"Kau sudah bangun?"
Alea tersenyum manis saat melihat Levin memasuki ruang makan. Setelah selesai mendengarkan semua cerita dari adiknya mengenai Celine, Alea dibantu oleh Jeniffer merapihkan dan membersihkan apartemen Levin. Tidak hanya itu, Alea secara khusus memasak untuk Levin.
"Kapan kau datang?"
Levin menarik kursi lalu duduk dengan wajah lesu. Rambutnya nampak acak-acakkan, baju kemejanya kusut dan dua kancing bagian atas sudah terbuka. Baju yang dipakainya pun adalah baju kerja yang kemarin dia pakai.
Alea terlihat sedang menatap meja makan setelah selasai memasak. "Belum lama." Alea kemudian meletakkan piring di depan Levin. "Makanlah, aku sengaja memasak makanan kesukaanmu."
Levin menatap heran pada Alea karena merasa sikapnya sangat aneh pagi itu. Tidak biasanya dia bersikap selembut itu padanya. Terlebih lagi, dia memasak makanan untuknya. "Kau tidak bertanya kenapa aku baru bangun?" tanya Levin.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Seharusnya Levin sudah berada di kantor dan seharusnya pertanyaan yang diajukan oleh Alea adalah kenapa dia bangun siang.
"Itu urusanmu. Aku tidak mau ikut campur."
Levin meneliti wajah Alea sejenak kemudian menatap makanan yang ada hadapannya. "Kakak datang dengan siapa?"
Selesai menyendokkan nasi ke piring Levin, Alea duduk di sebrangnya. "Dengan Jen, tapi Jen sedang ke supermarket bawah untuk membeli sesuatu," jawab Alea.
Levin manggut-manggut dan terlihat temenung selema beberapa detik. "Makan yang banyak. Kau terlihat sangat kurus dari terakhir kita bertemu," sambung Alea lagi saat melihat Levin sudah meraih sendoknya.
Levin tersenyum tipis lalu menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. "Erzio mana?" tanya Levin setelah selesai mengunyah makanan di mulutnya.
Dia baru menyadari kalau temananya itu, tidak terlihat di apartemennya. Seingatnya, sebelum dia terkapar, Erzio masih menemaninya minum di ruang keluarga. Dia bahkan terkejut saat mendapati tubuhnya sudah berpindah ke kamar ketika dia baru bangun tidur.
"Dia kembali ke apartemennya untuk mandi. Dia akan ke sini lagi nanti."
"Kakak tidak makan?" tanya Levin saat melihat Alea hanya diam sambil menatap ke arahnya.
"Aku dan Jen sudah sarapan sebelum ke sini."
Alea dan Jen memang sengaja sarapan di apartemen mereka sebelum mengunjungi Levin dan Erzio karena mereka tahu kalau di apartemen mereka tidak ada makanan. Erzio dan Levin memang selalu sarapan di kantor dengan memesan layanan antar makanan.
Dari arah ruang keluarga, Erzio datang bersama dengan Jen. "Kau membeli apa?" Levin bertanya pada Jen setelah adiknya itu duduk di samping Alea.
"Membeli buah dan minuman dingin," jawab Jeniffer sambil meletakkan belanjaanya di atas meja.
Ketika melihat kulkas Levin yang hanya terisi botol air mineral dan beberapa minum kaleng, Jeniffer merasa kasihan pada Kakaknya. Tidak ada makanan apapun di dalam kulkas, bahkan camilan pun tidak ada.
Setidaknya, dia lebih beruntung dari kakaknya karena bisa merasakan masakan rumah setiap hari, berbeda dengan kakaknya, meskipun sebenarnya Levin bisa membeli makanan apa yang saja dengan uangnya, tetapi tetap saja rasa berbeda. Masakan indonesia, terlebih masakan rumah, lebih enak menurut Jeniffer.
"Kalian sarapanlah. Aku harus pergi," ucap Alea seraya berdiri.
Jeniffer ikut berdiri karena selama di Paris, dia akan mengikuti ke manapun Alea pergi. Itu adalah pesan ibunya saat tahu kalau Jeniffer tinggal bersama dengan Alea dan bukan dengan Levin.
"Kakak mau ke mana?" Levin menatap Alea dengan wajah heran.
"Aku harus bekerja. Ada pemotretan di salah satu majalah di sini. Aku juga akan fitting baju yang akan aku gunakan untuk acara fashion show minggu ini," jawab Alea.
Levin berpikir sejenak lalu berkata, "Aku akan mengantarmu. Tunggu aku selesai sarapan."
Erzio seketika menoleh pada Levin. "Kita harus ke kantor Vin. Kita sudah terlambat."
"Kau bawa mobil sendiri. Aku akan ke kantor setelah jam makan siang." Levin menjawab dengan wajah acuh tak acuh sembari mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
Erzio mendengus kesal mendengar ucapan Levin. Dia bangun sejak pagi menunggunya bangun agar bisa berangkat kerja bersama, tapi kini dia harus berangkat kerja sendirian. Dengan berat hati, Erzio pergi ke kantor setelah sarapan, sementara Alea, Jeniffer dan Levin pergi ke kantor salah satu majalah terkenal yang ada di Paris.
Setibanya di sana, Levin tidak langsung pulang, tetapi dia menemani Alea dulu. Di sana ternyata sudah ada manager Alea yang sudah lebih dulu datang. Alea langsung masuk ke ruangan ganti bersama dengan managernya, sementara Levin dan Jeniffer menunggu di ruangan tunggu.
