Setelah lulus kuliah di universitas ternama di Inggris, Levin pulang ke Indonesia atas perintah ayahnya. "Kau harus bekerja di anak perusahaan kita yang ada di Perancis. Papa tidak mengijinkanmu bekerja di Swiss," ucap Dave ketika mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.
"Tapi, Paa...." Hendak kembali protes tetapi ayahnya sudah lebih dulu memotong ucapannya.
"Bukankah Perancis dekat dengan Swiss? Kau bisa bekerja di perusahaan kita yang ada di Paris sambil mencarinya."
Dave tahu betul kenapa Levin bersikukuh untuk bekerja di Swiss dibandingkan di perusahaan mereka yang ada di Paris. Alasannya cuma satu yaitu Celine.
Levin langsung terdiam. "Papa tidak akan melarangmu untuk mencarinya, tapi kau harus tahu kapan waktunya untuk berhenti."
Levin terdiam seraya berpikir. "Baiklah, aku akan bekerja di perusahaan kita," jawab Levin dengan wajah lesu. "tapi, sebelum ke Paris, aku akan pergi ke Swiss terlebih dahulu."
Tidak masalah bagiku jika harus bekerja di perusahaan papa di Paris. Aku bisa pergi ke Swiss setiap akhir pekan untuk mencarinya, batin Levin.
******
Seminggu sudah berlalu. Hari ini, Levin akan berangkat ke Swiss dan tinggal selama seminggu di sana sebelum akhirnya dia terbang ke Paris.
"Sayang, jangan dirimu baik-baik di sana. Jangan sampai sakit. Kau harus makan dengan teratur," ucap Jeslyn ketika dia hendak melepas kepergian Levin di bandara.
Meskipun dia sudah terbiasa tinggal berjauhan dengan Levin, tapi tetap saja Jeslyn selalu sedih dan menangis setiap mengantarkan Levin ke bandara.
Levin terlihat memeluk ibunya sambil mengusap lembut punggungnya ketika melihat ibunya mulai meneteskan air mata. "Iyaaa Ma, tenang saja, jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja."
Levin melepaskan pelukannya setelah cukup lama menenangkan ibunya. "Ingat, kabari kami kalau kau sudah sampai di Swiss," ucap Dave.
Levin mengangguk. "Iyaaa, Pa."
Wajah Jeniffer nampak sedih. "Kak, baik-baik di sana."
"Iyaaa, jagain Mama ya?"
Jen mengangguk. "Levin pergi dulu," ucap Levin sambil melambaikan tangan.
"Iyaa, hati-hati," ucap mereka serempak.
Setelah Levin tidak terlihat lagi, mereka bertiga pun memutuskan untuk pulang. Saat Levin tiba di Bandara Internasional Zurich, Levin tidak sengaja bertabrakan dengan seorang wanita ketika menuju tolilet.
"Maaf Tuan, saya tidak sengaja," ucap wanita sambil membungkuk meraih ponselnya yang terjatuh.
Levin menatap wanita yang menabraknya tadi tanpa berkedip. Wanita itu berkulit putih, tinggi langsing, rambut panjang, menggunakan topi hitam, kaca mata hitam besar yang hampir menutupi sebagian wajahnya dan menggunakan masker. Tidak terlihat jelas bagaimana rupanya. Yang jelas wanita itu terlihat cantik, meskipun wajahnya hanya terlihat sedikit.
"Tuan, maaf saya buru-buru. Sekali lagi saya minta maaf." Wanita itu pergi tanpa menunggu jawaban dari Levin.
Tanpa sadar, tatapan Levin terus mengikuti kemana arah wanita itu pergi.
"Celine tunggu!" Seorang pria tampan berteriak sambil berlari kecil ke arah wanita itu tadi pergi.
Tubuh Levin langsung menegang dan kaku. Jantungnya berdebar kencang ketika mendengar nama Celine disebut. Levin terdiam beberapa saat sampai akhirnya kesadarannya kembali lagi.
Dengan langkah cepat Levin berjalan ke arah wanita itu tadi pergi. Levin mencari ke sana-kemari, tetapi tidak menemukannya. Setelah mencari cukup lama, Levin berjalan menuju tempat duduk dengan langkah gontai. Dia mengusap wajahnya setelah menghembuskan napas kasar.
Celine, apakah yang tadi itu kau? Tapi, kalau itu memang kau, kenapa kau tidak mengenaliku sama sekali? Sebenarnya di mana kau bersembunyi selama ini? Apa kau tidak tahu kalau aku sudah mencarimu selama 9 tahun?
********
Satu tahun kemudian.
"Vin, apa kau senggang nanti malam?" Zio mendatangi Levin yang sedang duduk di meja kebesarannya yang ada di ruangan kantornya.
Levin mengangkat kepalanya lalu menatap malas pada Zio. "Memangnya kenapa?"
