Levin terlihat sedang berkutat dengan pekerjaannya saat Erzio masuk ke dalam ruangannya. Wajahnya nampak serius saat memeriksa dokumen yang ada di hadapannya. Hari ini dia sengaja ingin menyelesaikan pekerjaanya dengan cepat karena ingin pergi mencari alamat keluarga Celine yang baru.
"Vin, kak Alea meminta kita ke apartemenya setelah pulang bekerja."
Levin menghentikan pekerjaanya lalu menatap Erzio. "Bilang saja tidak bisa. Apa kau lupa kalau kita akan pergi menemui Celine?"
Erzio seketika baru teringat dengan janjinya pada Levin untuk menemaninya pergi ke alamat baru Celine. Karena insiden perdebatan dengan Jen kemarin malam, Erzio tidak berani lagi membahas mengenai Celine sejak tadi pagi.
"Tapi Kak Alea sudah memesan restoran untuk kita makan malam bersama," kata Erzio lagi.
Levin berpikir sejenak lalu menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul 2 siang. "Begini saja, selesaikan pekerjaanmu dengan cepat. Setelah itu kita mencari alamat baru Celine. Malam harinya baru kira bertemu dengan kak Alea di restoran sekalian kita bawa Celine untuk menemui kak Alea," usul Levin.
"Baiklah."
Satu jam kemudian mereka berangkat ke alamat yang sudah mereka dapatkan kemarin. Alamat tersebut cukup jauh dari lokasi kantor Levin. Butuh waktu 2 jam untuk ke sana. Mobil mereka berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan bangunan besar yang bergaya Haussmann dengan halaman luas.
Levin nampak menatap rumah di depannya dari dalam kaca mobilnya. Dia baru tahu kalau Celine berasal dari keluarga kaya. Dengan rumah sebesar itu, terlebih letaknya di Paris, tentu saja harganya sangat mahal dan bisa dipastikan dia berasal dari keluarga berkantong tebal.
"Kenapa kau melamun? Apa kau mau menunggu di sini sampai malam tiba?"
Seketika Levin tersadar lalu membuka pintu mobilnya. Dia berjalan mendekati pagar lalu memencet bel yang ada di dinding. Tidak lama berselang, pintu pagar terbuka.
"Anda mencari siapa?" Seorang wanita cantik bertubuh langsung bertanya pada Levin.
Levin tertegun selama beberapa saat ketika melihat wanita itu. Dia nampak memperhatikan bola mata wanita di depannya itu kemudian membuka mulutnya. "Apa benar ini rumah tuan Felix dan nyonya Sandra?" tanya Levin.
Wanita itu menatap pada Levin kemudian Erzio secara bergantian dengan tatapan heran. Dia terlihat sedang meneliti wajah mereka berdua sebelum menjawab pertanyaan Levin. Erzio juga terlihat memperhatikan wajah wanita cantik di depannya.
"Benar, ada perlu apa?"
"Aku ke sini untuk bertemu dengan Celine," jawab Levin.
Mata wanita itu terlihat membesar setelah mendengar itu. "Kalian dapat alamat ini dari mana?" Setahu wanita itu, hanya sedikit orang yang tahu alamat mereka yang baru.
"Dari Nyonya Grace."
"Kalau begitu, kalian masuk dulu."
Wanita itu mengajak Levin dan Erzio masuk ke dalam rumah dan meminta mereka untuk duduk di ruang tamu setelah itu dia masuk mencari orang tuanya.
Setelah kepergian wanita itu, Erzio mendekatkan tubuhnya pada Levin dan bertanya dengan suara pelan. "Apa wanita itu Celine?"
"Bukan, warna bola mata mereka berbeda. Celine memiliki warna mata amber, sementara wanita tadi berwarna coklat."
Kalau dilihat sekilas, warna mata wanita tadi memang terlihat seperti orange-kecoklatan sedikit keemasan agak mirip dengan warna mata Celine yang berwarna amber.
"Matamu sungguh jeli kalau sudah berhubungan dengan Celine," bisik Erzio.
Levin menoleh dengan tatapan tidak suka pada Erzio. "Kau saja yang bodoh."
Saat akan menimpali ucapan Levin, terlihat seorang wanita berumur 45 tahun datang bersama dengan wanita bertubuh ramping tadi.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu." Wanita paruh baya itu terlihat menyapa Levin dan Erzio dengan ramah, setelah itu duduk di hadapan Levin dan Erzio dan bersebelahan dengan wanita bertubuh ramping itu.
"Tidak apa-apa, Nyonya," jawab Erzio.
Wanita paruh tersenyum. "Kenalkan namaku, Sandra dan ini putriku, namanya Feyrin."
Kebetulan Felix sedang bekerja jadi hanya ada Sandra di rumah.
Levin dan Erzio seketika memperkenalkan dirinya juga pada Sandra dan anaknya. Levin juga menjelaskan siapa orang tuanya karena Sandra memang tidak mengenal Levin. Saat Sandra ke rumah Levin dulu, mereka tidak pernah bertemu dengannya sama sekali.
"Jadi kau anak dari Jeslyn dan Dave?" tanya Sandra sembari menatap ke arah Levin.
"Benar. Maksud ke datangan saya ke sini adalah untuk menemui Celine."
Sandra nampa terdiam selama beberapa menit. "Ada keperluan apa kau mencari Celine?"
"Dia menghilang begitu saja setelah kepergiannya ke Swiss. Nomor ponsel kalian tidak bisa dihubungi. Kalian juga pindah dari alamat yang kalian berikan pada pada kekuargaku. Kami sudah mencarinya bertahun-tahun. Ibuku sangat merindukannya dan ingin bertemu dengannya."
Sandra terlihat tenang, meskipun Levin terlihat menatap penuh selidik padanya.
"Maaf, ponsel suamiku hilang dan aku juga tidak memiliki nomor ponsel orang tuamu sehingga kami tidak bisa mengabari kalian saat kami pindah," ungkap Sarah.
Saat itu, mereka memang hanya meninggalkan nomor ponsel Felix, suami Sandra pada orang tua Levin.
Feyrin terlihat menatap ke arah Levin sedari tadi dan itu disadari oleh Erzio yang duduk bersebrangan dengannya.
"Lalu kenapa Celine tidak pernah ke Indonesia untuk menemui kami? Apa kau yang melarangnya?"
Erzio sedikit terkejut saat mendengar ucapan Levin yang terkesan berani menuduh pemilik rumah yang mereka datangi.
Sandra tersenyum, tapi deretan giginya tidak terlihat. "Bukan aku yang melarangnya, tapi dia yang tidak mau ke sana. Dia bilang tidak mau berhubungan dengan keluarga kalian lagi, terutama denganmu."
Wajah Levin seketika menjadi dingin dan rahangnya terlihat mengeras. "Di mana sekarang dia berada? Aku ingin bertemu dengannya."
"Kau tidak bisa bertemu dengannya karena dia sudah meninggal."
Levin merasa bagai terhantam batu besar tak kasat mata setelah mendengar itu. Dia terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Erzio juga tidak kalah terkejutnya dengan Levin. Matanya membulat dengan mulut sedikit terbuka.
"Jangan berbohong padaku. Aku tahu kau pasti menyembunyikan keberadaannya, kan?"
"Dia memang sudah meninggal. Ibuku tidak berbohong padamu. Lagi pula, untuk apa kami membohongimu. Tidak ada untungnya sama sekali bagi kamu," sela Feyrin saat melihat kalau Levin tidak percaya dengan ucapan ibunya.
"Bagaimana bisa dia meninggal? Dia tidak memiliki riawayat sakit apapun sebelumnya."
Sebulan sebelum Celine ke Swiss, Jeslyn pernah melakukan pemeriksaan menyeluruh pada Celine di rumah sakit milik keluarga mereka dan tidak ditemukan sakit apapun pada Celine.
