Erzio menatap pasrah pada Levin yang terlihat sedang meneguk minuman alkohol di apartemennya. Setelah pulang dari club malam, Erzio langsung membawa Levin ke apartemennya yang bersebelahan dengan apartemen milik Levin. Dia sengaja membawa Levin ke apartemenya karena takut kalau Levin akan melakukan hal nekat.
Erzio jelas tahu, apapun yang berhubungan dengan Celine, akan membuatnya hilang kendali. Setelah mendengar ucapan wanita yang mengatakan kalau Levin salah mengenalinya sebagai Celine, Erzio sempat berpikir kalau Levin sudah mabuk, nyatanya dia tidak menyentuh sedikitpun minuman alkohol selama berada di club tadi.
Dia menduga kalau ada sesuatu yang membuat Levin begitu yakin kalau wanita tadi adalah Celine. Terlebih saat melihat reaksinya tadi saat menatap mata wanita itu. Dia belum pernah menatap wanita dengan tatapan seperti itu. Tatapan lembut penuh kasih sekaligus menyiratkan kerinduan yang mendalam berhasil ditangkap oleh Erzio, meskipun itu hanya sesaat.
“Vin, wanita itu, bukankahlah Celine. Selain warna matanya, lainnya, sangat berbeda dengan Celine yang kita kenal. Bahkan wajah mereka terlihat sangat berbeda,” ucap Erzio pada akhirnya setelah terdiam selama setengah jam.
Sedari tadi dia hanya menatap Levin yang terus menenguk minuman yang ada di depannya. Baru kali, ini dia melihat Levin hilang kendali lagi, semenjak kepergian Celine 10 tahun lalu.
Levin nampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia terus menatap ke arah depan, di mana terlihat pemandangan luar kota Paris serta menara Eiffel dari apartemen Erzio, meskipun hanya terlihat dari jauh.
“Kenapa tidak berhenti saja. Aku rasa dia sudah bahagia dengan kehidupannya sendiri. Mungkin dia sudah melupakanmu. Terbukti, dia tidak pernah sekalipun datang ke Indonesia. Padahal, sudah jelas dia tahu di mana kediamanmu. Lagi pula, tidak sulit baginya untuk mencari informasi tentang keluargamu, terlebih lagi papa adalah orang paling berpengaruh di sana. Aku rasa dia memang tidak mau kembali. Mungkin dia pikir kau membencinya.”
Mengenai surat yang pernah ditinggalkan oleh Celine, Erzio sudah membacanya. Dari situlah dia tahu kalau Celine mengira kalau Levin sangat membecinya. Sebenarnya, Erzio tidak bisa menyalahkan Celine yang tiba-tiba menghilang karena secara tidak langsung Levinlah yang sudah mendorong Celine untuk pergi.
Jika saja dulu dia bersikap baik dengan Celine, mungkin dia akan lebih memilih untuk tinggal bersamanya dari pada kembali ke Swiss. Mungkin mereka memang tidak ditakdirkan untuk bertemu lagi agar bisa menjalani hidup masing-masing dengan baik.
“Berhenti kau bilang? Setelah sekian lama aku mencarinya, kau menyuruh untuk berhenti?” ujar Levin dengan wajah dinginnya, “bagaimana aku bisa berhenti kalau wanita itu saja sangat mirip dengannya. Tatapan matanya, aku tidak akan pernah melupakan tatapan Celine padaku. Tatapan wanita itu bahkan sangat mirip dengan cara Celine menatapku.”
Erzio mengusap kasar wajahnya. “Kalau dia memang Celine, kenapa dia tidak bisa mengenalimu? Bahkan saat kau mengatakan padanya kalau kau ada Levin, dia tidak bereaksi apapun. Pria lebih mudah dikenali, meskipun sudah lama tidak bertemu, Levin.”
“Mungkin saja dia masih marah padaku.” Levin kembali meneguk minuman alkohol di depannya bahkan kali ini, dia meminumnya langsung dari botolnya.
“Katakanlah dia masih marah padamu, bagaimana denganku? Aku lebih dekat dengannya dari pada kau? Aku tidak memiliki masalah apapun dengannya. Aku yakin dia bukanlah Celine. Bahkan jika kau bertanya pada kak Alea dan Jen, mereka juga pasti akan sepakat denganku.”
