"Nona Celia, apa yang kau lakukan di sini?"
Wanita itu menoleh dan sedikit terkejut ketika melihat Levin sedang berdiri tidak jauh darinya.
"Kau mengikutiku sampai ke sini?" tuduh Celia dengan wajah tidak suka. Dia hanya tidak menyangka akan bertemu lagi dengan pria di depannya itu, terlebih di negara lain.
"Tidak," jawab Levin datar.
Celia menarik salah satu sudut bibirnya lalu tersenyum sinis. "Kebetulan yang sangat tidak masuk akal." Dia masih merasa kalau pertemuan mereka bukanlah sebuah kebetulan.
"Itu yang dinamakan takdir, Nona Celia."
Celia mendesis dengan senyum mengejek mendengar itu. "Hanya karena bertemu satu kali, itu tidak bisa dikatakan dengan takdir, Tuan Levin. Kalau kita bertemu beberapa kali lagi secara tidak sengaja di suatu tempat, maka, aku akan percaya kalau itu memang takdir."
Levin melangkah perlahan mendekati Celia, berdiri tepat di depannya lalu memiringkan wajahnya sambil berkata, "Entah kenapa, semakin kau bersikap dingin padaku, aku semakin yakin kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku."
Celia kembali tersenyum dingin. "Kita tidak saling mengenal Tuan Levin, untuk apa aku menyembunyikan sesuatu darimu."
Levin mengamati wajah Celia sejenak lalu kembali membuka suaranya. "Tapi kenapa aku merasa kalau kau mengenalku dengan baik?"
Bulu mata Celia bergetar setelah mendengar itu, juga bola matanya bergerak tidak tentu arah menghindari tatapan menyelidik dari Levin. "Tuan Levin, maafkan aku karena tidak bisa meladenimu. Aku harus pergi."
"Tunggu dulu." Levin menahan tangan Celia saat dia akan melangkah pergi.
Celia berbalik dengan wajah kesal. "Ada apa lagi?"
Levin melepaskan tangan Celia lalu kembali berdiri di hadapannya. "Karena sudah bertemu di sini. Bagaimana kalau kita berbincang sebentar. Aku ingin memastikan sesuatu."
Celia masih tidak mengerti, kenapa pria di depannya itu sangat penasaran dengannya. "Maaf, aku sedang sibuk jadi tidak bisa mengobrol denganmu."
Selesai mengatakan itu, Celia langsung pergi dari sana dan Levin juga tidak berusaha untuk menghentikannya. Dia justru mengikuti Celia dari belakang. Baru pertama kali, dia begitu penasaran terhadap seorang wanita. Setelah sekian lama berjalan, akhirnya dia melihat Celia masuk ke area sebuah hotel yang terkenal di kota itu.
Hotel tersebut sama dengan hotel tempat Levin menginap. Diam-diam Levin tersenyum saat mengetahui kalau Celia menginap di tempat yang sama dengannya. Dia memutuskan menyusul Celia masuk ke dalam lift ketika lift akan tertutup.
"Kenapa kau mengikutiku lagi?" tanya Celia dengan wajah tidak suka.
Levin terlihat santai dan memencet angka yang berada di dinding lift. "Aku juga menginap di sini."
Wanita itu terlihat terkejut ketika mendengar itu, terlebih lagi saat melihat angka yang di pencet oleh Levin. "Ternyata kau di lantai ini juga. Aku rasa kita memang di takdirkan untuk bertemu," ucap Levin ketika melihat Celia keluar dari lift di lantai yang sama dengannya.
Celia mengabaikan ucapan Levin dan memilih untuk berjalan ke kamarnya dan ternyata kamar mereka mereka saling berhadapan. Setelah pintu kamar Celia tertutup, pintu kamar di sebelah Levin terbuka. Ternyata Erzio yang keluar dari kamar tersebut.
