Kekecewaanku sungguh tak berarah, rasa sakit yang dia torehkan benar-benar membuat aku tertatih-tati seperti ini. Baru beberapa minggu yang lalu aku bahagia karena mendapat anugerah lagi dari Tuhan namun saat ini rasanya seperti dihempaskan dari gedung tertinggi hanya sakit yang bisa aku rasakan.
Air mataku terus jatuh bak air terjun, rasa sakit ini membuat kelenjar air mata tanpa henti memproduksi air mata.
Aku masuk kedalam kamar Ega, anakku. Dia adalah hasil dari buah cinta kami, kini usianya tiga tahun, meskipun tiga tahun namun dia adalah anak yang pintar dan cerdas dan aku bangga sekali memilikinya.
Saat aku masuk terlihat dia sedang bermain, aku kira dirinya sudah tidur tapi ternyata belum.
"Mama," panggilnya saat aku masuk ke dalam kamarnya.
"iya sayang" jawabku.
Aku sungguh kikuk, mau aku sembunyikan dimana air mataku ini.
Bocah kecil ini melihatku dengan wajah penasaran akhirnya dia mendekati ku yang berdiri di belakang pintu kamarnya.
"Mama" panggilnya lagi
Iya sayang," jawabku sambil tersenyum dengan tangan yang sedari sibuk menghapus air mataku.
"Mama kenapa menangis?" tanyanya sambil menatapku lekat.
"Mama kelilipan sayang, mangkanya mama kesini mau minta bantuan Ega untuk meniupkan mata mama," jawabku berbohong.
Aku tau dia tidak percaya namun dia menghargai jawaban yang aku berikan, tanpa bertanya lebih dia membawa aku tempat tidurnya.
"Sini ma." Ega mendekatkan mulutnya di mataku, dan perlahan bibir mungilnya meniup mataku.
Dia sungguh telaten, bergantian meniupi kedua mataku kemudian menghapus air mataku yang terjatuh.
"Wah, udah sembuh Ega pinter ya, besok-besok kalau mama kelilipan lagi, mama akan langsung cari Ega untuk meniup mata mama."
Ega tersenyum kemudian memeluknya, pelukan kecil namun cukup sanggup menenangkan aku.
Bocah ini seakan tau apa yang aku alami, dia terus memelukku dengan erat tak hanya itu dia mengusap-usap wajahnya dalam dekapan aku.
"Mama sayang Ega." Dihujani dia dengan kecupan di kepalanya.
"Ega juga sayang mama," sahutnya.
Kami asik berpelukan, hingga terdengar suara ketukan dari luar.
Tok
Tok
Tok
Lagi-lagi pintu diketuk sehingga mau nggak mau aku mengurai pelukanku dengan Ega.
"Ega.... Buka dong pintunya," terdengar teriakan dari luar.
Terdengar mas Reza meminta Ega untuk membukakan pintu.
Aku berdiri, berjalan membuka pintu, terdapat Reza berdiri berdiri di depan pintu, karena tak ingin ada cekcok dan debat di depan Ega, aku mendekati Ega kembali
"Mama kembali ke kamar dulu ya, Ega bobok gih," kataku sambil mengelus kepalanya.
Bocah kecil ini hanya mengangguk, menurut tanpa membantah ucapanku mungkin dia tidak ingin mamanya sedih.
Aku berjalan keluar melewati Reza yang masih berdiri di depan pintu.
"Mau kemana?" tanyanya sambil memegang tanganku.
"Ke kamar," jawabku singkat sambil melepas tanganku.
Dia berjalan mengikuti aku, setelah di dalam kamar aku merebahkan diri dan menutup kepalaku dengan bantal.
"Melati aku mohon jangan seperti ini." Tangannya menarik bantal yang aku gunakan untuk menutup wajahku.
Aku menghela nafas kemudian beranjak.
"Sebelum kamu memutuskan pilihan kamu, aku akan tetap seperti ini mas," kataku dengan menatapnya.
Setelah kejadian tadi aku mulai mendiami Reza, percuma juga berbicara dengannya dia tetap bersikeras tidak mau meninggalkannya maupun meninggalkan aku.
Lelaki serakah yang menginginkan dua cinta sekaligus, dengan alasan adil dia ingin membahagiakan kedua istrinya.
