Setelah pintu lift terbuka di lantai 35, Levin dan Celia melangkah keluar dengan langkah pelan. Suasana nampak sepi sepanjang lorong menuju apartemen Levin. Suara ketukan heels Celia terdengar menggema di sepanjang lorong tersebut. Celia terus mengikuti Levin dari belakang ketika dia berbelok ke kiri dan berhenti di unit kedua paling ujung.
Levin menekan kata sandi lalu membuka pintu apartemennya. "Masuklah," ucap Levin sembari menoleh pada Celia yang sedang berdiri di sebelah kanannya.
"Aku tunggu di sini saja, tolong ambilkan kalungku."
"Ada yang ingin aku bicarakan padamu juga." Levin nampak masih menahan pintu apartemennya agar tidak tertutup.
Celia nampak berdiri dengan tidak nyaman saat Levin terus menatapnya. "Aku ke sini hanya ingin mengambil kalungku. Aku rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Aku harus segera pulang."
Melihat sikap dingin Celia, Levin seketika menjadi marah. "Aku tidak akan memberikan kalung itu kalau kau tidak masuk."
Mendengar itu, Celia menjadi kesal. Dia dengan susah payah ke apartemen Levin larut malam agar Jefry tidak tahu kalau dia ke sana. Dia tidak mau kalau Jefry salah paham pada Levin. Sebenarnya Celia juga sudah menduga akan sulit mengambil kalungnya kembali dari tangan Levin.
"Tuan Levin, tolong jangan mempersulitku. Itu kalung milikku, kau tidak berhak apapun atas kalung itu. Tolong segera kembalikan padaku." Nada bicara Celia mulai meninggi.
Levin menutup kembali pintu apartemennya lalu berbalik menghadap Celia. "Tidak berhak kau bilang?" Levin menatap tajam Celia dengan wajah dinginnya kemudian mengikis jarak di antara mereka berdua hingga mereka berdiri sangat dekat.
Celia menjadi gugup seketika, tapi hanya sesaat. "Tuan Levin, aku tidak mau ribut denganmu. Aku hanya perlu kalung itu. Aku harus segera pergi. Aku takut ada yang melihat kita di sini dan akan menyebarkan rumor tidak baik nantinya. Aku tidak mau terlibat skandal apapun denganmu."
Dari arah lift, Jeniffer dan Erzio berjalan ke arah unit apartemen Erzio & Levin dan bersembunyi di balik tembok ketika melihat Celia dan Levin berdiri di apartemen Levin.
Wajah Levin menggelap. Setelah membuka pintu, dia menarik tangan Celia kemudian membawanya masuk ke dalam dan menyudutkannya di tembok belakang pintu. "Apa kau akan terus bersikap seperti ini? Berpura-pura tidak mengenalku? Sampai kapan kau akan menghindariku begini, apa kau tidak lelah selalu lari dariku, Celine?"
Tubuh Celia menegang saat Levin mengurung tubuhnya dengan kedua tangannya dan menatapnya dengan tatapan menusuk. "Tuan Levin, aku rasa kau masih salah paham padaku. Aku tegaskan sekali kalau aku bukan Celine. Aku tidak mengenalmu sama sekali," jawab Celia dengan tegas.
Kedua tangan Levin mengepal. "Baiklah, kita lihat apa kau masih bisa menyangkal nanti." Kemudian dia mengambil kalung yang di saku celananya. "Sekarang jawab aku dengan jujur, dari kau dapatkan kalung ini?"
Celia mendongakkan kepalanya menatap Levin dengan wajah muak. Dia sudah menjawab pertanyaan itu sebelumnya, tapi Levin menanyakannya lagi. Sepertinya, Levin memang belum puas dengan jawabannya sebelumnya sehingga bertanya lagi.
"Aku sudah menjawabnya tadi, kenapa kau bertanya lagi? Sudah aku bilang ibuku angkatku yang memberikannya padaku."
Levin tersenyum sinis kemudian berkata, "Sekarang katakan padaku, siapa nama ibu angkatmu? Siapa nama lengkap orang yang sudah memberikan kalung ini?" Levin menunjukkan kembali kalung berwarna biru itu pada Celia.
Wajah Celia seketika memucat. "Namanya...."
Melihat Celine tidak mampu menjawab pertanyaan, Levin tersenyum miring. "Kenapa? Tidak bisa menjawab? Apa kau lupa nama ibu angkatmu?" tanya Levin dengan sinis.
