"Oh ya, aku harus buru-buru ke bawah mengambil paket," ucap wanita itu, menolak berlama-lama mengobrol dengan pria itu.
"Oh ya, maaf. Eh, tapi aku juga mau ke bawah. Bagaimana kalau kita sama-sama saja."
"Oh, boleh."
Mereka kemudian melangkah bersama ke lift dan menunggu di sana. Keduanya terlihat canggung tapi Abigail lega bertemu kembali dengan wanita itu. Apalagi mereka satu apartemen dan eh, tiba-tiba saja ia ingat Alena. Tidakkah apa yang dilakukannya kini sedikit keterlaluan? Mencari wanita lain di saat ia kehilangan istrinya?
Pikiran itu tiba-tiba menghentikan langkahnya untuk mencari tahu wanita di sampingnya itu. Padahal baru saja terlintas di kepalanya ingin mengajak wanita itu makan malam bersama.
Ah, bukankah hari ini masih pengajian istriku? Suami macam apa aku ini?
Pintu lift terbuka. "Eh, aku mau ke samping mengambil paket," ucap Marina berbasa-basi.
"Oh iya, silahkan." Padahal Abigail pergi ke arah yang sama karena akan naik mobil ke rumah mertuanya. Ia akan menghadiri pengajian istrinya di sana.
Setelah mengambil paket, Marina melihat pria itu menaiki mobilnya dan keluar area perparkiran. Ia membawa paketnya dan masuk ke dalam lift.
-------------+++-----------
Marina menatap bayi itu yang tertidur dengan lelapnya. Ia tersenyum. Sebenarnya sebuah anugrah bisa mendapat bayi dengan tiba-tiba tanpa harus hamil terlebih dahulu. Ia memang suka pada bayi-bayi mungil seperti ini tapi masalahnya, keadaan finansial yang lagi bermasalah.
Ia sedang dalam pelarian. Bahkan pekerjaannya yang sudah mapan ia tinggalkan karena masalah ini.
Ia tidak bisa menyalahkan ibu karena ingin berbisnis, toh ibunya berbisnis untuk mengurangi bebannya karena Marina tulang punggung keluarga sejak ayahnya meninggal beberapa tahun silam.
Hanya saja ia tak menyangka ibunya terjerat lintah darat hingga hutangnya banyak dan tak sanggup untuk membayar. Terlebih lintah darat itu terpikat padanya dan menawarkan pernikahan sebagai solusi pembayar hutang. Tentu saja Marina tidak mau karena pria itu selain punya banyak istri juga sudah tua bangka.
Bayi itu terbangun dan menangis membuat Marina terbangun dari lamunan. Wajahnya seketika memerah. Tangannya yang tadinya tergeletak diam, kini terangkat dan mulai gelisah.
Marina tersenyum lebar. Ia menyentuh tangan bayi itu dengan jari telunjuknya dan bayi itu langsung menggenggam jari itu dengan tangan mungilnya. "Mmh, kamu sudah lapar lagi ya, Sayang. Sebentar ya, Mami buatkan susu dulu." Wanita itu mencium kening bayi mungil itu.
Marina segera membuatkannya susu botol dan menggendong bayi itu. Setelah diberi susu botol bayi itu segera diam, ia menikmati susunya.
"Mmh, anak Mami paling tampan, memang kamu ya?" ucap wanita itu setengah berbisik dan menepikan poni bayi itu. "Tapi Mami kapan nulisnya ini, sebentar-sebentar kamu ganggu begini. Ini sudah hampir tengah malam dan Mami belum nulis sama sekali, Farhan. Aduh Mami harus bagaimana?"
Marina menunggui bayi itu menghabiskan susunya. Saat susu habis, bayi mulai mengantuk, tapi bayi itu masih ingin menyusu membuat wanita itu terpaksa menggoyang-goyangkan tubuh mungil itu agar segera tidur.
"Sudah ya, Farhan. Susu bubuknya sudah mau habis. Kita berhemat dulu, karena tidak ada toko yang buka di malam ini untuk membeli susumu. Mami janji nanti Mami belikan lagi besok pagi ya, Sayang."
Bayi itu seakan mengerti dan mulai terdiam. Tak lama bayi itu akhirnya tertidur juga. Marina yang lelah mengayun, meletakkan bayi itu di atas tempat tidurnya. Ia pun juga tidur di sana.
Belum lelap ia tertidur bayi itu kembali membangunkannya. "Duh, Sayang susunya tinggal sedikit." Mata Marina belum terbuka seluruhnya tapi bayi kembali menangis.
Tak tega melihat bayi itu menangis mencucurkan air mata, Marina akhirnya membuat juga susu botol dari persediaan terakhir yang ada. Ia kembali menggendong bayi itu di atas tempat tidur. Bayi itu menyusu dengan tenang.