Levin tidak lagi menaggapi ucapan Erzio. Dia memilih untuk minum dan larutan dalam pikirannya sendiri. Erzio hanya bisa menatap Levin dengan wajah pasrah. Dia tidak ingin berkomentar apapun lagi tentang Celine lagi karena semua akan percuma saja.
*****
“Halo, Ma.” Erzio baru saja mengangkat telpon ketika mendengar ponselnya berbunyi dua kali. Meskipun dia sedang menjawab telpon, tetapi matanya masih terpejam.
“Levin ada di apartemenku, Ma. Ada apa?”
Erzio akhirnya membuka matanya dan menatap Levin yang terlihat terkapar di lantai setelah mabuk berat semalam. Bukannya Erzio tidak mau membantu Levin untuk membawanya ke kamar, tetapi Levin terus saja menolak dan mengatakan dia masih ingin minum.
Akhirnya, dia membiarkan Levin mabuk hingga tergeletak di lantai dengan keadaan tidak sadar. Karena dia juga sudah mabuk, akhirnya dia membaringkan tubuhnya di sofa panjang yang dia duduki dan memutuskan untuk tidur.
“Dia baik-baik saja, Ma. Mungkin ponselnya mati. Aku akan menberitahukan padanya nanti.”
“Baiklah,” ucap Erzio lagi, “benarkah?”
Setelah mendengar jawaban dari orang yang menelponnya, Erzio berkata lagi. “Terima kasih, Ma. Mama memang yang terbaik. Tolong jangan bilang pada mommy. Dia pasti akan memarahiku jika dia tahu. Dia pasti mengira kalau aku yang meminta pada Mama.”
“Baiklah. Love you, Ma.” Erzio menutup telpon dari Jeslyn.
Wajahnya nampak terlihat sangat senang setelah mendapatkan telpon dari Jeslyn. Wanita yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri itu selalu baik padanya Jeslyn memang sangat menyayanginya. Dia bahkan selalu membelanya jika Stella memarahinya. Begitu pula Stella dan Dion, mereka juga menyayangi Levin seperti anak mereka sendiri.
Erzio memutuskan untuk bangun dari tidurnya lalu menggelengkan kepala melihat keadaan Levin yang sangat berantakan. Dia memutuskan untuk membangukan Levin karena mereka harus bekerja. Setelah Levin terbangun, dia terlihat merebahkan tubuhnya kembali ke sofa panjang yang ada di ruang keluarga apartemen Erzio.
“Vin, mama menelponku. Mama menanyakan kenapa ponselmu tidak aktif,” ucap Erzio saat melihat Levin kembali memejamkan matanya. Levin terlihat memijat kepala masih sakit akibat mabuk berat.
“Apa kau bilang kalau aku mabuk?” tanya Levin tanpa membuka matanya.
“Tidak. Aku tidak mau mama Jeslyn khawatir.”
Alasan lain adalah karena dia tidak ingin orang tua dari Levin mengetahui tentang kejadian semalam saat Levin salah mengenali orang. Dia sangat tahu bagaimana sifat ibu dari Levin. Ketika dia mendengar ada seseorang yang mirip dengan Celine, dia pasti akan langsung menyusul ke Paris. Dia hanya takut kalau Jeslyn akan kecewa, terlebih lagi Erzio juga tidak yakin wanita itu adalah Celine.
“Lalu apalagi yang mama katakan padamu?” Kali ini Levin sudah membuka matanya, tetapi tatapannya tetuju pada langit-langit.
“Tidak ada. Mama hanya menyuruhmu untuk menghubunginya. Dia juga bilang akan membelikanku mobil baru sebagai hadiah ulang tahunku dan menyuruhku untuk memilih sendiri.”
Levin berdecih. “Ulang tahunmu bahkan masih beberapa minggu lagi dan mama sudah menyiapkannya. Mama selalu saja bersikap baik padamu. Mungkin kita tertukar saat kita kecil. Mama sangat memanjakanmu, melebihi aku yang anaknya sendiri.”
Erzio berdecak kesal. “Apa kau lupa kalau mommy dan daddy juga sangat memanjakanmu dan kak Alea? Aku justru merasa dianak tirikan oleh mereka.”
“Itu karena kau tidak berguna. Wajar saja mereka lebih menyayangiku dan kak Alea.”
