Kekhilafan Terindah
"Mas, hari ini aku ada acara dadakan di cafe. Temanku ingin merayakan acara ulang tahun pernikahannya di sana. Aku minta maaf ya, aku tidak bisa menemani kamu menghadiri acara kantor. Kamu gak marah kan Mas?" ucap Zahira yang sudah berpakaian rapi. Dia duduk bersama suaminya di meja makan menikmati sarapan pagi.
"Tidak apa-apa, Mas gak marah kok. Nikmati saja harimu, semoga menyenangkan!" jawab Roni. Dia juga sudah rapi dengan setelah jas berwarna hitam yang melekat di tubuhnya.
Zahira dan Roni adalah dua orang insan manusia yang disatukan dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Tidak ada cinta diantara keduanya, yang mereka lakukan hanya untuk menyenangkan hati ayah Roni yang kini tengah sakit-sakitan.
Sejak berumur lima tahun, mereka berdua sudah diikat dalam perjodohan. Meski kedua orang tua Zahira sudah meninggal, ayah Roni tetap kekeh ingin melunasi hutang janji tersebut. Mau tidak mau Roni terpaksa menurut mengingat kondisi ayahnya yang tidak bisa menerima beban mental.
Dilihat dari luar hubungan mereka nampak biasa-biasa saja seperti pasangan suami istri pada umumnya. Zahira tidak pernah melalaikan tugasnya sebagai seorang istri, begitu juga dengan Roni yang selalu mencukupi kebutuhan Zahira. Hanya saja keduanya tidak pernah terlibat hubungan intim kecuali sekedar bersentuhan tangan.
Setelah Roni meninggalkan rumah, Zahira juga menyusul. Dia harus mendekorasi cafe sesuai permintaan Dira dan suaminya, dia juga harus menyiapkan menu makanan sesuai permintaan sahabatnya itu.
Setengah jam berlalu, Zahira tiba di cafe dan memerintahkan semua pelayan untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Khusus hari ini cafe sengaja ditutup untuk umum.
Sesuai permintaan sahabatnya itu, cafe didekorasi sama persis dengan desain yang dikirimkan Dira kepada Zahira. Zahira tidak ingin mengecewakan Dira dan berusaha memberikan yang terbaik.
Acara akan dilangsungkan pukul tujuh malam, sementara pukul lima sore semua persiapan sudah selesai seratus persen.
"Aaaaa..."
Suara jeritan Zahira memecah keheningan sore itu. Karena terlalu fokus dia tidak sengaja menumpahkan saos asam manis yang baru saja matang hingga menyiram punggung kakinya.
Beberapa orang pelayan yang mendengar jeritan Zahira langsung berhamburan menuju dapur, termasuk seorang pria muda yang masih berumur dua puluh tahun. Pria itu baru saja bergabung di cafe sejak satu minggu yang lalu.
"Astaga Bu, apa yang terjadi?" Tanpa pikir pria muda itu langsung menggendong Zahira dan mendudukkannya di sofa yang tak jauh dari dapur. Pelayan lain segera mengambilkan air, ada juga yang mengambilkan kotak p3k untuk mengobati luka di kaki Zahira.
"Maaf ya Bu, saya tidak bermaksud lancang. Tahan sebentar ya, mungkin akan sedikit perih!" ujar pria muda itu, lalu dengan sangat hati-hati dia membersihkan saos yang melekat di kulit kaki Zahira.
"Aww..." Zahira meringis saat merasakan perih yang sungguh menyiksa.
"Ma-Maaf Bu," ujar pria muda itu terbata.
"Tidak apa-apa, lanjutkan saja!" sahut Zahira.
Pria muda itu meniup pelan punggung kaki Zahira, lalu mengolesinya dengan salep.
"Sudah Bu, semoga lukanya tidak terlalu serius." ujar pria muda itu.
"Terima kasih," ucap Zahira dengan suara khasnya yang lembut.
"Sama-sama," balas pria muda itu.
"Kamu karyawan baru?" tanya Zahira. Seminggu ini dia memang jarang sekali mengunjungi cafe, kalaupun datang hanya sebentar saja untuk melihat-lihat keadaan. Jadi baru kali ini dia melihat pria muda itu di cafe.
"Iya Bu, baru satu minggu yang lalu." jawab pria muda itu.
"Siapa nama kamu?" tanya Zahira lagi.
"Zainuddin Bu, biasa dipanggil Zayn." sahut pria muda itu dengan jujur. Mungkin bagi segelintir orang nama itu terdengar sangat kampungan, tapi bagi Zayn nama itu adalah nama terindah yang sudah dipilihkan oleh almarhum kedua orang tuanya.
"Nama yang unik, zaman sekarang sudah jarang para orang tua memberikan nama itu untuk anak-anak mereka." ucap Zahira.
"Iya, Ibu benar tapi bagi saya nama itu adalah anugerah. Tidak semua orang bangga memiliki nama itu." jelas Zayn.
"Hehehe... Iya, apapun itu harus tetap disyukuri. Pasti kedua orang tua kamu sudah memikirkannya dengan sangat matang, mereka juga pasti bangga punya putra seperti kamu." sanjung Zahira.
"Sayangnya tidak Bu, mereka sudah kembali kepada Sang Pencipta. Hanya doa yang bisa saya kirimkan untuk mereka." lirih Zayn.
Seketika Zahira terdiam.
