Sebuah papan besar bertuliskan "Panti Asuhan Kencana" menjadi tempat tujuan Gilbert pagi ini. Bukan hanya sekedar kegiatan sosial, melainkan hatinya ingin menemui seseorang yang selalu membuatnya ingin kembali ke tempat ini.
"Selamat pagi, Kakak!"
Suara riang anak-anak menyambut kedatangan Gilbert dengan penuh suka cita, tapi lagi-lagi bukan itu yang Gilbert harapkan. Namun, kakinya tetap melangkah dan membuka tangannya untuk menerima pelukan dari semua anak yang menyambutnya.
Begitu semua anak panti pergi setelah mendapatkan pelukannya, barulah sosok seseorang yang di nantikan terlihat. Gadis cantik dengan wajah yang lembut dan sikap yang pemalu berjalan menghampiri Gilbert. Di tangannya ada sebuah nampan berisi teh hangat dan juga biskuit.
"Selamat pagi, Tuan Gilbert!" Satu kata terlontar dari bibir manis gadis itu.
Gilbert berdecak cukup nyaring. "Cukup panggil aku Gil atau Gilbert saja! Apa kau lupa?"
Gadis itu menggeleng. "Tidak, tapi aku tahu bahwa kau pemilik tempat ini! Aku harus menghormatimu, Tuan."
"Terserah kau sajalah!" Gilbert mengambil teh yang di letakkan gadis itu di dekatnya. "Aku suka teh buatanmu. Rasanya mirip seperti buatan ibuku."
Setiap kali mengingat ibunya, Gilbert pasti akan merasa hatinya menghangat. Namun, sikap sang ibu yang lebih menyayangi kakaknya membuat Gilbert perlahan menjauh dan memberi jarak yang tanpa sadar telah memisahkan keduanya begitu jauh.
Senyuman seketika mengembang di wajah gadis cantik itu saat mendengar pujian Gilbert. Ia lantas mengambil posisi di seberang Gilbert dengan memangku nampan di atas pangkuannya.
"Maaf jika aku lancang, Tuan, tapi aku merasa jika -" Ucapan gadis itu berhenti saat pandangan Gilbert naik dan bertumpu padanya.
"Jika apa?" Gilbert bertanya dengan wajah datar. Terlihat sedikit guratan di dahinya yang menandakan bahwa ia cukup penasaran dengan apa yang akan di sampaikan gadis di hadapannya kini.
Kepala gadis itu menunduk. Ia tak lagi memiliki keberanian untuk menatap sepasang mata yang penuh dengan ketegasan itu.
"Shahnaz! Aku bicara padamu." Gilbert meletakkan cangkir di tangannya, sebelum melipat kedua tangannya di depan dada.
Shahnaz. Gadis cantik yang usianya sama dengan Berciia membuat Gilbert selalu ingin menjaganya seperti ia menjaga adiknya selama ini. Terlebih Shahnaz adalah gadis malang yang di tinggalkan orang tuanya sejak ia dilahirkan. Kisah hidup Shahnaz yang serupa dengan ibunya, menambah satu alasan lagi bagi Gilbert untuk melindungi gadis itu. Setidaknya untuk saat ini! Lagi-lagi ibunya menjadi alasan bagi Gilbert untuk berbuat kebaikan. Sayangnya, hal itu tak pernah terlihat oleh wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.
"Ma- Maaf, Tuan, saya hanya ...," Shahnaz menarik nafasnya sedalam mungkin agar bisa melanjutkan kata-katanya. "Hanya ingin mengatakan jika Anda terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu." Shahnaz mengangkat sedikit pandangannya untuk melihat perubahan raut wajah Gilbert. Namun, pria itu hanya memasang wajah datar dengan aura yang kurang menyenangkan di sekelilingnya.
Tatapan Gilbert lurus ke depan. Tepatnya pada sosok Shahnaz yang terlihat salah tingkah setelah mengatakan apa yang ada dalam pikirannya. Sebenarnya, Gilbert tidak marah atau apapun itu. Ia hanya tidak tahu harus bereaksi seperti apa terhadap gadis itu. Setiap kali berada di dekat Shahnaz, Gilbert merasa menjadi seorang pria bodoh. Aneh memang!
Tiba-tiba Gilbert tertawa setelah cukup lama terdiam. Rahangnya yang tegas sedikit mengendur di barengi dengan binar keceriaan di sepasang mata hitamnya. "Kau ini bagaimana, Shahnaz! Tentu saja setiap hari aku berpikir. Setiap detik bahkan, kecuali saat aku sedang tertidur."
"Anda benar, Tuan." Shahnaz mencoba tertawa meski terasa hambar karena ia memang tidak mengerti apa yang sebenarnya di tertawakan oleh pria tampan dihadapannya ini.
Dari arah belakang terdengar suara langkah kaki seseorang di tengah kecanggungan yang terjadi antara Shahnaz dan Gilbert. "Gil? Oh, astaga cucuku yang tampan."
Gilbert lantas berdiri dan memeluk sosok wanita tua yang berjalan menghampirinya. "Apa kabar, Nenek Ratih?"