Erzio kemudian berdiri dengan wajah kesal. “Lebih baik kau keluar dari apartemenku dan cepatlah bersiap. Kita harus menghadiri meeting dengan tuan Jefry hari ini. Jangan sampai kita datang terlambat."
Setelah mereka berpakaian rapi, mereka langsung menuju salah satu restoran yang akan menjadi empat mereka mengadakan pertemuan bisnis. Saat mereka akan memasuki restoran tersebut, mereka berdua tidak sengaja bertemu dengan wanita yang semalam. Wanita yang Levin anggap sebagai Celine.
“Tunggu dulu! Aku ingin berbicara denganmu sebentar.” Levin menahan tangan wanita itu saat dia akan melewati dirinya begitu saja.
“Tuan, lepaskan tanganmu sekarang juga, jika tidak aku akan berteriak,” ancam Wanita itu dengan wajah dingin.
"Aku tidak akan melepaskan sebelum kau bicara denganku," tolak Levin dengan tegas.
“Levin, apa kau sudah gila? Kau bisa dianggap melecehkannya jika kau tidak juga melepaskan tangannya sekarang juga,” bisik Erzio di telinga Levin.
"Tuan, tolong jaga sikapmu. Aku bukan wanita yang bisa kau sentuh seenaknya saja," ucap Wanita itu dengan wajah dingin.
“Baiklah, tapi beri aku waktu bicara sebentar.”
Erzio menatap tidak percaya pada Levin. Dia tidak habis pikir, kenapa dia masih saja penasaran dengan wanita di depan mereka itu.
Wanita itu menampilkan wajah malas sekaligus wajah sinisnya. “Tuan, apa kau sungguh tertarik denganku? Atau kau masih penasaran denganku? Wajahku, apa sungguh mirip dengan wanita yang bernama Celine?”
Levin terlihat berusaha meredam kemarahan yang berhasil dipancing oleh wanita di depannya. Dia kemudian menampilkan wajah dinginnya setelah berhasil menguasai dirinya.
“Yaa, aku memang tertarik denganmu." Levin melangkah lebih dekat pada wanita itu, “apakah sekarang itu sudah cukup menjadi alasan bagiku untuk bisa berbicara denganmu?”
Jangan tanya bagaimana ekspresi wajah Erzio ketika mendengar ucapan Levin. Bola matanya seakan mau keluar dari matanya dan wajah terlihat sangat bodoh. Baru kali ini Levin mengatakan kalau dia menyukai seseorang. Bahkan dulu, sering kali dia menyanggah dengan tegas saat Erzio mengatakan kalau dia menyukai Celine.
Mendapatkan jawaban sekaligus pertanyaan tidak terduga dari Levin, membuat wanita itu tertegun selama beberapa saat dan dia terlihat gugup seketika saat Levin menatap lekat matanya. “Apa kau yakin tidak mengenaliku?” tanya Levin lagi.
Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping karena tidak kuat bertatapan lebih lama lagi dengan Levin. “Aku memang tidak mengenalmu, Tuan.” Nada bicaranya terdengar sedikit bergetar dan Levin bisa menangkapnya dengan mudah.
“Tatap aku selagi aku bicara jika kau memang tidak berbohong padaku, Nona.”
Wanita itu menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan lalu dengan berani menatap ke arah Levin. “Dengar Tuan Levin, aku tidak mengenalmu dan aku juga tidak memiliki hubungan apapun dengan wanita yang bernama Celine. Sekarang aku tanya padamu, apa yang membuatmu begitu yakin kalau aku adalah Celine? Apa kau bisa menunjukkan kemiripan pada kami berdua?”
Levin menatap lekat wanita itu dengan wajah seriusnya lalu berkata, “Matamu, suaramu, senyummu, caramu memanggil namaku serta caramu menatapku. Semuanya sangat mirip dengannya. Meskipun wajah kalian berbeda, tapi semua yang aku sebutkan tadi sangat mirip denganmu," jawab Levin dengan yakin, "sekarang aku tanya, benarkah kau tidak mengenaliku? Apa kau sudah melupakan Jen, mama dan papa sama seperti kau melupakan aku?”
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Edah J
Apa benar itu Celine
kalau iya feeling Levin tajem yaa😊
2023-01-31
0