GERBANG AWAL

GERBANG AWAL

AWAL

sebelum beranjak ke babak selanjutnya, mari kita mengenal tahap awal dari dharma yang mendapatkan wangsit(petunjuk) dari mimpi yang ia rasakan sewaktu malam yang menjadi Titik ukur cerita gerbang awal.

MUDRA Suatu proses meningkatkan daya cipta.

tempat tidur beralaskan jerami menjadi sandaran ternyaman ketika gemericik hujan sedang membasahi alam bumi, terdapat seorang pria yang dengan sungguh mengistirahatkan pikirannya sejenak sebelum matahari terbit menyinari bumi Pertiwi. ada fenomena yang sangat kental menghiasi setiap pendengaran manusia di balik bilik kayu berlumut hijau lesuh, raga ini tertunduk ragu menghadapi pagi yang akan timbul, panca indera pendengaran disuguhkan lantunan indah suara ayam berkokok di pagi hari dengan diiringi ritme alam yang masih terawat dan Ashri.

lintas warna melesat ketika sepasang mata masih terpejam rapat dalam keadaan pulas. Sekolebat mimpi diiringi pola napas yang tersendak pelan menyempurnakan tidurnya. Namun anomali aneh yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam hidupnya membuat ia menggelegar takut, pasalnya malam sunyi membuat ia bermimpi aneh seolah menggambarkan suasana alam bumi di esok atau lusa nanti.

"Tempat apa ini,"

ia berpijak dalam arena peperangan dengan seketika, di antara bukit yang menjulang tinggi semua orang berlarian resah kesana-kemari dengan raut muka pucat seolah kehidupan akan berakhir esok hari. Sesosok pria paruh baya menepi dalam diam. Melambaikan tangan menyuruhku untuk datang kepadanya. Sementara itu kebingungan menggembung dalam benaknya. Ada apa ini. Dalam posisi seperti sekarang naluri liar berdatangan memberi rangsangan otak kebebasan untuk berbuat. Pada akhirnya Dengan tertatih-tatih raga ini mulai menghampiri sesosok pria misterius yang sedang diam dalam kekosongan ruang di sekelilingnya.

"Bagaimana kalo dia ingin membunuhku."

Sekumpulan risau, aneh, dan penasaran mengintari lalu membelah pola pikirnya, penalaran yang absurd membuat pernyataan ambigu. Ketika terlalu banyak diam dan berpikir itu hanya akan membuat waktu terkuras sia-sia.

"Aku harus bergegas pergi. Satu-satunya harapan adalah pria itu!"

Mau seperti apa dia menolak ajakannya untuk datang, tetap saja naluri yang berperan penting dalam bertahan hidup. Lantas tidak ada pilihan lain untuk selamat kecuali dengan langsung menghampiri pria misterius itu.

Pria tersebut sepertinya berusia lima puluh tahun, setengah abad dia sudah hidup dalam lingkungan yang tidak sehat atas pengumpulan data yang ia lihat pertama kali ketika berpijak di sini. Kepala yang diikat totopong (ikat Sunda)

Dengan mengenakan pakaian adat serba putih mencerminkan dia adalah seorang "resi" (dalam konsep tri tangtu)

Kini jarak antara ia dengan resi tersebut lima tombak lagi, seketika itu kakinya mendadak keram. Namun semua rasa sakit di kakinya ia hiraukan karena melihat pribumi yang tadi berlarian takut sudah pergi di tempat itu, membuat ia harus dengan segera menghampiri dan menanyakan apa yang sedang terjadi.

Setelah sekian banyak langkah akhirnya ia sampai di depan resi dengan rasa sakit yang masih membekas di kakinya.

"Apa yang sedang terjadi?" Tanya ia

"Kehidupan sedang dipertaruhkan, kau terpilih untuk menyaksikan UGA." Jawab resi.

"Apa itu UGA? Semua orang berlarian, berhamburan panik. Ada apa ini?" Melontar pertanyaan dengan pita suara yang sudah seperti burung lapar.

"kamu yang akan menentukan nasib umat manusia," jawab resi kembali menghiraukan pertanyaannya .

Kerut tegang semakin meluap yang terpancar dari wajahnya, dengan rasa sakit yang ia derita, ia merasa sangat menyesal telah menghampiri resi tersebut. Semua lontaran pertanyaan malah dijawab dengan ketidakpastian dan memberi kesan menghiraukannya.

