PHASE 5 . SELAMAT

Deru meriam dan peluru saling memburu. Teriakan menggema, menambah haluan nada di atas tanah kosong dengan berbagai reruntuhan di sekitarnya. Sesuatu yang meluncur dari beberapa burung besi yang bermanuver di langit menambah kekacauan di area tersebut.

“Sial! Aliansi barat menggempur wilayah kita tanpa isyarat. Bagaimana kita bisa menghentikannya?” celetuk salah seorang pria dengan senapan yang dia bawa. Dirinya bersembunyi di balik sebuah reruntuhan setinggi satu meter bersama seorang rekannya.

“Dan menurutmu, apa kita bisa menghalau mereka dengan senjata lama ini, huh?” timpal rekannya kesal. Sesekali dia menyelisik dari balik reruntuhan itu untuk mengamati pergerakan musuh.

Ledakan besar kembali bersua, disambung teriakan massal dari banyak pejuang yang langsung terbakar habis di tempat. Pria ini meringis ngeri. Tubuhnya gemetar bergidik, merasakan kecemasan dan takut yang teramat sangat. Terlebih saat melihat koyakan daging milik para manusia yang meledak itu terlontar sejauh beberapa meter dan hampir mendekati lokasi persembunyiannya.

“Kita akan mati,” bisiknya gemetar.

Rekannya yang berambut hitam itu memandangi sebentar. Menyelisik rupa pria yang sudah seperti gelandangan itu, lalu menyiapkan senapannya.

“Hanya orang pengecut yang berpikir dirinya akan mati,” kata pria berambut hitam tersebut. “Kau takkan pernah tahu apa yang terjadi di depanmu kalau kau melihat mereka yang telah kalah. Mereka adalah pemacu semangat, bukan pemicu ketakutan.”

“Hah?”

Si pria tadi mendadak bergeming. Saling berpandangan dengan rekannya itu. Sekian detik kemudian, bahunya ditepuk hingga lamunannya terurai. Rekannya tersenyum simpul.

“Aku akan memirang rambutku jika aku tidak mati di perang ini,” katanya sebelum akhirnya bangkit dan berlari menuju musuh.

“Hah? Ja—”

Pria itu berbalik dan memandang punggung rekannya yang malah berlari mendekati musuh. Sebuah gumulan kabut pasir menutup keberadaan pria berambuthitam itu. Sampai akhirnya, sebuah ledakan tak terelakkan.

“JASON!!!”

***

Adara membuka cepat kedua mata. Dia bangun dari lelap dan menyebarkan pandangan ke sekitar. Sejak pagi tadi, dia masih terpaku di ruang reruntuhan itu tanpa tahu harus ke mana. Otaknya sudah bagai kosong tak berisi saja. Hanya serpihan ingatan masa lalu yang masih terngiang olehnya.

Gadis itu meneguk liur melalui kerongkongannya yang tercekat. Organ yang berbentuk selang itu rasanya amat panas. Sesekali Adara menggaruk leher sembari melakukan salivasi, mencoba menahan gejolak dehidrasi yang mungkin telah menjalari tubuh. Mulutnya terasa kering dan bibir mungilnya juga sudah pecah-pecah bagai retakan tanah di musim kemarau panjang. Jantung dan napasnya kadang saling memburu. Dan juga, Adara kini mudah sekali mengantuk. Tubuhnya benar-benar lemas karena kekurangan cairan.

Adara meringkuk sambil merangkul ransel. Selama beberapa detik dia mengatur napas agar kembali normal. Selang beberapa saat, sebuah dentuman mengejutkannya.

“Apa itu?”

Dia mengeluarkan sedikit tubuh dari ruangan itudan menyebarkan pandangan. Ada sebuah kepulan asap tebal di salah satu arah yang membuat kedua netranya mendelik.

“Asap?” gumamnya.