"Kau dari mana saja? Aku mencarimu sedari tadi," ujar Erzio sambil menghampiri Levin.
"Mencari angin." Levin masuk ke dalam kamarnya setelah pintu kamarnya terbuka.
Erzio terlihat mengikutinya dari belakang. "Ada apa denganmu? Apakah ada hal baik yang membuatmu suasana hatimu senang?" tanya Erzio seraya merebahkan tubuhnya pada sofa. Dia merasa tubuh terasa sangat pegal karena seharian mencari keberadaan Celine bersama Levin.
"Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan Celia," jawab Levin tenang.
Erzio seketika bangun dari tidurnya lalu duduk menghadap Levin. "Dia ada negara ini?"
"Hhmmmm," gumam Levin sambil mengangguk pelan.
Erzio terlihat memicingkan matanya. "Apa kau tertarik dengannya?"
Levin menatap malas wajah Erzio sejenak lalu fokus pada layar ponsel yang sedang dia pegang. "Tentu saja tidak."
Selama ini, belum ada yang bisa mempengaruhi suasana hati Levin, selain Celine. Dia sangat tertutup, dingin, tidak banyak bicara dan jarang sekali menunjukkan emosi dalam dirinya. Semenjak pertemuannya dengan Celia beberapa hari yang lalu, ada sedikit perubahan pada Levin. Dia lebih banyak bicara dan ekpresi wajahnya tidak sedingin yang dulu.
Erzio masih menatap Levin dengan tatapan menyelidik. "Apa yang akan kau lakukan setelah bertemu dengan Celine?"
Tiba-tiba membahas Celine, Levin baru teringat hal itu. "Tentu saja membawanya pulang. Aku juga ingin tahu, alasan kenapa dia tiba-tiba menghilang dan tidak pernah menghubungi kami lagi." Wajah Levin seketika berubah menjadi dingin seketika, "kalau dia marah padaku karena sikapku yang dulu, aku bisa mengerti, tapi setidaknya dia memikirkan mama. Mama sangat menyayanginya bahkan sempat jatuh sakit karena kehilangan jejaknya."
Erzio tahu hal itu. Hanya saja, itu sudah terjadi 10 tahun yang lalu. Mungkin saja, Celine saat ini sudah bahagia dengan kehidupannya sendiri dan tidak ingin kembali ke masa lalu.
"Seharusnya kau tahu, ada begitu banyak alasan kenapa dia tidak mau kembali. Ketika dia masuk ke dalam keluargamu, kau selalu bersikapmu dingin padanya. Dia sangat senang memiliki kakak sepertimu, tapi kau selalu mengabaikannya dan bersikap acuh tak acuh padanya hingga membuatnya menjadi pribadi yang tertutup."
Wajah Levin berubah muram. "Aku tidak mengabaikannya ataupun membencinya. Aku hanya tidak ingin dia menjadi adikku."
"Kenapa? Meskipun kau selalu bersikap dingin padanya, tapi dia sangat senang memiliki kakak sepertimu. Dia selalu tersenyum saat sedang membicarakanmu. Sebenarnya, apa salahnya sehingga kau selalu bersikap dingin padanya?" tanya Erzio.
"Tidak ada. Aku hanya tidak mau dia menjadi adikku."
Erzio menghela napas. Alasan itu sudah sering dia dengar. "Apa kau tidak kasihan padanya? Kau seharusnya tahu, menjadi bagian dari keluargamu juga sulit baginya. Dia harus mendapatkan hinaan serta pembuliyan di sekolah karena itu. Kau tidak tahu seberapa menderitanya dia saat masih kecil. Orang-orang menganggapnya sebagai parasit di keluargamu. Di depan keluargamu, semua orang bersikap baik padanya, tapi di belakang kalian, mereka mencaci dan menghinanya, bahkan melukai fisiknya. Jika bukan karena aku sering melindunginya dulu, dia tidak akan lolos dari siksaan temannya-temannya. Dia melarangku memberitahumu karena takut kau akan malu dan marah padanya."