"Dia meninggal bukan karena sakit," potong Feyrin.
"Lalu apa penyebabnya meninggal?" Erzio tidak tahan untuk bertanya juga.
"Dia meninggal dalam kebakaran 8 tahun lalu saat kami sedang berlibur ke Guarda. Dia tidak bisa diselamatkan karena terjebak di dalam villa saat dia berusaha menolong seorang anak kecil."
Levin menggelengkan kepala berkali-kali. "Tidak mungkin, ini tidak mungkin. Kau pasti bohong, kan?"
Erzio memegang lengan Levin saat mendengar nada bicaranya yang mulai meninggi. "Levin, tenanglah."
Melihat emosi Levin yang mulai naik, Sandra berkata lagi, "Kalau kau tidak percaya, silahkan pergi di Guarda dan bertanya langsung dengan warga di sana mengenai kejadian 8 tahun lalu atau kau bisa langsung menanyakan kepada pihak polisi di sana."
Dengan tatapan dingin, Levin bertanya lagi pada Sandra. "Kalau begitu, di mana jasadnya di makamkan?"
"Beberapa mayat di vila itu tidak bisa di indentifikasi karena hangus terbakar, termasuk mayat Celine jadi mereka di kubur masal di sana tanpa nama."
Levin kembali menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Sandra. "Aku tidak percaya kalau Celine sudah meninggal. Sampai kapan pun tidak akan percaya. Mayatnya tidak ditemukan, bisa jadi dia selamat dalam kebakaran itu." Setelah mengatakan itu, Levin bergegas keluar dari rumah itu tanpa berpamitan.
"Maafkan ketidaksopanan temanku. Dia sepertinya masih terkejut jadi belum bisa menerima kenyataan yang ada."
Selesai meminta maaf dan berpamitan dengan pemilik rumah, Erzio bergegas menyusul Levin. Dalam perjalanan pulang, Levin mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi hingga membuat jantung Erzio berdebar kencang.
"Levin, apa kau gila??" teriak Erzio saat Levin hampir saja menabrak mobil di depannya, "pinggirkan mobilnya. Biar aku yang menyetir. Aku tidak mau mati muda."
Levin langsung mengerem mendadak hingga membuat tubuh Erzio bergerak ke depan dan kembali tertarik ke belakang akibat sabuk pengaman.
"Levin, tenanglah, kendalikan dirimu. Kau bisa membunuh kita berdua kalau begini caranya," ujar Erzio dengan suara sedikit tinggi.
Levin menoleh pada Erzio dengan tatapan dingin. "Bagaimana aku bisa tenang setelah dia bilang Celine sudah meninggal! Perjuanganku selama bertahun-tahun sia-sia saja dengan beberapa kata darinya." Napas Levin terdengar naik turun.
"Lalu kau mau apa?? Kita harus bagaimana lagi? Memang itu kenyataannya. Kau harus bisa menerima kennyataan yang ada, Levin!"
Levin mengusap kasar wajahnya dan memegang stir dengan kuat. "Bagaimana dia bisa setega ini padaku? Dia bahkan tidak memberikan aku kesempatan untuk meminta maaf. Apa dia ingin membuatku hidup dalam rasa bersalah seumur hidupku? Apa dia sengaja menghukumku dengan cara ini?"
Mendengar itu, Erzio menghela napas pelan sembari memegang lengan Levin. "Vin, aku tahu ini berat untukmu, tapi inilah kenyataannya. Kau harus bisa menerimanya dan berhenti sampai di sini."
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
lia
Celia itu pasti Celine yg udh operasi wajah cs luka bakar
2024-03-28
0
Neank Thiefa
benarkan Celia itu Celine mungkin waktu terjebak kebakaran wajahnya terkena api jadi rusak terus melakukan operasi plastik
2023-03-10
0
Edah J
kayaknya itu bohong mungkin juga Celine yg minta supaya bilang seperti itu
2023-01-31
0