Deru suara kendaraan berat terdengar samar. Kedua mata Adara yang sudah sendu layu lantas kembali dilebarkan olehnya—fokus dan terus fokus. Beberapa kendaraan pengangkut milik tentara lewat tak jauh dari tempat Adara berada. Mulut Adara terbuka. Namun, anehnya, dia tak bisa berteriak. Adara berdeham, mencoba mengatur pita suara dan kerongkongannya, lalu kembali berteriak.

Sial.

Satu teriakan saja tak berhasil dia suarakan. Adara melambaikan kedua tangan sekuat tenaga. Entah apa yang

dipikirkannya saat ini, dan bahkan dia tak tahu dari mana kendaraan pengangkut itu berasal. Napas dan denyut jantungnya kian memburu ganas dan kini semakin menyempit.

Adara tersungkur. Mata buramnya masih mencoba melihat ke arah kendaraan itu pergi. Barat. Ya, arah barat. Ke arah sana pun seharusnya dia pergi. Namun, dengan kondisinya kini, Adara hanya tersungkur dalam kegemingan. Merangkul pasir dalam genggaman tangannya dan sambil berpikir, apakah dia akan mati detik ini?

Sementara itu, seorang pemuda tengah mengamati sekitar dari balik teropong mungil yang dibawanya. Di atas kendaraan pengangkut itu telah banyak penduduk dengan berbagai usia, mulai dari lanjut usia, ibu hamil, bahkan anak-anak. Salah seorang anak perempuan turut mengamati sekitar seperti pemuda tersebut. Sepersekian detik kemudian, bola matanya melebar. Dia melonjak terkejut dan sigap menarik baju pemuda di sampingnya.

“Aku melihat sesuatu di sana!” serunya di sela deru kasar kendaraan yang ditumpangi. “Coba lihat lebih jelas!”

Pemuda tadi segera menajamkan fokus teropongnya sejenak. “Berhenti!” serunya pada sang supir. “BERHENTI!!!”

Kendaraan pengangkut itu berhenti, menuruti titah pemuda tersebut.

“Ayo ke sana!” ajak si gadis kecil sambil turun dari kendaraan tersebut dan berlari menuju sesuatu yang dilihatnya.

“Hei! Tunggu!”

Bola mata mungil itu menyalang. Melihat sesuatu di depannya, sampai akhirnya seorang pemuda menghampiri dirinya.

“Jun. Aku, kan, sudah bilang, tetaplah di sana!” tegur pemuda tersebut.

“Ssst.” Jun—si gadis kecil itu—mendesis sejenak sambil menunjuk ke arah depannya berkali-kali. “Dia masih hidup, Kak,” bisiknya.

Pemuda itu tersentak. Terlebih saat dia melihat sesosok tubuh tergeletak di depannya kini. Seorang gadis berseragam sekolah yang tak sadarkan diri.

“Kau yakin?” tanyanya pada Jun.

“Instingku selalu benar, Kak Jo!” jawab Jun setengah berseru, berusaha meyakinkan sang kakak.

Jo bergegas memeriksa denyut nadi gadis berambut hitam itu. Dia harus berkali-kali pindah area untuk mencari nadi kehidupan pada gadis itu, sampai akhirnya di bagian lehernyalah denyut nadi terasa. Amat lemah.

“Dehidrasi berat,” ucap Jo. Dia bangkit dan memberi isyarat pada supirkendaraan pengangkut agar lebih mendekat ke lokasi, lalu kembali pada sosok gadis yang tak sadarkan diri itu.

“Kita akan membawanya?” tanya Jun penasaran. “Benar?”

Jo memandangi adik perempuannya sejenak, lalu mengangguk sembari mengusap rambut gadis kecil itu. Dia

tersenyum simpul. “Tentu saja,” katanya menimpali.