Wanita tua itu tidak lain adalah nyonya Ratih Kafeel. Istri dari mendiang Reinhard Kafeel. Paman dari Lily Stevano.
Ratih memperlihatkan senyumnya yang tak pernah berubah meski usia senja sudah menghampirinya. "Aku baik. Bahkan, sangat baik. Terlebih saat aku melihatmu."
Gilbert lagi-lagi tertawa. Entahlah, apa yang sebenarnya membuat pria dingin itu begitu mudah tertawa hari ini.
"Kalau begitu, saya permisi ke belakang, Tuan, Nyonya." Shahnaz membalikkan tubuhnya tanpa menunggu jawaban dari Gilbert ataupun Ratih.
Mata Gilbert tak lepas dari sosok Shahnaz yang menghilang di balik dinding menuju halaman belakang. Hal itu di sadari benar oleh Ratih yang lantas menepuk bahu Gilbert untuk menarik kembali kesadaran cucunya itu.
"Kau menyukainya?" Ratih bukan sedang bertanya, tapi ia sedang menegaskan dugaannya.
Gilbert tersenyum dengan wajah merona, tapi ia tidak memberikan jawaban apapun.
"Jika kau menyukainya, cepat katakan! Jangan menunggu takdir mempermainkan dirimu!"
***
Siang hari yang lengang di rumah besar Stevano. Langkah kaki yang menapaki anak tangga begitu nyaring terdengar karena tidak ada siapapun di rumah itu, selain nyonya Stevano tentunya.
"Hah!" Lily menghembuskan nafasnya. Matanya menyapu seluruh ruangan yang kini terasa begitu sepi. Sebelumnya, rumah besar ini akan sangat ramai setiap harinya. Tapi kini, semuanya telah berubah. Ketiga anaknya yang biasanya membuat kehebohan sudah beranjak dewasa dan memiliki kesibukan masing-masing. Begitu juga dengan kedua orangtuanya dan juga ayah mertuanya yang telah tiada. Di tambah belum lama ini, pamannya juga telah meninggalkan dunia ini untuk selamanya. "Ayah, Ibu, Daddy, Om Rei, aku merindukan kalian semua ...."
Tanpa sadar, langkah Lily sudah membawanya ke sebuah potret berukuran cukup besar yang tergantung rapih di salah satu sudut rumahnya. Disana terlihat jelas betapa bahagianya ia bersama seluruh keluarganya saat hari ulang tahun Berciia yang pertama. Semuanya begitu sempurna. Namun, lambat laun semua kebahagiaan itu meninggalkan dirinya. Ya, memang tidak semuanya! Lily masih memiliki Daffin dan juga ketiga anaknya yang sangat sibuk.
"Aku ingin menyusul kalian saja. Aku kesepian," ucap Lily begitu lirih. Suaranya nyaris tercekat karena desakan air mata. Entah mengapa, akhir-akhir ini ia begitu merasa kesepian dan juga di tinggalkan. "Apa yang kau pikirkan, Lily? Hidupmu begitu sempurna hingga hari ini. Kau hanya perlu sedikit kesibukan sepertinya." Tangan Lily menghapus air mata yang sayangnya tidak ingin berhenti mengalir.
"Kesibukan seperti apa yang kau inginkan, Nyonya Stevano?" Sepasang tangan besar sudah melingkar di tubuh Lily bersamaan dengan hembusan hangat di telinganya.
Lily memejamkan matanya dan tersenyum, sebelum menggelengkan kepalanya. "Berhenti bersikap mesum, Tuan Plankton!"
Daffin membalikkan tubuh Lily sehingga kini mereka sudah berhadapan. "Mesum?"
Kepala Lily mengangguk. Namun, ia tahu pasti jika setelah ini suaminya akan mengejek dirinya. Seperti yang biasa ia lakukan.
Tangan besar Daffin menyelipkan rambut Lily di kedua telinganya, kemudian bibirnya mendarat di kening sang istri. "Otak kecilmu ini yang sudah di penuhi oleh pemikiran mesum."
Benar bukan? Daffin pasti akan mengatakan hal itu. Ia sangat suka memancing amarah istrinya yang memang terkenal mudah marah.
"Aku sedang memikirkan hal yang lebih penting daripada hal-hal mesum, Daffin!" Lily mencubit perut Daffin dengan gemas. Beruntung, sekarang tubuh suaminya itu tidak sekekar dulu sehingga ia bisa dengan mudah mencubitnya.
Pekikan kesakitan dari bibir Daffin justru memancing tawa Lily yang mana membuat dirinya begitu bahagia.
'Bahagialah selalu, My Starfish! Kebahagiaanmu adalah alasan bagiku untuk tetap hidup ...'
Hallo semuanya 🤗
Stay healthy and happy 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🍊𝐂𝕦𝕞𝕚
sedikit demi sedikit agak ingat nama panggilan sayang nya ada saat Lily terlalu polos dan tidak peka ya terhadap perlakuan suaminya
apa harus read ulang kisah emak bapaknya lagi ya untuk mengenang dan mengingat kembali kisah mereka
2022-12-13
1