Q lalu merobek bajunya untuk melingkarkan kain itu pada luka di tangannya akibat terkena cakaran dari Lynn.
Diapun bermaksud meninggalkan ruang pertemuan setelah selesai merawat lukanya.
"Tunggu Nona Q! Bukankah kau sudah berjanji untuk membantuku sebelumnya?!"
"Kapan aku berjanji?"
"Ketika kau meminta Lynn ini sebagai syarat untuk membantuku!"
"Aku bilang aku akan mendengarkan ceritamu ketika kau berhasil mendapatkan Lynn, hanya mendengarkan tuan. Jadi di bagian mana dari ucapanku yang merupakan sebuah janji untuk membantumu? Hmm.. Aku rasa kau perlu belajar kembali tentang pemahaman terhadap sebuah kata-kata."
"Tolonglah.. Kau pernah menyelesaikan kasus besar di Astoria beberapa tahun silam. Bukankah hal mudah bagimu untuk melakukannya lagi?"
"Tidak."
"Tapi kenapa?"
"Kau pikir gara-gara siapa aku harus mendekam di balik jeruji besi bernama Mounte?"
Federick pun berpikir sejenak. Ekspresi wajah Q memang terlihat biasa saja. Namun setelah melihat matanya, Federick yakin bahwa Q memendam kekecewaan terhadap orang yang tengah dia bicarakan.
"Apakah dia salah satu petinggi Astoria?"
"Entahlah. Kau tahu apa yang lucu tuan? Aku sudah banyak bertemu dengan orang brengs*k dari berbagai kalangan dan hal itu tak masalah bagiku. Tapi aku paling kesal jika berurusan dengan seorang penghianat! Bayangkan saja! Dia yang meminta tolong tapi dia sendiri pula yang menjebloskan ku ke dalam penjara. Sungguh aku akan mencongkel matanya ketika kami bertemu kembali suatu saat nanti!"
Dari setiap kata yang keluar dari bibir Q, Federick bisa merasakan bahwa gadis itu bersungguh-sungguh dan enggan untuk membantunya.
Brukk!
Pria tua itupun terduduk di atas tanah. Butiran-butiran air mata meluncur begitu saja dari matanya yang lelah.
"Aku mohon Nona Q.. Tuan K.. Aku mohon bantu aku untuk meyakinkan Nona Q untuk menerima tugas ini. Aku tidak tahu lagi harus minta tolong ke siapa selain kalian berdua."
Sebenarnya bukan sifat K untuk membujuk dan memohon bantuan dari seseorang. Namun melihat betapa menyedihkannya Federick saat ini, K pun menjadi bersimpati.
"Apa kau tak ingin mencoba bermain-main dengan Salvador? Mungkin kita bisa bertemu kembali dengan orang yang matanya ingin kau congkel di Astoria selagi bermain."
"Lihatlah siapa yang baru saja mengajakku bekerjasama! Bukankah pria ini telah menolak ku tadi?"
"Hentikan."
K lalu menghentikan tangan Q yang mencoba menyentuh wajahnya. Tentu saja hal itu dilakukan oleh Q hanya sekedar untuk bersenang-senang.
Gadis cantik itupun tersenyum memperlihatkan lesung pipi yang begitu manis lalu menoleh ke arah Federick yang masih menangis.
Tangisan pria itu bahkan semakin menjadi saat teringat kembali tentang kematian sang istri.
"Ah.. Aku benci dengan pria yang menangis. Hentikan itu Tuan Federick!"
Pria itupun masih menangis ketika Q pada akhirnya berjongkok di depannya.
"Satu, kau sama sekali tak boleh ikut campur dengan apapun yang akan kulakukan. Dan yang kedua, aku ingin kebebasan. Hapus namaku dari dunia ini dan anggaplah aku tak pernah ada. Itu adalah dua syarat yang harus kau penuhi sebagai imbalan atas bantuanku terhadap Astoria."
Federick pun sontak bersujud di kaki Q.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Terima kasih Nona Q.. Sungguh aku tak akan melupakan bantuan darimu dan Tuan K sampai aku mati!"
"Bagaimana jika kau berkhianat?"
Tap!
K dengan cepat melompat ke arah Federick dan Q untuk menahan tangan sang kapten yang baru saja mengambil pisau kecil yang terselip di pinggul Q.
Mata pisau itu bahkan sudah menggores kulit tangan Federick yang sengaja dia arahkan untuk mengiris jari kelingkingnya sendiri.
Saking kuatnya niat Federick untuk mengiris jarinya, telapak tangan K ikut berdarah saat menghalangi mata pisau itu dengan mencengkeramnya. Q lalu ikut menahan pisau itu dan langsung membuangnya menjauhi mereka.
"Tak hanya kelingking, kalian bisa memotong kedua tanganku jika aku berkhianat."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments