"Ada banyak hal yang harus kau lakukan ketika menjadi seorang kapten, Peter. Apapun itu untuk mendapatkan sebuah informasi."
Peter merasakan kengerian dari pria tua itu seolah dari setiap kata-katanya, Federick mengisyaratkan sesuatu yang tak bisa dibayangkan sebelumnya.
"Berapa jumlah Astorian yang tewas?"
"Dua puluh lima orang."
"Kalau begitu kita masih.."
"Kapten!"
Seorang Astorian lainnya masuk dengan terengah-engah.
"Tenang.. Ada apa?"
Prajurit itupun mengeluarkan buku catatan kecil. Dia membolak-balikkan halaman hingga menemukan apa yang dia cari.
"Pagi ini ditemukan tiga orang prajurit yang tewas di Kota Amore, dua orang di Coaca, dan lima orang di Vount."
"Apa?! Brengs*k! Rupanya mereka menargetkan anak buahku!"
Kring..
"Halo? Ya? Baiklah, kirimkan fotonya padaku. Oh, sudah? Dimana?"
Tok.. tok..
Tepat setelah Josh menutup telepon, seorang prajurit lainnya masuk membawa sebuah foto yang dimaksud oleh sang penelepon.
Mata Josh pun terbelalak saat melihat foto itu. Dia lalu melirik Federick yang berdiri tak jauh darinya.
Di sisi lain sang kapten mempunyai firasat buruk setelah melihat reaksi Josh yang seperti tak percaya saat melihat foto di tangannya.
"Kapten, aku tahu keadaan yang terjadi saat ini pasti membuatmu marah dan bingung. Tapi aku harap kamu bisa mengendalikan diri jika melihat foto ini."
Josh menggigit bibir bawahnya. Sungguh pria itu sebenarnya tak ingin menyampaikan apa yang sudah dia dengar dan dia lihat.
"Apa maksudmu? Foto apa itu?"
"Berjanjilah dahulu kau tidak akan berbuat sesuatu yang mengerikan!"
Federick hanya mengangguk. Tangan pria itu meminta foto yang tengah dipegang oleh Josh.
Segera setelah melihat foto itu, keseimbangan tubuh Federick goyah. Air mata pun menggenang di kedua pelupuk matanya.
"A-apa ini Josh?"
"Yang menelepon tadi adalah salah satu anak buahku. Dia memberikan laporan tentang penemuan sesosok tubuh seorang wanita tak bernyawa di bawah jembatan yang menghubungkan Egras dengan Suiden. Dia lalu mengambil foto dan yang kau pegang adalah sosok wanita itu. Dia.. dia.."
"Vivianku.."
**
Di sinilah Federick, duduk termenung di ruang bacanya yang hanya di temani lampu temaram.
Pelaku pengeboman dan pembunuhan para Astorian belum terungkap. Ditambah lagi kini dia harus menerima kenyataan bahwa istri yang paling dia cintai telah meninggal dengan leher tercekik.
Federick lalu melihat kumpulan foto yang diambil dari sekitar tubuh Vivian yang malang.
Satu demi satu pria itu melihat apa yang tertangkap oleh jepretan kamera hingga dia tertarik pada salah satunya.
Di dalam foto terlihat mendiang sang istri yang difoto dari jarak yang cukup jauh. Pria itu lalu menyadari bahwa ada benda berkilau di sebelah batu di tepi sungai.
Federick pun mengambil kaca pembesar. Pria itu lalu menghela napas dalam.
"Manset.. Akan ku bunuh mereka semua.."
**
"Tidak salah lagi., itu milik Salvador."
Federick lalu mengambil kembali foto yang dia berikan pada Stein. Pria itu merupakan teman sekaligus pedagang senjata ilegal di pasar gelap.
Sebagai orang yang sudah biasa hidup di dunia gelap, Stein yakin bahwa manset yang tertangkap kamera itu mempunyai ukiran kepala singa di atasnya.
"Kenapa istrimu bisa berurusan dengan Salvador?"
"Itulah yang sedang kucari tahu."
"Federick, kau tahu betul apa dan bagaimana Salvador. Tidak mungkin kau bisa melawan mereka semua sendirian."
"Aku mempunyai prajurit yang terlatih."
"Prajurit terlatih mu tak akan mampu melawan organisasi besar dan mengerikan seperti mereka. Ditambah lagi bukannya mereka tengah mengincar prajurit kebanggaanmu itu?"
"Lantas kau ingin aku diam saja?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments