buru dilepaskan karena merasa sungkan. "Maaf!"

Mayra menatap tangannya lalu tersenyum manis, "Enggak apa-apa kali, Wa! Jalanku emang kayak keong, mungkin itu juga yang bikin Elang nggak bisa suka sama aku!"

Dengan lima jarinya, Mayra menyisir rambut yang berantakan karena helm.

"Kok ngomongnya gitu sih, Mbak?"

"Ya faktanya memang begitu, kan? Aku bukan tipenya, aku lihat dia lebih suka cewek-cewek yang … sudahlah nggak usah dibahas," ujar Mayra sambil mengibaskan tangan di depan muka.

Dewa merasa iba mendengar keluhan gadis ayu di sampingnya, "Mbak Mayra nggak pingin cari cowok lain? Mas Elang sekarang udah sama bu dosennya terus …."

Mayra menoleh menatap lurus mata Dewa yang juga sedang memperhatikan ekspresinya, "Gimana caranya biar Elang melihatku seperti dia melihat Bu Nindya, Wa? Apa yang harus aku pelajari? Apa yang harus berubah dari seorang Mayra? Katakan, tunjukkan, ajari aku agar layak untuk kakakmu!"

"Mbak, bukan begitu, maksudku …."

"Biarkan aku yang memutuskan langkahku, kamu cukup mendukung aja! Gimana caranya agar aku nggak kelihatan bodoh, nggak cupu kayak orang nggak tau apa-apa? Elang suka cewek berpengalaman pastinya!"

Dewa menggeleng ringan, "Waduh … aku nggak paham soal itu, Mbak!"

"Gini deh, aku berencana mengungkapkan seluruh perasaanku pada kakakmu, di hari ulang tahunnya biar pas momennya. Kayaknya juga harus dengan cara yang nggak biasa. Gimana kamu setuju nggak, Wa?" tanya Mayra ragu.

"Iya setuju, aku dukung! Semangat!" Dewa mengepalkan satu tangan di depan dada sambil cengar-cengir.

"Ya udah ajarin juga aku caranya!"

Dewa mengernyit, "Maksudnya ajarin yang gimana tuh?"

"Wa, Elang nggak mau sama aku mungkin karena aku ini bukan tipe cewek yang menyenangkan. Mungkin aku malah jenis paling membosankan di dunia," keluh Mayra dengan nada sendu. "Kamu dukung rencanaku ya, please!"

"Kalau mendukung itu pasti, Mbak! Nonton begini juga bentuk dukungan. Tapi kalau mengajar, aku bukan orang yang punya banyak pengalaman sama cewek! Apa yang bisa aku ajarkan? Aku mana tau apa yang disukai mas Elang saat bersama perempuan?" Dewa menatap tak paham dengan maksud Mayra.

"Ajari dulu aku caranya berciuman, aku nggak ngerti sama sekali soal itu! Elang pasti nggak suka sama cewek bego and nggak gaul kayak aku!" kata Mayra tegas, wajahnya spontan menyala merah. "Aku mau … eeew cium spesial dia di hari ulang tahunnya!"

Mayra spontan melihat ke arah lain. Pipinya panas karena ungkapan yang menurutnya paling jujur. Malu, di usianya yang hampir 23 tahun belum pernah sekalipun merasakan sentuhan manis di bibir dari makhluk berjenis laki-laki.

Dewa melongo. Apa-apaan ini, heh?

***

Terpopuler

Comments

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

sikaaatttt, Wa!!! ga usah mikir lama, gassss!!! 😎😎

2022-12-21

22

maya ummu ihsan

maya ummu ihsan

omo omo omo

2023-11-13

1

ʝ⃟⃝5ℓ 𝐋α 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

ʝ⃟⃝5ℓ 𝐋α 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

hayuk may kmu sma ku sma kok

2023-03-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!