"Sama, kedua orang tua saya juga sudah kembali kepada Sang Pencipta. Sepertinya kita senasib ya," Zahira mengusap mata menghapus cairan yang hampir saja meleleh di sudut matanya.
Zahira yang kini sudah berusia dua puluh lima tahun tidak ingin terlihat cengeng di hadapan para pekerjanya. Dia yang harusnya memberi kekuatan untuk mereka.
Dari awal Zahira sudah berniat untuk mempekerjakan orang-orang yang memiliki nasib kurang beruntung, para remaja putus sekolah dan yang memiliki ekonomi menengah ke bawah. Tujuannya hanya ingin membantu mereka agar bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.
Zahira juga memberikan bonus tiap bulan pada pekerja yang cekatan dan mampu melayani pelanggan dengan baik.
...****************...
Pukul sepuluh malam, acara selesai digelar. Dira dan suaminya pamit meninggalkan cafe dengan air muka sumringah. Keduanya sangat puas dengan pelayanan Zahira, bahkan makanannya sangat lezat menurut mereka.
Para tamu juga puas, beberapa diantara mereka tidak segan-segan merekomendasikan cafe itu untuk tempat bersantai, nongkrong dan mengadakan acara penting. Cafe itu cukup luas dengan dua lantai yang mampu menampung seratus tamu sekali duduk, bahkan lebih.
"Semuanya, terima kasih untuk kerja sama hari ini. Kalau begitu saya pulang duluan ya," pamit Zahira pada manager cafe dan para pelayan yang masih sibuk membereskan sisa-sisa acara.
"Sama-sama Bu, Ibu hati-hati ya." sahut semuanya berbarengan.
Baru saja berjalan lima langkah, kaki Zahira sudah bergetar menahan rasa nyeri yang sungguh menyiksa.
"Aww..." rintih Zahira. Dia berusaha meraih kursi untuk menopang bobot tubuhnya agar tidak terjatuh.
"Hati-hati Bu," Zayn yang berdiri tak jauh dari sana langsung menangkap lengan Zahira.
Zahira tersentak kaget, tatapan keduanya saling bertemu untuk sesaat.
"Lagi-lagi kamu membantuku, terima kasih." ucap Zahira setelah memutus kontak mata mereka.
Zayn hanya tersenyum, lalu dengan cepat melepaskan tangannya dari lengan Zahira.
"Sepertinya Ibu tidak akan kuat menyetir sendirian, biar saya antar ya!" tawar Zayn.
"Jangan, saya tidak mau merepotkan!" tolak Zahira.
"Tidak repot kok Bu, saya ikhlas. Ayo, saya bantu!" Zayn mencengkram pelan lengan Zahira menuju mobil yang terparkir di luar sana.
Setelah Zahira masuk, Zayn ikut masuk dan duduk di bangku kemudi. Mobil itu melesat pergi meninggalkan cafe.
Selama di perjalanan, tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua. Hingga pada suatu ketika Zahira bersorak yang membuat Zayn terperanjat.
"Stop!"
Dengan cepat Zayn menginjak pedal rem dan menepikan mobil tersebut di pinggir jalan.
"Kenapa Bu? Apa kakinya sakit lagi?" tanya Zayn khawatir.
"Ti-Tidak, tolong putar arah! Masuk ke parkiran hotel itu!" tunjuk Zahira ke arah hotel yang ada di belakang mereka.
Barusan Zahira seperti melihat mobil suaminya masuk ke dalam hotel tersebut. Tidak mau berpikir buruk, Zahira lebih memilih memastikannya sendiri.
"Baik Bu," angguk Zayn.
Setelah memutar stir, masuklah mobil yang dikendarai Zayn ke parkiran hotel mewah bintang lima itu.
Zahira bergegas turun. Ternyata yang dia lihat tadi memang benar mobil suaminya, mobil itu terparkir bersebelahan dengan mobilnya.
Tanpa pikir, Zahira langsung berlari memasuki lobby. Tak peduli betapa sakit dan pedih luka yang dia rasakan di kakinya, Zahira terus berlari tanpa alas kaki.
Zayn hanya plangak plongok seperti orang kebingungan, namun akhirnya dia memberanikan diri menyusul Zahira.
Setelah Zahira beradu mulut dengan resepsionis yang bertugas, dia berhasil mendapatkan nomor kamar yang ditempati Roni. Dia juga berhasil mendapatkan kartu akses cadangan setelah mengancam ingin melaporkan hotel itu pada polisi.
Air mata sudah tak tertahan, Zahira terus menangis saat memasuki lift. Kata resepsionis tadi Roni check-in bersama seorang wanita yang diakuinya sebagai istri, lalu Zahira siapa? Bukankah Zahira istri sah nya?
Sesampainya di lantai sembilan, Zahira mengusap wajahnya yang sudah kacau. Tanpa pikir dia kembali berlari menuju kamar 1056, darah yang menetes di kaki sudah tak dihiraukan lagi olehnya.
"Braaak!"
Pintu terbuka, Zahira membuka mata lebar-lebar dengan mulut sedikit menganga. Seketika dia terduduk lesu saat menangkap sepasang anak manusia yang tengah bergumul di atas ranjang, hal itu sangat menyakitkan buat Zahira.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
bobo
bjone d gondol garangan wedok😃😃😃
2023-03-19
1
Putri Putri
ada yang baru nih👏👏👏
2022-12-18
5
MIKU CHANNEL
udah nongol aja nih novel barunya semoga aukses ya
2022-12-16
7