Celia terlihat menatap Levin dengan wajah serius. "Kau pasti sangat menyukainya sehingga kau masih mencarinya sampai sekarang, bukan?"
Levin bungkam. "Kenapa kau bisa kehilangan dirinya?" tanya Celia dengan wajah heran disertai dengan senyum sinis, "katakan padaku, kenapa? Kenapa kalian bisa berpisah kalau kau begitu mencintainya?"
Levin nampak masih terdiam sambil menatap ke bawah dengan wajah dinginnya. "Dia pergi meninggalkan aku tanpa berpamitan."
Celia nampak belum puas mendengar jawaban dari Levin. Dia kembali bertanya pada Levin. "Kenapa dia bisa pergi? Apa kau menyakitinya?" cecar Celia.
Levin mengangkat kepalanya, menatap Celia dengan dingin. "Aku tidak pernah menyakitinya. Dialah yang sudah menyakitiku dan keluargaku dengan kepergiannya. Keluarga memperlakukannya dengan sangat baik, tapi dia justru meninggalkan kami dan menghilang begitu saja dan meninggalkan luka pada kami."
Bulu mata Celia bergetar mendengar itu dan wajah terlihat sedih sejenak kemudian tersenyum mengejek. "Kalau begitu, kau harusnya melepasnya. Jangan mencarinya lagi," ucap Celia dengan wajah santai, "kalau kau tidak menemukannya, meskipun sudah mencarinya setelah sekian lama, itu artinya kalian memang tidak ditakdirkan untuk bertemu lagi. Lebih baik kau berhenti."
Levin terlihat menatap Celia tidak senang. "Tentu saja aku tidak bisa berhenti sekarang. Aku sudah menghabiskan seluruh hidupku untuk mencarinya. Aku mencarinya bukan karena aku mencintainya, tapi karena aku ingin tahu kenapa dia tiba-tiba menghilang."
Celia terlihat menelan salivanya. "Untuk apa kau mencari orang yang sudah menyakitimu? Kalau dia pergi dan tidak pernah muncul di hadapanmu, itu berarti dia sudah bahagia dengan hidupnya. Seharusnya kau sadar kalau dia tidak ingin bertemu denganmu lagi."
"Setidaknya jika dia tidak ingin berhubungan dengan keluargaku, seharusnya dia bicara baik-baik. Bukan malah menghilang hingga membuat ibuku sampai jatuh sakit karena memikirkannya." Wajah Levin terlihat semakin dingin dan tangannya perlahan mengepal. "Aku harus menanyakan langsung padanya. Kenapa dia tidak pernah kembali setelah sekian lama pergi."
Celia tersenyum miring. "Jika nanti dia memang tidak mau berhubungan dengan keluargamu lagi, apa yang akan kau lakukan?"
Levin menatap Celia dengan tatapan menusuk seolah dia adalah Celine. "Aku akan melepasnya, tapi sebelum itu, aku akan membuatnya menyesal karena sudah menyikiti keluargaku dan akan aku buktikan kalau kami bisa hidup bahagia tanpanya."
Bulu mata Celia kembali bergetar. Tatapan matanya terlihat berkilau. "Karena kau sedang sedih, maka aku akan menemanimu untuk minum malam ini," ucap Celia sambil tersenyum, senyum yang dipaksakan.
Levin hanya diam dan meraih gelasnya lalu menghabiskan minumannya. Mereka tidak berkata-kata lagi dan hanya menikmati minuman mereka. Tepat pukul 11 malam, Celia terlihat mulai mabuk.
Levin akhirnya memutuskan untuk membayar minuman mereka, setelah itu, memapah Celia menuju kamarnya karena Celia tidak bisa berjalan dengan benar, bahkan dia terus meracau tidak jelas setelah dia mabuk.
"Celia, di mana kartumu?" tanya Levin ketika sudah berada di depan pintu kamarnya.
"Kartu?" ulang Celia dengan wajah bodohnya.
"Iyaa, di mana kartu kamarmu?" tanya Levin tidak sabar.
"Tidak ada. Kartunya hilang." Mabuk sudah membuat Celia tidak bisa berpikir dengan benar dan berbicara dengan asal.
Levin terlihat berdecak kesal. Karena Celia tidak memberitahu di mana kunci kamarnya, Levin akhirnya membawa Celia ke kamarnya, setelah itu membaringkannya di ranjangnya dengan susah payah.
"Celia, bangun."
Levin menepuk wajah Celia setelah duduk di tepi tempat tidur. Melihat Celia tidak merespon, Levin memutuskan untuk membiarkannya untuk tidur di kamarnya. Karena dia juga merasa mabuk serta kepalanya sedikit pusing, Levin memutuskan untuk berbaring di sebelah Celia.
Saat akan memejamkan matanya, Celia berbaik ke arahnya dan Levin tidak sengaja melihat sebuah kalung di leher Celia. Liontin kalung itu hanya terlihat sedikit dan tidak terlihat jelas karena tertutup oleh baju Celia. Saat dia akan menarik kalung tersebut agar terlihat jelas, tiba-tiba Celia memeluk tubuh Levin dengan mata tertutup sehingga membuat tubuh Levin membeku seketika.
Ini pertama kalinya dia dipeluk oleh wanita. Selama ini, Levin tidak pernah mau berdekatan dengan wanita manapun dan selalu menjaga jarak dengan lawan jenisnya. Padahal, banyak sekali wanita yang mengejarnya. Entah apa yang membuat Levin nampak begitu dingin terhadap wanita yang berniat mendekatinya.
Belum hilang keterkejutan Levin, terdengar suara Celia memanggil namanya. "Kak Levin, jangan pergi," racau Celia.
Mata Levin langsung melebar setelah mendengar itu. Suara itu, cara Celia memanggilnya mengingatkannya pada seseorang. Levin terlihat menundukkan kepalanya dan menatap wajah Celia. Matanya terlihat masih tertutup, sepertinya, Celia sedang mengingau.
Levin mengurai pelukan Celia lalu bertanya padanya. "Celia, kau memanggilku apa tadi?" tanya Levin cepat, "coba panggil aku lagi. Aku ingin mendengar kau memanggilku seperti tadi." Levin terlihat sangat antusias dan bersemangat.
Celia terlihat diam dengan mata tertutup. Beberapa kali Levin menepuk wajahnya, tapi Celia tidak bergerak ataupun membuka matanya. Levin akhirnya berhenti dan menatap waja Celia dengan tatapan rumit selama beberpa saat.
"Sepertinya aku mabuk. Mana mungkin dia memanggilku seperti itu."
Tidak mau banyak berpikir, Levin memutuskan untuk memejamkan matanya. Tidak butuh waktu lama, Levin pun tertidur di samping Celia dengan jarak yang aman. Ini pertama kalinya Levin tidur di kamar yang sama dengan wanita.
Saat tengah malam, Celia terbangun dan melihat Levin tertidur di sebelahnya. Dia menatap sekitar dan baru mengerti kalau dia bukan berada di kamarnya. Celia kemudian kembali menatap Levin. Alis hitam dengan garis tegas, mata sipit, hidung mancung, bibir tipis dan sedikit berwarna merah.
Tangannya terulur ingin memegang wajah Levin, tapi dia urungkan. Dia memutuskan untuk turun dari tempat tidur, setelah itu berjalan keluar ke arah pintu. Sebelum menutup pintu, Celia menoleh sejenak pada Levin dengan tatapan tidak terbaca kemudian keluar dari kamar Levin.
******
Saat terbangun di pagi hari, Levin melihat sudah tidak ada Celia di sebelahnya. Levin berpikir mungkin Celia sudah kembali ke kamarnya. Dia memutuskan untuk mandi setelah itu sarapan di bawah bersama dengan Erzio.
"Aku sudah memesan tiket pulang. Kita harus segera ke bandara setelah ini," ucap Erzio setelah selesai sarapan.
Levin terlihat termenung. Dia masih memikirkan kejadian semalam saat Celia memanggil namanya. Dia merasa kalau itu memang kenyataaan dan bukan halusinasinya.
"Vin, kau tidak dengar aku bicara apa??" tanya Erzio ketika melihat Levin masih terdiam dan tidak merespon ucapannya.
"Kau bilang apa?" tanya Levin seraya menatap Erzio dengan wajah bingung.