Celia menelan salivanya, wajahnya semakin tegang. Melihat Celia masih diam, Levin kembali berkata, "Biar aku bantu kalau kau lupa dengan nama ibu angkatmu. Jeslyn Christian Tjendra bukankah itu namanya? Orang yang telah memberikanmu kalung ini adalah ibuku, bukan?"
Celia langsung membelalak dan membeku seketika, wajahnya menjadi pucat pasi dan punggungnya seketika terasa dingin. "Kalung ini adalah milik mama yang diberikan papa ketika mereka menikah."
Celia masih bungkam dengan wajah pucatnya. "Biar aku tunjukkan fotonya, mungkin kau sudah lupa wajahnya karena sudah lama tidak bertemu dengannya."
Levin merongoh saku celananya lalu menujukkan ponselnya pada Celia yang memperlihatkan foto Jeslyn sedang berfoto dengan anak perempuan kecil. Foto itu adalah foto Jeslyn bersama dengan Celine ketika dia masih kecil. "Bukankah dia yang sudah memberikan kalung ini padamu?"
Mata Celia terlihat berkilau dan di bawah sana, dia meremas kedua tangannya dengan kuat. "Levin, kalung itu mungkin saja mirip dengan milik ibumu. Di dunia ini kalung seperti itu pasti tidak hanya ada...."
"Hanya ada satu di dunia ini. Papa memesannya secara khusus di Inggris sebagai hadiah pernikahan untuk mama."
Celia tidak berkutik. Bulu matanya bergerak tanpa henti.
"Mama memberikan kalung ini padamu di bandara ketika kau akan kembali ke Swiss. Mama bilang kau harus selalu memakainya dan tidak boleh melepasnya. Mama sengaja memberikan ini padamu agar tidak pernah melupakan kami, tapi apa sekarang? Kau melupakan kami semua Celine, termasuk aku. Inikah balasanmu pada mama yang sudah sangat menyayangimu seperti anak kandungnya sendiri?"
Celia memaling wajahnya ke samping karena tidak tahan dengan tatapan dingin dari Levin.
"Apa kau tahu, mama sampai jatuh sakit setelah kepergianmu. Dia bahkan sempat pingsan saat tahu kau menghilang. Berhari-hari mama dirawat di rumah sakit karena mengkhawatirkanmu. Dia bahkan sempat mengabaikan kami, anak-anaknya karena sangat cemas denganmu. Dia takut kau dalam bahaya. Kau pasti tidak tahu betapa rindunya mama padamu. Terkadang dia tidak sadar memanggil namamu." Levin memasukkan ponselnya kembali di sakunya.
Air mata Celia tanpa sadar menetes di pipinya. Dia ingin berbicara, tetapi tenggorokannya seolah tercekat sesuatu.
"Sebenci itukah kau padaku sampai kau mengganti indentitasmu agar aku tidak bisa menemukanmu? Apa kau tahu, aku mencarimu selama 10 tahun Celine, aku tidak pernah berhenti mencarimu."
Air mata Celia kembali menetes. "Tatapan aku, Celine." Levin menangkup wajah Celia agar bertatapan dengannya, "sekarang aku tanya padamu, benarkah kau tidak mengenaliku? Apa kau sungguh sudah melupakan aku? Setelah 6 tahun kebersamaan kita, kau sungguh tidak mengingatku sama sekali?"
Celia masih bungkam. Matanya terus berkedip dan bibirnya ikut gemetar. Dia kembali menatap ke samping untuk menghindari tatapan Levin.
"Kau boleh melupakanku, tapi kau tidak boleh lupa di mana rumahmu. Kau harus tetap ikut pulang bersamaku."
Celia akhirnya terisak. "Maaf Kak, aku tidak bisa ikut pulang denganmu. Itu bukan rumahku lagi. Aku harap kau bisa mengerti." Kata-kata itu keluar diiringi dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.
"Apa alasanmu tidak mau kembali?" tatap Levin, "apa karena Jefry? Karena pria itukah kau tidak mau ikut pulang bersamaku?" tanya Levin dengan wajah dinginnya.
Celia menggigit bibir yang terus gemetar. "Kak, aku bukan Celine yang dulu lagi. Aku tidak mau hidup sebagai dia. Anggap saja Celine memang sudah mati. Jangan cari aku lagi setelah ini."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Edah J
Akhirnyaaa terungkap juga yaa😊👍
2023-01-31
0