Erzio adalan anak dari Stella dan Dion. Sama halnya dengan Levin, Erzio memilih untuk tinggal di Paris mengikuti jejak Levin. Zio sendiri menjadi asisten sekaligus sekertaris Levin atas permintaan dari Levin.
Padahal, Dion sudah menyuruhnya pulang untuk mengambil alih perusahaan milik keluarganya, tapi Zio tidak mau. Dion masih tetap tidak mau mengambil alih perusahaan keluarganya karena dia lebih suka menjadi dokter sehingga perusahaan tersebut sekarang dipimpin oleh Stella sebagai Direktur Utama di perusahaan milik keluarga Dion.
"Josep mengudang kita untuk datang ke acara ulang tahunnya. Dia mengadakan pesta di sebuah club malam ternama. Pasti banyak wanita cantik yang akan datang."
Levin langsung menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan wajah lelah. "Aku tidak mau datang, kau saja yang pergi."
"Ayoolah, temani aku. Sampai kapan kau hidup dalam duniamu sendiri. Aku akan menemanimu lagi minggu depan ke Swiss untuk mencarinya," bujuk Zio.
Levin mengetukkan jari-jari tangannya ke meja sambil berpikir. "Baiklah, tapi kau harus menemaniku minggu depan ke Swiss."
"Hhmmmm," gumam Zio sambil mengangguk.
"Bagaimana kabar kak Alea? Kapan dia ke sini?" Seketika Levin teringat dengan wanita cantik yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri. Alea memang sangat dekat dengan Levin dan Erzio.
"Dia akan ke sini seminggu lagi. Dia bilang akan tinggal di sini selama sebulan karena ada pemotretan di sini."
"Lalu dia akan tinggal di mana?"
"Aku sudah memintanya untuk tinggal di apartemenku, tapi dia menolak karena dia bilang perusahaan yang mengontraknya sudah memberikan dia tempat tinggal di salah satu apartemen yang tidak jauh dari tempat kantor yang memberikan kontrak padanya."
Levin manggut-manggut. "Jangan beritahu dia kalau aku masih mencari Celine. Dia pasti akan memarahiku habis-habisan."
Erzio tersenyum mengejek sembari duduk di depan Levin. "Tentu saja dia akan memarahimu. Kau mengabaikan nasehatnya untuk berhenti mencari cinta pertamamu itu."
Levin langsung melemparkan pulpen pada Erzio tapi bisa dihindari dengan cepat olehanya. "Sudah kukatakan dia bukan cinta pertamaku," sanggah Levin dengan kesal, "dia itu bagian dari keluargaku. Aku tidak pernah melihatnya sebagai wanita."
"Benarkah?" tanya Erzio dengan tatapan ragu. "Kalau kau tidak melihatnya sebagai seorang wanita lalu kau menganggapnya apa?"
Setahu Erzion, Levin tidak pernah mau mengakui Celine sebagai adiknya. Dia akan marah jika ada yang menyebut Celine sebagai adiknya. Bahkan ketika mereka masih kecil, Erzio sering menggodanya dengan mengatakan kalau Celine memang cocok menjadi adiknya dan itu sukses membuat Levin marah.
Dulu Erzio memang sering ke berkunjung ke rumah Levin untuk sekedar bermain dengannya atau bertemu dengan Celine. Erzio cukup dekat dengan Celine karena sikap Erzio yang humble, tidak seperti Levin yang sering bersikap dingin pada Celine.
"Seperti Jen?" tebak Zio sebelum Levin sempat menjawab.
"Tentu saja tidak," jawab Levin acuh tak acuh.
Erzio tersenyum mengejek lalu berkata, "Kalau kau tidak memiliki perasaan pada Celine lalu untuk apa kau mencarinya selama 10 tahun?"
"Itu karena mama ingin dia kembali. Aku juga ingin menebus kesalahan karena sudah bersikap dingin padanya."
Erzio memajukan tubuhnya lalu meletakkan kedua tangannya di atas meja kerja Levin sambil memasang wajah penasaran. "Kalau begitu, katakan padaku, kenapa sampai sekarang tidak ada satu pun wanita yang kau jadikan kekasih? Padahal, banyak yang mengejarmu. Bukankah karena di hatimu sudah sepenuhnya diisi oleh Celine?"
"Tentu saja tidak. Aku belum menemukan wanita yang mampu menggetarkan hatiku, hanya itu alasannya."
Erzio mendengus. "Bilang saja kau tidak bisa berpaling dari gadis kecilmu itu," cibir Erzio
"Sudah aku bilang semua tidak seperti yang kau pikirkan," elak Levin.
"Kalau begitu, bolehkah aku mendekatinya jika kita sudah menemukannya?"
"Tidak boleh! Cari saja wanita lain," ujar Levin, "lebih baik kau dekati Jen, dia sudah lama menyukaimu."
Erzio kembali mendengus kesal. "Aku tidak suka dengan anak kecil."
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Edah J
Emang yaa karya ka author ini kalau udah dibaca tak pernah bisa ku skip
enak aja bacanya😉
2023-01-31
0