Fu-ck! mana ada keadilan dalam poligami yang seperti ini, poligami yang salah, memang dalam agama diperbolehkan untuk melakukan poligami namun bukan poligami yang dia lakukan padaku. Dan perlu dia tau kalau tidak semua wanita mau dimadu.
"Kamu kenapa sih diam terus, kalau begini aku tidak nyaman berada di rumah," Dia terus memarahi aku.
Aku tertawa, dia pikir aku nyaman bersikap seperti ini tapi kembali lagi siapa yang mau di poligami?
"Kenapa kamu malah malah menyalahkan aku, kamu paham kan, kalau semua ini berawal dari kamu," kataku dengan menatapnya tajam.
Dia yang kesal membuang bantal ke lantai tak hanya itu dia juga membuang semua benda yang ada di meja.
Lagi-lagi aku menangis, beginilah kelakuannya siapa yang salah dan siapa yang marah. Kalau ingin rumah tangga ayem adem ya jangan berulah, apalagi melakukan kesalahan yang fatal sekali seperti ini.
Aku heran dengannya, dulu awal menikah dia meminta aku untuk selalu setia, meminta aku untuk selalu bersamanya dalam suka maupun duka namun sekarang ketika dia memiliki segalanya dia seakan lupa pura-pura amnesia kalau dulu pernah susah bahkan kini berulah.
"Apa kamu nggak ingat sejarah kita dulu, kamu selalu meminta aku untuk setia namun kenapa kini kamu yang berubah," kataku.
"Ega masih tiga tahun, coba pikirkan lagi." Aku mencoba mengingatkannya.
"Aku tau, mangkanya aku ingin hidup dengan kamu dan dengannya, aku yakin kita akan bahagia."
Aku melongo menatapnya, apa dia bilang bahagia? hidup dengan madu bisa bahagia? bahagia dari Hongkong yang ada aku semakin menderita hidup ngenes di bawah pikiran dan tekanan.
"Sinting kamu mas, sampai kapanpun aku nggak mau dimadu!" teriakku.
"Dasar ibu egois kamu hanya memikirkan perasaan kamu sendiri tanpa memikirkan Ega anak kita!" teriaknya balik.
Kenapa, kenapa aku yang disalahkan? aku di sini korban jadi letak egois aku dimana?
Aku yang malas debat dengannya memutuskan untuk memejamkan mata meski tidak bisa terlelap minimal dengan aku memejamkan mata conversation kami berhenti.
Waktu berlalu dengan cepat, sang Surya telah keluar dari persembunyiannya. Aku yang baru bangun kembali menangis saat melihat sebelahku yang kosong.
Bukannya menenangkan aku yang telah disakitinya dia malah pergi yang mungkin ke rumah simpanannya.
Dengan langkah pelan aku keluar kamar melihat anakku, nampak dia masih memejamkan matanya.
Aku berjalan mendekat, ku usap pipinya dan ku kecup keningnya.
"Kamulah yang mama punya dan juga calon adik kamu sayang."
Mataku menitikkan air mata yang telah berhenti, melihat wajah tampan Ega membuat dunia yang telah runtuh berdiri kembali.
Mungkin karena pergerakan tanganku, dia membuka matanya, senyuman terukir di kedua pipinya.
"Mama," katanya kemudian beranjak dari tidurnya.
"Mana menangis lagi?" tanyanya saat melihat aku yang menangis.
Aku menggeleng sambil mengusap air mataku.
"Tiup." Kudekatkan mataku di wajahnya.
"Kelilipan lagi?" Dia menggelengkan kepala mungkin merasa kesal karena aku selalu kelilipan.
"Maafkan mama yang selalu berbohong sayang," batinku.
Waktu menunjukan pukul sepuluh pagi, saat aku dan Ega baru pulang sekolah kulihat mas Reza sudah duduk di depan teras.
"Papa." Ega berlari berteriak memanggil papanya, harus aku akui Reza adalah papa yang baik untuk Ega hanya saja dia bukan suami yang baik untuk aku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Yati Syahira
ada laki egois brul cerai sdaja
2025-02-22
0
🍒Nungma🍃
jadi sedih dehh, lebih baik pisah aj deh ngapain pertahanin suami kayak gitu
2023-01-12
0
Nasira✰͜͡ᴠ᭄
huwaa nyesek ya punya suami gtu 🤭😂
2023-01-12
0