Suara aneh datang dari berbagai arah membuat percakapan mereka tidak akan khidmat jika dilanjutkan disitu, resi tadi langsung menjentikkan jari dan tempat langsung saja berpindah yang pada awalnya seperti di Medan perang berganti ke hulu sungai yang tenang.

"tanggung jawab sebagai generasi penerus adalah keputusan mutlak, mau tidak mau semua takdir yang sudah digariskan padamu tidak akan pernah tertukar dengan takdir lain. Hadapilah, maju, dan berani adalah langkah menuju perubahan besar, semangatku telah digariskan padamu." Resi menjulurkan tangan yang berisi alat kecil dari bambu kepadanya.

"maksudmu apa, saya benar tidak paham," bola matanya memerah seperti terkena gumpalan asap dan mendadak meneteskan air mata, Tak pernah terpikirkan olehnya ketika rasa menusuk sanubari hati yang terdalam, kebingungan menetes pelan mengalir menuju otak, dimensi yang berbeda membuat raganya hanya terpaku diam di sudut ruang ilusi.

"Pecahkan semua yang telah ku sampaikan, aku sangat percaya padamu."

Setelah resi mengucapkan kalimat itu, semua yang ada di sekitarnya menghilang, musnah terbawa dengan resi yang juga tidak tahu pergi kemana.

Ruang damai berwarna putih tempat ia beralih dimensi sekarang. Sungguh tidak percaya bahwa ia telah dibawa ke tiga dimensi sekaligus dalam satu malam.

"Apakah ini benar benar mimpi?"

Dalam keadaan tertatih dia terus saja memegang benda pemberian resi tersebut. Memikirkan benda apakah ini. Jujur baru pertama kali melihat benda seperti yang sedang ia genggam di tangganya.

"DEKDEKDEK" Suara tepukan tangan yang sembari tadi terus saja terdengar berupaya membangunkan. Ternyata itu adalah adiknya yang sudah bangun terlebih dahulu hendak mengajak kakaknya beranjak keluar mencari sandang dan pangan agar mereka tetap hidup dan melanjutkan petualangan sebagai seorang manusia.

Adiknya tertawa tersenggal melihat Kakak semata wayangnya bangun dengan raut wajah pucat kemerahan seperti cabe pedas, saking nikmatnya tertawa, adiknya tidak menyadari ludahnya berhamburan kemana-mana sampai membasahi sebagian wajah kakaknya.

"Sudah cukup jangan banyak tertawa dalam keadaan lapar," ujar kakaknya mengolok-olok adiknya yang terdengar keroncongan.

Kakaknya bernama dharma. Seorang bujangan berusia dua puluh lima tahun dan mempunyai adik yang juga seorang yatim piatu. Mereka ditinggalkan kedua orang tua sejak agresi militer yang terjadi sepuluh tahun yang lalu, dari kejadian itulah kedua orangtuanya meninggal yang juga adalah seorang tentara.

Kini mereka hidup dalam kemiskinan, seperti musafir yang pergi tanpa arah, tapi bedanya bukan untuk beribadah melainkan survival untuk bertahan hidup. Hingga kemudian menemukan gubuk di tengah belantara hutan tropis yang jadi tempat singgah mereka sementara waktu.

Dharma adalah tipekal orang yang ambisius, semua keinginannya selalu saja ingin terkabul walaupun dalam prakteknya dia selalu saja mengeluh. Dengan badan yang tegap dan sedikit kekar ditambah hidung mancung berkulit kuning Langsat menjadikan dharma sosok pria rupawan yang sering diidamkan kaum hawa. Rambutnya agak berantakan menyambung ke brewoknya yang tebal dan lebat. Bukan tidak mau dharma memperindah penampilannya tapi keadaan lah yang memaksa ia harus seperti itu.

Panca adalah nama dari adik dharma. Panca masih kecil yang sebentar lagi beranjak remaja, umur dari panca kisaran sepuluh tahun. Berbeda dari dharma panca berwatak periang yang mungkin didukung oleh faktor sifat yang masih berubah-ubah dan bertumbuh.

Kedua kakak beradik ini yang akan memegang kendali dari amanah resi untuk mempertahankan umat manusia dari kepunahan dan invasi monster ganas yang berasal dari luar dimensi manusia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!