Sebelum Levin memergoki perlakuan buruk teman-teman Celine waktu itu, Celine memang sudah sering mendapatkan perlakukan buruk oleh teman sekolahnya dan Erzio yang sudah sering membantunya tanpa sepengetahuan Levin.
******
Pukul 9 malam, Levin keluar dari kamarnya. Dia menatap sejenak kamar yang ada di depannya kemudian berjalan ke arah lift. Dia memutuskan untuk pergi ke bar yang ada di hotel tersebut untuk sekedar menenangkan diri.
Setibanya di bar, ternyata dia melihat Celia sedang duduk sendiri sebuah meja dekat bartender. Levin lalu menghampirinya. "Tidak baik terlalu banyak minum," ucap Levin seraya duduk di sebelah Celia.
"Kau lagi." Celia terlihat menatap malas Levin sebentar lalu kembali menatap pada gelas yang ada di tangan kanannya, "kenapa kau selalu muncul di hadapanku?"
"Aku juga tidak tahu kalau kau ada di sini." Levin memesan minuman, setelah itu, dia duduk diam tanpa mengatakan apapun.
"Baiklah. Kalau begitu, aku pergi."
Ketika Celia akan beranjak dari duduknya, Levin menahan tangannya. "Tunggu." Levin menatap lekat mata Celia, "aku hanya ingin mengobrol sebentar denganmu. Aku janji tidak akan pernah mengganggumu lagi setelah ini."
Bulu mata Celia bergetar mendengar itu, sorot matanya berubah menjadi sendu sesat dan kembali normal setelahnya. "Baiklah." Celia kembali duduk di tempatnya.
"Bicaralah," ucap Celia sambil meneguk minuman yang ada di gelasnya.
Levin mengangkat kepalanya dan menatap Celia dengan tatapan bingung. "Bukankah kau ingin mengobrol denganku?" tanya Celia.
Awalnya dia memang ingin bertanya banyak hal pada Celia, tapi entah kenapa semua pertanyaan yang ingin dia ajukan mendadak hilang setelah wanita itu duduk di depannya.
"Ada keperluan apa kau ke negara ini?" tanya Levin akhirnya setelah terdiam selama beberapa saat.
"Tidak ada. Hanya jalan-jalan saja," jawab Celia santai lalu menenguk minumannya.
Levin kembali diam. Celia lalu menatap Levin ketika melihat pria itu hanya diam seraya menatap wajahnya. "Apa aku masih terlihat mirip dengannya? Mirip dengan anak itu?" tanya Celia dengan senyum sinisnya.
Levin terdiam seraya menatap pada gelas yang ada di meja. "Aku masih tidak mengerti, kenapa kau bisa berpikir kalau aku adalah Celine. Padahal, jelas-jelas wajah kami berbeda."
Levin mengangkat kepalanya lalu menatap Celia dengan lekat. "Suaramu, matamu, caramu menatapku sama seperti cara dia menatapku. Aku tidak akan pernah lupa bagaimana caranya menatapku."
Celia tersenyum sinis sebentar lalu kembali meneguk minumannya. "Sudah berapa lama kau terpisah dengannya?"
"Sudah 10 tahun."
Celia terlihat menatap Levin dengan wajah serius. "Kau pasti sangat menyukainya sehingga kau masih mencarinya sampai sekarang, bukan?"
Levin bungkam. "Kenapa kau bisa kehilangan dirinya?" tanya Celia dengan wajah heran disertai dengan senyum sinis, "katakan padaku, kenapa? Kenapa kalian bisa berpisah kalau kau begitu mencintainya?"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Dyah Oktina
berarti umur celine 18thn ya saat d cerita ini
2024-12-24
0
Edah J
Sepertinya Celine masih mau menguji Levin🙂
2023-01-31
0