***

Seorang pemuda tengah memandang ke luar jendela kaca pada sesuatu yang tengah  dinaikinya sekarang. Mata birunya berfokus pada sebuah planet biru dan serpihan bebatuan melayang di sekitarnya. Tidakhanya itu, banyak pula kerikil besi dan pecahan berbagai macam benda turut bertaburan, menyurai hening ruang anti gravitasi tak terbatas itu.

Pikirannya melayang, merujuk pada seseorang yang gagal ditemuinya beberapa waktu lalu. Bibirnya sesekali tergigit kecut—kesal tiada tara. Napasnya kadang memburu seiring detak jantungnya yang telah normal. Sudah tiga bulan, dan dia harus segera turun ke planet biru itu untuk menjemput seseorang yang selalu merumitkan otaknya.

“Adnan?”

Seseorang memanggil namanya. Jelas sekali. Pemuda itu berbalik dan seperti biasanya, dia selalu tahu siapa sosok yang memanggilnya dengan nama ‘Adnan’.

“Kau melamun lagi?”tanya sosok tersebut.

“Tidak.” Adnan menjawab cepat. Dia berjalan mendahului pemuda berambutcokelat itu.

“Jangan mengelak dariku, Ad!”

“Berhentilah menanyaiku seperti itu, Erick!” sergah Adnan sigap berbalik pada pemuda yang menegurnya barusan; Erick. Sejenak, dia setengah menunduk dan mengatur ritme napasnya. “Maaf,” imbuhnya.

Erick menghela napas. “Tak apa,” katanya sambil menepuk pundak Adnan. “Ayo, bergegaslah!”

***

Episodes
1 PHASE 1 . AWAL MULA
2 PHASE 2 . BENCANA
3 PHASE 3 . KEMBALI KE AWAL
4 PHASE 4 . SEBUAH HARAPAN
5 PHASE 5 . SELAMAT
6 PHASE 6 . KABUT ASAP
7 PHASE 7 . USAHA
8 PHASE 8 . BERTAHAN HIDUP
9 PHASE 9 . MISI RAHASIA
10 PHASE 10 . SPOT BARU
11 PHASE 11 . BADAI PASIR
12 PHASE 12 . SURAT KALENG
13 PHASE 13 . MELIHAT KAWAN
14 PHASE 14 . CLIBANARII
15 PHASE 15 . PERBEDAAN
16 PHASE 16 . MEMORI LAMA
17 PHASE 17 . KAPTEN BARU
18 PHASE 18 . KONFLIK PRIBADI
19 PHASE 19 . SEBUAH KEPUTUSAN
20 PHASE 20 . AGRESI MILITER
21 PHASE 21 . SPOT ANKAA
22 PHASE 22 . EMOSI YANG TERPANCING
23 PHASE 23 . GARIS KECEMASAN
24 PHASE 24 . MISI GELAP
25 PHASE 25 . PERMAINAN UDARA
26 PHASE 26 . SERPIHAN
27 PHASE 27 . JARAK TERJAUH
28 PHASE 28 . TITIK MERAH YANG DIINCAR
29 PHASE 29 . DI BALIK COSMO
30 PHASE 30 . MENUJU KE PERLINDUNGAN
31 PHASE 31 . PUSAT ALIANSI TIMUR
32 PHASE 32 . OPERASI MILITER
33 PHASE 33 . DUA MATA BIRU
34 PHASE 34 . CLIBANARII BARU
35 PHASE 35 . KEHILANGAN
36 PHASE 36 . EKSPETASI
37 PHASE 37 . KEKACAUAN
38 PHASE 38 . KESEMPATAN
39 PHASE 39 . HAL YANG TIDAK TERDUGA
40 PHASE 40 . INGATAN
41 PHASE 41 . KENYATAAN
42 PHASE 43 . PERJUMPAAN PERTAMA
43 PHASE 43 . RAPAT DADAKAN
44 PHASE 44 . RAPAT DADAKAN (2)
45 PHASE 45 . SAPAAN PERTAMA
46 46 . KEKHAWATIRAN
47 47 . KEJUJURAN
48 48 . KECEMASAN
49 49 . PENYELAMATAN
50 50 . KEKACAUAN
51 51 . BOIKOT
52 52 . RASA GUNDAH
53 53 . RASA TAKUT
54 54 . JIKA AKU JADI KAU
55 55 . SATU LANGKAH
56 56 . SEHARUSNYA
57 57 . PENGKHIANAT
58 58 . DILEMA
59 59 . BEDA KEYAKINAN
60 60 . DUA KUBU
61 61 . KETIMPANGAN
62 62 . PERGERAKAN
63 63 . KONDISI KRITIS
64 64 . KONDISI KRITIS (2)
65 65 . PERSETERUAN
Episodes

