Istriku—Zalleta

***Hampa ...

...Rindu ini tidak bisa diukur lagi, kehampaan ini terus menghantui, sampai kapan aku merasa sendiri?...

...Jika memang Tuhan hanya membuatku menjadi persinggahanmu, aku benci pernah mengenalmu. ...

...Kau membuatku terombang-ambing dalam laut lepas, tidak tahu kapan akan menepi, kerena pelabuhanku sudah kau bawa pergi***. ...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Ken mengusap batu nisan yang bertuliskan nama mendiang istrinya itu Zalleta Smith rasanya ia masih belum rela wanita yang dicintainya itu meninggalnya lebih dulu.

“Hay sayang, apa kabar? Aku yakin kamu pasti sudah bahagia di sana. Maaf, aku baru menemui lagi. Bukan aku tidak mengingatmu, aku sengaja menyibukkan diri agar bisa lebih rela melepasmu. Tapi nyata sampai detik ini hatiku masih bertahtakan namamu. Za, aku rindu.” Ken mencium batu nisan istrinya itu.

Tak terasa air matanya mengalir, bahkan sudah belasan tahun berlalu, semuanya masih terasa sama, sakit, kehilangan orang yang sangat dicintainya itu masih terasa.

Ken tak mampu menahannya lagi, ia memeluk batu nisan mendiang istrinya itu, tangis pecah.

“Inilah Za, inilah mengapa aku jarang mengunjungi kamu di sini, lihatlah, aku lemah, aku lemah, Za,” lirih Ken.

Tiba-tiba saja Ken merasakan ada tangan yang mengelus pundaknya.

“Kita tidak pernah tahu takdir akan seperti apa, jangan terus terpacu pada satu arah, Tuhan memberikan seseorang satu tujuan, tapi Tuhan memberikan banyak jalan untuk sampai ke tujuan itu,” ucap seseorang tersebut.

Ken langsung terdiam, ia melepaskan pelukan ke batu nisan tersebut, dengan cepat ia menyerka air matanya, lalu menoleh ke sumber sumber suara tersebut.

Seseorang yang bersuara barusan terlihat tersenyum menunjuk deretan giginya yang putih dan rapi itu.

“Huh cengeng! Udah tua nangis, gak mau apa? Kasian Aunty Zalleta, bukannya di kirim doa, eh malah ditangisi,” celetuknya.

Ya, yang berucap tadi adalah Mizzy. Ken memang ke pemakaman tersebut bersama orang tuanya, Tiara, Teo dan juga Mizzy. Tapi mereka ke makam orang tuanya Tiara dulu, sementara Ken, langsung ke makam Zalleta.

“Kirain tadi siapa? Ternyata keponakan Om sudah bisa bicara bijak juga ya?” cibir Ken, ia menampilkan senyumannya.

Tepatnya, Ken berusaha tersenyum. Ya, iyalah malu sama Mizzy mana sudah dikatain pula tadi.

“Sesekali kita harus bijak, hidup gak selamanya terus berlelucon, ada saatnya kita menghadapi keseriusan,” sahut Mizzy.

“Zy, jangan gangguin Om kamu ya,” ucap Tiara yang terlihat tengah berjalan kearah mereka bersama suami serta kedua mertuanya itu.

“Ih apaan si Mom, orang Zy mau bikin Om Ken bangkit, biar gak lemah. Kasian kalau aunty Zalleta terus ditangisi sama Om Ken, Aunty udah bahagia di sana.”

Orang tua serta Oma dan Opa-nya terlihat mengeleng-geleng. Tapi benar apa yang diucapkan gadis itu, mereka geleng-geleng kerana ucapannya saja yang tidak tepat.

“Iya deh iya, mulai saat ini Om Ken janji, gak akan nangisin lagi Aunty Zalleta, kalian semua menjadi saksinya,” ujar Ken.

“Nah gitu dong, itu baru Om-nya Zy, strong!” seru Mizzy sambil tersenyum lebar.

Dan langsung mendapatkan acungan jempol dari Papi, Mommy, Oma serta Opa-nya.

Mereka berdoa di sana, mendoakan mendiang Zalleta.

“Aunty, Zy pulang dulu ya. Mungkin nanti Zy akan lama gak ke sini, Zy mau lanjut kuliah, Zy mau ikut Om Ken, Aunty baik-baik ya di sana,” ujar Mizzy sambil mengelus batu nisan yang bertuliskan nama Zalleta tersebut.

Ia memang tidak pernah bertemu dengan Zalleta, hanya melihat dari potonya saja, dan tahu tentang Zalleta dari Mommy-nya, menurut Mizzy, Aunty-nya itu sangat hebat, mendengar cerita dari Mommy-nya, Tiara. Tentang perjalanan Zalleta yang berjuang melawan sakit yang diderita itu, membuat Mizzy yakin jika Zalleta adalah wanita yang kuat, penuh semangat, dan selalu optimis.