Erzio terlihat menghela napas. "Kita akan ke bandara setelah ini. Aku tidak mendapatkan kursi frist class karena penuh. Terlebih lagi ini hari weekend jadi aku hanya mendapatkan bisnis class," terang Erzio.
Mereka biasanya menggunakan maskapai penerbangan asal Prancis, Air France, yang memiliki area duduk kelas La Première dengan bangku yang bisa direbahkan hingga menjadi kasur. Selain itu, ada ruang kaki yang lebih nyaman, area duduk ini juga dilengkapi dengan loker, TV, serta sekat antar bangku demi privasi penumpang.
Mereka memang terbiasa memesan fist class di setiap penerbangan mereka, tapi karena Levin tiba-tiba mempercepat kepulangan mereka, jadi mereka hanya mendapatkan bisnis class. Meskipun sebenarnya, bisnis class juga termasuk tempat duduk yang mahal.
"Tidak masalah."
"Tempat duduk kita juga terpisah."
Levin kembali termenung dan itu membuat Erzio kesal. "Apa yang sedang kau pikirkan? Semenjak kau bertemu dengan Celia, kau terlihat lebih sering melamun. Sebenarnya, ada apa denganmu?"
Levin nampak masih diam sambil menatap ke arah meja kemudian berdiri. "Aku akan bersiap. Kita bertemu di loby."
Setelah mereka check out, mereka bergegas menuju bandara karena waktu penerbangan mereka sebentar lagi. Setelah melewati pemeriksaan terakhir, Levin dan Erzio berjalan melwati lorong menuju pesawat. Mereka terus berjalan ke arah bisnis class. Tempat duduk Levin dan Erzio letaknya tidak terlalu jauh. Tempat duduk Levin berada di sebelah kiri jendela, sementara Erzio di belakang sebelah kanan jendela.
Ketika Levin duduk di kursinya, dia melihat kursi di sebelahnya masih kosong. Sepuluh menit sebelum penerbangan, seorang wanita duduk di sebelah Levin dengan napas terengah-engah. Saat Levin menoleh, ternyata Celia yang duduk di sebelahnya yang dipisahkan oleh sekat.
"Kau naik pesawat ini juga?" tanya Celia dengan wajah terkejut ketika melihat Levin duduk di sebelahnya.
"Apa ada larangan kalau aku tidak boleh naik pesawat ini?"
Melihat sikap dingin Levin, Celia sempat tertegun sesaat. "Aku hanya bertanya. Kau tidak perlu sesinis itu padaku."
Celia lalu duduk dan mengabaikan Levin. Dia terlihat menghubungi seseorang sebelum pesawat lepas landas. "Tidak perlu menjemputku. Aku akan naik taksi." Setelah selesai menelpon, Celia mematikan ponselnya.
Tidak lama setelah itu, terdengar suara dingin dari sebelahnya. "Tuan Jefry begitu sibuk, masih menyempatkan waktu untuk menjemput kekasihnya. Aku sangat iri dengannya," ucap Levin dengan senyum mengejek.
"Aku juga iri dengan wanita yang menjadi kekasih, Tuan Levin. Bahkan wanita yang sudah menyakitinya saja, dicari hingga 10 tahun lamanya. Apalagi kalau kekasihnya yang hilang. Mungkin saja akan melajang seumur hidup. Pria setia seperti Tuan Levin sangat sulit didapatkan."
Sorot mata Levin menjadi dingin setelah mendengar itu. "Oh ya, karena semalam Tuan Levin sudah menolongku saat mabuk, aku akan mentraktirmu setelah ini jika kau berkenan."
Levin tersenyum miring. "Bantuan kecil seperti itu, tidak perlu dibalas."
Celia tersenyum tipis dan berusaha bersikap lembut. "Sejujurnya aku tidak suka berhutang budi dengan orang lain, maka dari itu, aku ingin mengajak Tuan Levin untuk makan siang sebagai ucapan trima kasih atas bantuan semalam."
"Baiklah kalau Nona Celia memaksa, tapi bagaimana kalau aku menginginkan yang lain sebagai balasannya?"
"Katakan, apa yang kau inginkan dariku?"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Edah J
Apa alamat yg dikasih kerabatnya dari bibi Celine belum di telusuri ya?
2023-01-31
0