‘‘Memangnya menurutmu, kita bukan siapa-siapa setelah pernikahan yang terjadi. Kamu melakukannya dengan kesadaran. Dan sudah seharusnya kita sebagai sepasang suami istri tinggal serumah,’’ jelas Jose pada Inda.
Inda menunduk, dia meremas gaunnya sendiri. Inda kira, pernikahan yang dihadapinya bukan seperti pernikahan pada umumnya. Tidak tinggal serumah. Namun ia salah, sebelum mengenal lebih jauh, Jose sudah melempar surat perjanjian elektronik padanya. Banyak hal mencekik yang tercantum di sana. Termasuk ‘Pihak kedua harus melayani pihak pertama dalam hal apapun’. Kalau melanggar, pihak pertama berhak menghukum pihak kedua di ranjang dan tidak akan membiarkan pihak kedua makan seharian.
‘‘Ini namanya penyiksaan batin!’’ gumam Inda kesal.
‘‘Sudah membaca semuanya, nona Lista?’’ tanya Jose dengan suara datarnya.
Inda tidak menjawab, ‘Memang kalau aku tawar-menawar denganmu, kamu akan turuti?’ gerutu Inda kesal.
‘‘Dalam pasal ke dua puluh tiga, ada tercantum, jika pihak pertama bertanya, maka pihak kedua harus menjawab. Begitupun sebaliknya.’’
Inda menggeleng pelan. ‘Aneh,’ ucapnya dalam hati. ‘Jelas-jelas kamu sudah melanggar peraturan buatanmu sendiri!’ gerutu Inda lagi.
’’Lista De Hendra!’’ tegas Jose menaikkan nada suaranya. ‘‘Aku menawarkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak dan semua kulakukan karena menghormatimu. Tapi sikapmu sungguh menggangguku. Taruh di sini tablet itu. Sekarang, kamu akan hidup berdasarkan izinku saja!’’
Mata Inda melotot. ‘‘Ini penyiksaan namanya!’’ bantah Inda kesal.
Jose melihat perempuan di sampingnya. Dia berdecih seraya berkata, ‘‘Aku bukan pria yang tidak memiliki kesibukan pribadi. Menghadiri acara pernikahan lima jam ini saja sudah membuatku kehilangan dua kerjasama yang bernilai ratusan jutaan dollar. Sekarang aku ingin kamu membayar semua kerugian yang disebabkan olehmu dan keluarga miskin kalian itu!’’
Inda menggeleng. Dia semakin tidak mengerti apapun yang didengarnya. Ingatannya seolah buntu. Setelah keluar dari rumah keluarga angkatnya untuk balas budi, ia dihadapkan pada sebuah kenyataan kalau dia harus membayar kerugian yang disebabkan pernikahan yang terjadi lima jam ini.
‘‘Memang siapa yang menyuruhmu menikah?’’ suara serak Inda yang menahan tangis karena mendengar ratusan jutaan dollar yang hilang karena pernikahan ini.
Jose lagi-lagi melirik Inda. Dia mendengus. ‘‘Tidak ada yang memaksa, hanya main-main saja.’’
Inda semakin tidak percaya dengan lontaran kalimat Jose padanya. ‘Orang kaya punya kebiasaan aneh ya …’ pikir gadis malang yang mulai berpikir kalau kehadirannya sebagai pengantin pengganti adalah untuk menghindar dari pria kaya, kejam dan tidak berperasaan seperti Jose.
Mungkin nyonya Marien tidak ingin putrinya tersiksa karena menikahi pria seperti Jose Friden ini. Tapi kenapa harus menjerumuskannya sebagai tumbal? Hati Inda miris setelah berpikir tentang alasannya berada dalam posisi sekarang ini. Inda menarik nafas sedalam–dalamnya, dan mengeluarkannya dengan perlahan karena menangis.
Jose melirik perempuan bernama Lista yang dikenalnya selalu berusaha menarik perhatiannya. Tapi sekarang, Jose merasa gadis ini, bukan Lista yang asli. Perempuan jahat yang menjadi alasannya menikah meski ia berencana melajang seumur hidup walau tetap memakai perempuan pemuas nafsu kelas atas untuk memenuhi hasrat kelelakiannya. Jose tetap diam selama perjalanan dan membiarkan Inda menangis sampai tersedak–sedak. Meski Jose tidak suka melihat perempuan menangis karena tangis membuat seseorang lemah menurut kaca pemikirannya. Tapi untuk Inda, Jose merasa gadis di sampingnya memiliki bagian konsekuen.