"Mami bukannya jahat, Mami lupa beli susu kamu tadi siang. Ini saja Mami beli pampers kamu lewat delivery, Sayang. Mami lupa, harusnya beli susu kamu juga tadi," bisik Marina pada bayi itu dan bayi itu seperti mendengar keluh kesahnya dan menatap wajah wanita itu dengan teliti. Kini tangan mungil bayi itu mulai menjelajah dan memegangi kancing depan baju wanita itu.
Marina menyukai bayi laki-laki itu. Tangan mungil bayi itu tempat ia merasa takjub akan ciptaan Tuhan. Betapa dengan tangan lemah bayi itu yang menyentuh tubuhnya, ia jatuh cinta. Maka lelah apapun yang didapat dari bayi kecil itu, tidak bisa membuatnya marah.
Susu itu tandas dengan bayi yang telah ikut terlelap. Kini Marina meletakkan bayi itu di atas tempat tidur dan ikut tidur di sampingnya, hingga pagi.
-----------+++----------
Pagi yang rusuh. Bayi itu menangis padahal persediaan susu sudah habis. Marina kebingungan harus bagaimana pagi itu, padahal masih terlalu dini untuk mencari toko buka jam segitu.
Ia sudah memasang jilbab instannya dan topi, tapi ia harus belanja ke mana? Tiba-tiba terdengar bel pintunya berbunyi. Ia membuka pintu. "Anka?"
Pemuda itu melirik ke dalam apartemen Marina karena mendengar suara bayi menangis. "Belum bisa ngurus bayi ya, Kak?"
Marina langsung cemberut. "Aku 'kan bukan ibunya."
Pemuda itu tertawa kecil. "Makanya Anka datang. Ini Anka bawain titipan Kak Sila. Kakak beli untuk emergency (darurat) buat Kak Marina." Ia mengangkat bungkusan plastik yang dibawanya.
"Ada susu?"
"Ada."
"Ayo, cepat." Marina menarik begitu saja lengan pemuda itu ke dalam apartemennya membuat pemuda itu hampir tertawa. Anka juga menyukai sikap wanita itu yang spontan dan lucu. "Eh, maaf tapi aku ingin buat susu buat Farhan dulu."
Pemuda itu menyerahkan bungkusan itu pada Marina.
Dalam sekejap Marina sudah mencuci dan mengisi botol susu itu sedang Anka mengendong bayi itu sambil menunggu Marina datang.
"Ah, sudah selesai. Sini aku gendong." Marina datang dengan membawa botol susu.
Anka mengambil botol susu itu dan memasukkannya pada mulut sang bayi. "Sini, biar Anka aja yang kasih susu. Kak Marina sudah mandi belum?"
"Belum, kenapa?"
"'Kan susu yang dibeli Kak Sila 'kan cuma sedikit, Kak. Kakak harus beli lagi. Ayo, ke supermarket aku temani."
"Oh, iya ya."
------------+++-----------
Pagi itu, Abigail sudah bersiap-siap untuk ke kantor. Setidaknya mencoba daripada terus mengurung diri di dalam apartemen.
Kedatangannya ke acara pengajian sang istri semalam malah membuatnya makin terpuruk. Walau tidak secara langsung, tapi orang-orang yang berbisik di belakangnya membuat dirinya semakin merasa bersalah.
Apalagi mendengar bagaimana sang istri meninggal, spekulasi makin membuat ia merasa secara tidak langsung dituding sebagai penyebab meninggalnya sang istri saat itu. Ia buru-buru pamit setelah acara selesai.
Di kantor juga tak membuatnya nyaman tapi yang paling parah adalah ia sama sekali tidak bisa berfikir. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke apartemen.
Saat melewati kafe itu, ia tergoda untuk masuk. Apalagi kalau bukan mencari wanita itu tapi wanita itu tidak ada di sana. Apa dia ada di apartemen?
Baru saja ia melangkahkan kaki hendak menuju arah lift, ia melihat Marina sedang menggendong seorang bayi di depan lift. Pemuda di sampingnya merapikan topi wanita itu karena ditarik-tarik oleh bayi yang digendongnya.
Apa itu adiknya? Dia punya bayi?
"Uh, nakal!" Pemuda itu meraih tangan sang bayi yang kini menarik-narik jilbab wanita itu. Ia mengecup kening bayi itu.
Itu suaminya?
Kaki Abigail terasa lemas. Ia melangkahkan kaki ke arah kafe.
___________________________________________
Halo reader, masih tetap semangat baca 'kan? Ayo semangati author juga dengan like, komen, vote atau hadiah. Ini visual Ankara Dirga, adik Sila tetangga Marina. Salam, ingflora💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Maura
visual lainnya thor
2023-07-22
1
Buna_Qaya
anda salah paham Abi 🤭
2023-03-10
1
listiyarifien alfatih
hei, Kaka!! ini tidak adil, oke!!
aku mau protes. kenapa visualnya cakep²? kan jiwa abegeh ku meronta², astagfirullah..
mana suami lagi nggak di rumah, tapi di kamar. eeh🙊🐒
2023-01-25
3