Selesai dirias dan mengganti baju, Alea menuju ruang pemotretan diikuti oleh managernya, Levin, dan juga Jeniffer. Mereka bertiga duduk di kursi sembari menatap ke arah Alea yang sedang berpose. Hanya butuh waktu 30 menit, pemotreran pun selesai. Alea kemudian pergi ke ruangan ganti bersama managernya dan Jeniffer.
Levin memutuskan untuk pergi ke ruangan tunggu. Setelah keluar dari ruangan pemotretan, dia tidak sengaja bertemu dengan Celia yang baru akan masuk ke ruangan itu bersama dengan seorang wanita berkulit sawo matang dan berambut sebahu.
"Kita bertemu lagi, Nona Celia." Levin menyapa Celia saat melihat wajah wanita cantik itu terkejutnya, "apa yang nona Celia lakukan di sini?"
"Aku ada pemotretan di sini." Celia meminta managernya untuk masuk lebih dulu, setelah itu kembali menatap Levin, "bukankah seharusnya, aku yang bertanya, untuk apa Tuan Levin berada di sini?"
Sebelum Levin sempat menjawab pertanyaannya, Celia melontarkan sebuah pertanyaan lagi. "Tidak mungkin untuk menjadi model di majalah ini, bukan?"
Kalau untuk cover majalah bisnis, Celia akan percaya kalau Levin yang menjadi modelnya karena image Levin memang sangat cocok sebagai CEO muda berbakat dan tampan, tapi masalahnya ini adalah majalah mode. Tidak mungkin, Levin yang seorang CEO menjadi model di majalah tersebut.
Levin tersenyum miring mendengar itu, ingatan tentang Celine yang sudah meninggal seketika hilang ketika melihat Celia, padahal sejak kemarin hingga beberapa menit lalu, di benaknya hanya ada Celine.
"Memang bukan, tapi kalau Nona Celia ingin menjadikan aku sebagai partner di permotretanmu di majalah fashion ini, aku tidak akan menolak. Mungkin akan lebih bagus jika temanya mengenai pakaian pengantin kita. Sepertinya akan menarik jika kita melakukan pemotretan dengan tema itu."
Jika saja Erzio ada di sana, mungkin saja dia akan pingsan mendengar ucapan Levin yang terang-terang menggoda Celia.
Celia mendengus mendengar itu. "Maka, itu hanya akan menjadi mimpimu, Tuan Levin. Karena sampai kapanpun itu tidak akan terjadi."
"Kalau aku mau, aku bisa dengan mudah membuatmu melakukan pemotretan pakaian pengantin bersamaku tanpa bisa kau tolak," ucap Levin dengan arogan.
Celia nampak tersenyum sinis. "Teruslah bermimpi Tuan Levin, tapi jangan sampai lupa untuk bangun."
Saat akan melewati Levin, tangannya Celia dicekal olehnya. "Kita lihat saja nanti. Apakah itu hanya akan menjadi mimpiku atau justru akan menjadi mimpimu suatu hari nanti."
Celia melepaskan tangan Levin dari lengannya lalu berjalan masuk ke dalam ruangan pemotreran. Levin berbalik lalu kembali masuk ke dalam ruang pemotertan. Dia nampak berdiri seraya menatap Celia yang sedang berbicara fotografernya sebelum melakukan pemotretan.
Levin nampak terus memperhatikan Celia yang sedang memeragakan beberapa pose. Dia seperti sudah sangat terlatih dan tubuhnya bergerak dengan lentur dan terlihat sangat natural. Celia tentu saja menyadari kalau sedari tadi Levin terus menatap ke arahnya.
"Levin, apa yang kau lakukan di sini?"
Alea menatap heran Levin yang masih berada di ruangan pemotretan. Dia pikir Levin menununggunya di ruangan tunggu saat dia berganti pakaian, tapi nyatanya Levin tidak ada saat Alea menghampirinya ke ruangan tunggu. Akhirnya, dia kembali masuk ke ruangan pemotretan untuk mencari Levin dan ternyata dia memang ada di sana.
Levin menoleh pada Alea dan nampak kebigungan menjawab pertanyannya. "Apa kau kenal dengan Celia?"
Saat Alea masuk ke dalam ruangan pemotretan, dia melihat Levin nampak terus menatap ke arah Celia, itu sebabnya dia bertanya pada Levin.
"Dari mana Kakak tahu namanya?" tanya Levin dengan wajah heran.
"Tentu saja aku tahu, dulu aku beberapa kali pemotertan dengannya saat di London dan kini, aku memiliki project yang sama dengannya. Termasuk menjadi model di Paris Fashion Show nanti."
Levin nampak terkejut. Dia menoleh sebentar pada Celia lalu kembali menatap Alea. Wajah terkejut Levin seketika sirna dan tergantikan oleh senyum tipis di bibirnya. "Benarkah?"
Alea mengangguk. "Memangnya ada apa?"
"Tidak apa-apa," jawab Levin sambil menggeleng, "setelah ini, Kakak bilang akan fitting baju untuk acara fashion show, kan?"
"Iyaa."
Levin kembali tersenyum penuh arti. Itu artinya Celia juga akan ada di sana nanti karena dia juga ikut dalam acara fashion show itu. "Kalau begitu aku akan mengantarmu ke sana."
"Memangnya kau tidak bekerja?"
"Aku akan ke kantor setelah menemanimu."
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Edah J
Levin semakin penasaran dgn Celia
2023-01-31
0