Mobil sampai di sebuah rumah besar berlantai dua yang adalah villa milik Jose. Ia berencana meletakkan Lista alias Inda di rumah ini, supaya Inda tidak bisa melarikan diri.
‘‘Kita sudah sampai, keluarlah.’’
Inda menatap tubuh Jose dengan mata merah karena tangis tadi. Jose sudah keluar dan mengajak Inda saat akan menutup pintu. Sekretaris Ben juga sudah keluar, tapi Ben membuka pintu untuk istri tuannya itu.
‘‘Jangan menangis seperti tadi, nona Lista. Apa anda tau, tuan Ben tidak suka melihat seorang pun menangis. Jangan mengulanginya lagi ya.’’
Inda tidak bisa berkata–kata. Karena dia tau kalau dia bicara, rasanya air matanya akan tumpah lagi.
‘‘Apa kalian akan di sana terus? Masuk sebelum pintunya kututup!’’ teriak Jose yang entah sejak kapan sudah di depan pintu villa pribadinya itu.
Inda menenteng sepatu putih yang dipakainya itu hingga kini kakinya tidak beralas. Inda berjalan setengah berlari ke arah pintu villa. Sedang Ben perlu menutup mobil dan berjalan jauh di belakang Inda.
Saat Inda sampai, Jose sudah tidak ada di depan pintu. Entah kemana pria itu, Inda tidak tahu. Inda melihat rumah besar yang ukurannya memang setengah lebih kecil dari rumah keluarga Dehendra yang menampung tiga keluarga. Inda takjub melihat keadaan rumah yang mungkin terbuat dari kayu mahoni ini. Suasana cokelat yang cocok dengan pemandangan rumah yang dikelilingi banyak pohon, bahkan hampir semua perabotannya berwarna coklat.
‘‘Apa dia suka warna coklat?’’ tanya Inda setengah berbisik pada udara.
‘‘Bukan tuan Jose, nona. Tapi sahabatnya–sahabatku juga.’’
Inda mengernyit. ‘‘Maksudnya?’’
‘‘Hem … tidak–tidak. Tidak ada.’’ Ben merasa dia sudah asal bicara. Dia menggeleng dan segera menutup pembicaraan. ‘‘Tolong jangan pernah cari tau tentang sahabat tuan Jose dan aku ya, nona. Dalam pasal surat elektronik yang diberi tuan ada kalimat yang mengatakan, ‘jangan mencampuri urusan pasangan sendiri’. Meski surat elektronik itu tidak ditandatangani nona dan sudah ditarik tuan, tuan tidak ingin rahasianya diketahui siapapun termasuk nona,’’ pinta Ben.
Inda mengangguk. ‘‘Baik … aku juga tidak terlalu suka rahasiaku diketahui orang lain. Itu memalukan.’’
‘‘Baguslah kalau nona mengerti.’’
Ben menatap Inda yang berjalan mendahuluinya. Dia penasaran, siapa sebenarnya dibalik sosok Lista, perempuan yang dinikahi tuan Jose, atasan dan juga sahabatnya itu. Lista, seperti bukan Lista.
‘‘Sepertinya aku harus mencari tahu tentang hal ini,’’ pikir Ben dengan suara berat dan penasarannya.
***
‘‘Mau kemana?’’
Inda yang berjalan mengitari isi rumah ini mendadak terhenti karena suara pria dingin itu. Inda tidak berbicara, hanya melihat Jose membuka dan menggantungkan tuxedonya ke hanger.
‘‘Di sini kamar kita,’’ ucap Jose seraya membuka dua kancing kemeja putihnya.
Inda sedikit terkejut dengan penuturan kata pria dengan rambut panjang ala rambut korea yang lagi ngehits itu. Tapi Inda berusaha tidak berbicara karena merasa berbicara tidak berarti sama sekali jika dilakukan pada pria aneh itu.
"Kita akan tidur seranjang, lakukan yang terbaik untuk malam pertama kita."
Inda berusaha menetralkan degup jantungnya. Jose, seolah sedang mempermainkannya. Semakin membuatnya panas dengan godaan kecil yang pria itu lontarkan terhadapnya.
"Jangan hanya berdiri di sana. Lihat kamar ini baik-baik. Ingat setiap inci desain kamar ini supaya jangan kesasar nantinya." Setelah mengucapkan kata-katanya, Jose keluar. Ia membawa kaos biru miliknya ke luar. Seraya berjalan ia juga memakai pakaiannya.
Lelaki itu menjumpai Ben di dapur minimalis bergaya mewah.
"Jose, kamu ngerasa ada sesuatu aneh ga sama pengantinmu itu?" tanya Ben penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Elisa Nursanti Nursanti
🤔
2023-02-09
0