‘Sayang, besok aku akan kembali. Benar yang dikatakan keponakan kita, dia akan tinggal bersamaku. Mungkin, aku tidak akan merasa kesepian nantinya, kamu tahu sayang, dia sangat mirip denganmu, sikapnya bar-bar sepertimu. Aku pulang dulu ya, doaku selalu menyertai kamu,’ ucap Ken dalam hatinya.

“Ya udah yuk, kita pulang. Langit sudah gelap, takut hujan,” ajak Oma Henzy.

Semua orang langsung menganggukkan kepalanya, mereka pun berlalu dari pemakaman tersebut. Tiara dan Teo memapah orang tuanya itu. Memang usia mereka sudah tidak muda lagi, apa lagi Tuan Smith, belakang ini sudah sering sakit-sakitan.

...----------------...

Keesokan harinya ...

Mizzy terlihat sudah bersiap-siap untuk berangkat bersama Ken. Dua buah koper besar terlihat diseret oleh gadis itu.

Rencana hari ini Tiara dan Teo serta orang tuanya akan mengantarkan Mizzy dan Ken ke sana. Tentunya menggunakan pesawat Zet pribadi milik keluarga Smith.

“Astaga Zy, apa yang kamu bawa? Itu kenapa banyak sekali kopernya?” tanya Papi-nya. Teo terlihat mengeleng-gelengkan kepalanya.

“Ini barang-barang aku, Pap. Banyak apanya? Cuman dua, ini masih kurang, harusnya empat koper, masih banyak barang-barang aku yang gak ke bawa,” jawab putrinya itu.

“Bantuin Pap, jangan liatin aja ih!” lanjutnya berteriak. Gadis itu emang terlihat kekuasaan, membawa koper sambil berjalan menuruni anak tangga.

Teo menghelai napasnya, ia pun segera membantu putrinya itu.

“Astaga, kenapa berat sekali? Apa yang kamu bawa sih Zy? Batu akik apa ini?”

“Bukan batu akik, batu bara!” ketus putrinya itu.

Kerana sangat berat, Teo pun memanggil pelayan untuk membawakan koper tersebut.

“Ah Pap payah," ledek Mizzy.

“Payah-payah, gak lihat apa Papimu ini sudah tua!”

“Hahaha ... tumben Pap ingat umur, biasanya juga kelakuannya kaya bagi gede,” ucap Mizzy.

“Masa bayi gede bisa punya anak cantik seperti ini hemm?” Teo merangkul putrinya itu.

“Ih Pap ngomongnya dua puluh satu plus!”

“Haha ... kamu ini ada-ada saja. Nanti baik-baik ya di sana. Sering kabarin Papi sama Mommy di sini, Papi pasti bakalan kangen banget sama cerewet kamu, Zy,” ucap Teo.

Sebenernya ia merasa sangat berat melepaskan Mizzy, tapi mau bagaimana lagi? Semua ini juga untuk kebaikan putrinya, untuk masa depan putri semata wayangnya itu. Setidaknya ia merasa sedikit tidak cemas, kerena Mizzy tinggal bersama Om-nya.

“Mizzy juga bakalan kangen sama Pap.” Gadis itu menghambur memeluk Papi-nya.

Mata Teo terlihat berkaca-kaca, namun sebisa mungkin ia menahan agar air matanya itu tidak jatuh.

“Zy janji akan mengingatkan pesan Pap, Zy juga akan menurut sama Om Ken, Pap baik-baik ya di sini, jagain Mommy, Oma sama Opa juga. Kalau kata Zy, Oma sama Opa lebih baik tinggal di sini saja, biar kepantau Pap.”

“Iya, Papi sama Mommy semalam sudah membicarakan hal ini sama Opa dan Oma, dan mereka pun setuju, setalah pulang mengatakan kamu, Oma dan Opa akan tinggal di sini, selain Oma dan Opa bisa kepantau sama Papi dan Mommy. Mommy kamu juga gak akan kesepian di rumah ada temannya.”

“Syukurlah kalau begitu, Zy senang dengarnya.”

“Ya sudah ayo kita ke depan, yang lain sudah menunggu,” ajak Toe.

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

Eva Rubani

Eva Rubani

20 thn menduda

2023-01-26

0

Adfazha

Adfazha

Ken " DuLap RaPer" ya Zy... tiati om ken GaMon

2022-12-22

1

Ratna Wati

Ratna Wati

jangan2 jodoh ksn adalah zy

2022-12-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!