Updated 65 Episodes

1
PHASE 1 . AWAL MULA
2
PHASE 2 . BENCANA
3
PHASE 3 . KEMBALI KE AWAL
4
PHASE 4 . SEBUAH HARAPAN
5
PHASE 5 . SELAMAT
6
PHASE 6 . KABUT ASAP
7
PHASE 7 . USAHA
8
PHASE 8 . BERTAHAN HIDUP
9
PHASE 9 . MISI RAHASIA
10
PHASE 10 . SPOT BARU
11
PHASE 11 . BADAI PASIR
12
PHASE 12 . SURAT KALENG
13
PHASE 13 . MELIHAT KAWAN
14
PHASE 14 . CLIBANARII
15
PHASE 15 . PERBEDAAN
16
PHASE 16 . MEMORI LAMA
17
PHASE 17 . KAPTEN BARU
18
PHASE 18 . KONFLIK PRIBADI
19
PHASE 19 . SEBUAH KEPUTUSAN
20
PHASE 20 . AGRESI MILITER
21
PHASE 21 . SPOT ANKAA
22
PHASE 22 . EMOSI YANG TERPANCING
23
PHASE 23 . GARIS KECEMASAN
24
PHASE 24 . MISI GELAP
25
PHASE 25 . PERMAINAN UDARA
26
PHASE 26 . SERPIHAN
27
PHASE 27 . JARAK TERJAUH
28
PHASE 28 . TITIK MERAH YANG DIINCAR
29
PHASE 29 . DI BALIK COSMO
30
PHASE 30 . MENUJU KE PERLINDUNGAN
31
PHASE 31 . PUSAT ALIANSI TIMUR
32
PHASE 32 . OPERASI MILITER
33
PHASE 33 . DUA MATA BIRU
34
PHASE 34 . CLIBANARII BARU
35
PHASE 35 . KEHILANGAN
36
PHASE 36 . EKSPETASI
37
PHASE 37 . KEKACAUAN
38
PHASE 38 . KESEMPATAN
39
PHASE 39 . HAL YANG TIDAK TERDUGA
40
PHASE 40 . INGATAN
41
PHASE 41 . KENYATAAN
42
PHASE 43 . PERJUMPAAN PERTAMA
43
PHASE 43 . RAPAT DADAKAN
44
PHASE 44 . RAPAT DADAKAN (2)
45
PHASE 45 . SAPAAN PERTAMA
46
46 . KEKHAWATIRAN
47
47 . KEJUJURAN
48
48 . KECEMASAN
49
49 . PENYELAMATAN
50
50 . KEKACAUAN
51
51 . BOIKOT
52
52 . RASA GUNDAH
53
53 . RASA TAKUT
54
54 . JIKA AKU JADI KAU
55
55 . SATU LANGKAH
56
56 . SEHARUSNYA
57
57 . PENGKHIANAT
58
58 . DILEMA
59
59 . BEDA KEYAKINAN
60
60 . DUA KUBU
61
61 . KETIMPANGAN
62
62 . PERGERAKAN
63
63 . KONDISI KRITIS
64
64 . KONDISI KRITIS (2)
65
65 . PERSETERUAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!