Sebenarnya rumah mamah tidak jauh dari rumah Ellia. hanya berjarak satu kampung atau desa.
Beberapa menit kemudian terlihatlah di depan ada persimpangan tiga jalan. Melihatnya Ellia-pun mengambil jalur kekanan karna kalau kekiri itu kerumah Mertuanya.
Hari sudah hampir gelap karena sebentar lagi maghrib akan tiba.
"Mana sih Mang Otoy biasanya aja ada dipinggir jalan, kok enggak keliatan yah..?! Mungkin dia lupa lagi sama hari ini." Keluh Ellia sedikit sambil fokus nyetir dan melihat-lihat grobak di pinggir jalan.
"Nah... tu dia mang otoy." kata Ellia senang melihat grobak martabak langgananya dari dulu.
Kerena malam ini malam minggu, banyak anak yang duduk di tepi jalan sambil nongkrong dengan temannya.
"Hei-hey... Lihat ada mobil mewah nih"
"wih.. Pasti mantep nih bodynya. Gitar spanyol mungkin." jawab anak yang sedikit kiwil.
"Yo...i .. Ehh eh.. Lihat-lihat dia mau berhenti nih..." kata sang pemuda yang agak kurus. Sambil memperhatikan mobil merah yang hendak berhenti di depan gerobak martabak.
"Pasti beli martabak dia.."
"Ye... Hu..."
Sorak beberapa anak sambil menepuk kepala sang teman yang berbicara.
"Udah pastilah. Lo enggak lihat ban mobil nya berhenti" jawab si kiwil lagi.
Merekapun seolah menanti-nantikan sosok yang akan keluar dari mobil..
Akhirnya Ellia-pun menepikan mobilnya dan mematikan mesin mobilnya.
Membuka pintu mobil dengan perlahan seakan ada efek slow-motion/adegan lambat di mata anak-anak remaja yang nongkrong....
Cpluk.
Sebelah sendal jepit putih sedikit buluk merek swallow melompat dari dalam mobil..
"Apaan tuh..? Sendal jepit. Ya elah.. Begini amat yak orang kaya. Sendal jepit buluk juga masih dipake, duh miris banget deh." komen salah satu remaja yang kurus.
Setelahnya kaki Elliapun perlahan turun dengan kaus kaki berwarna coklat. Adegan lambat pun kini telah hilang.
"Mang Otoy!... Martabak 3 mang!." setelah memesan Ellia-pun duduk di sebuah bangku plasting yang disetiakan mang Otoy.
Setelah melihat sosok yang keluar sekumpulan remaja-pun menghela nafas.
"Yah...." mengetahui bahwa sosok tersebut tidak sesuai harapan, merekapun kembali mengalihkan pandangannya.
"Uh.. Sayang banget. Mobil udah oke, malahan sosoknya yang kayak gerobak sayur." kata si kiwil yang mulutnya minta di cabe-in.
"huss... !! Enggak boleh ngomong gitu, kamu enggak sadar kalau mbakmu juga kayak gitu, entar kalo dia tetiba nongol gimana? Habis tu rambutmu. Mau di botakin?" kata pemuda yang sedikif alim-jaim pake kopiah.
"Alah.. Mbak ku yo masih dirumah, masak sambal terasi enggak bakalan denger deh. Soalnya kalau udah makan, udah lupa waktu dia" kata si kiwil lagi dengan mulutnya yang lanjut merocos sana-sini.
"Eh... Wil...will!..." mencolek-colek dan mencubit sang teman berusaha menyadarkan.
"Ishhh.. Apaan sih!, Cubit-cubit sakit tau" Seakan belum menyadari keadan sang kakak yang ada di belakangnya.
Tiba-tiba....
"Aduh-duh aduh...... Apaan sih tarik-tarik rambut gue lepasin bro..." Melihat semua temannya segera berdiri lengkap didepannya tanpa kekurangan tangan. Si kriwil-pun Akhirnya menyadari kalau tangan itu adalah milik kakaknya. Siapa lagi yang akan menjambak rambutnya lebih brutal kalau bukan sang kakak.
Seketika kriwil-pun menoleh.
"Mbak...! Ampun Mbakk.." teriak si kiwil dengan lebaynya.
"Bagus kamu yaa, Oh ternyata kamu sering jelekin mbak,.. Ayo pulang bantu Mbak cuci piring" sambil menyeret sikiwil dengan rambut kritingnya yang masih dia jambak.
Yang terdengar hanya sayup-sayup jeritan si kiwil dan menghilang.
Hening..
"Ih--- kapok aku kalau punya mbak kayak gitu!" Lalu merekapun kembali duduk nongkrong di pinggir jalan.
Setelah selesai memasak dan kemudian membungkusnya Mang otoy menyerahkannya kepada Ellia, pelanggan tetapnya.
"Nak Ellia..! ini martabaknya, 50 ribu nak biasa" sambil tersenyum menyerahkan kantong kresek hitam.
"Ah ya.. Ini mang! Kembaliannya sama mamang aja" Kata Ellia sambil menyerahkan tiga lembar uang bernilai 60 ribu karena tidak adanya uang pas.
"Alhamdulillah, makasih nak Ell" ucap syukur Mang Otoy.
Akhirnya Ellia-pun kembali malajukan mobilnya menuju rumah sang mamah.
Sesampainya dirumah Ellia-pun segera memarkirkan mobilnya di teras depan rumah yang penuh kenangan.
"Assalamu'alaikum.." kata Ellia sambil berdiri didepan pintu rumah bercat coklat.
"wa'alaikum salam.. Ya Ampun nak, kenapa sore sekali datangnya? Mamah kan udah pernah bilang kamu itu perempuan kalau bepergian usahakan pada siang hari. Deket-deket maghrib gini kok malah nongol. Bisa bahaya kamu tuh di begal di jalan. Dibilangin malah senyum-senyum." Kata sang Ibu sambil membukakan pintu dan menutupnya kembali tak henti-henti sang ibu mengomel, mengkhawatirkan dirinya yang sudah menikah ini.
Yang dibicarakan malah tersenyum sambil menyalami ibunya dan memeluknya sebentar sambil berucap ;
" Ellia kangen Mah, sama suasana di desa begini, sama mamah dan adek-adek juga. Gita mana mah sama Angga? Kok sepi sih" kata Ellia sambil menyadari bahwa rumah terbilang sepi.
"Yah kamu lupa to Nduk, inikan mau maghrib ya Gita barusan aja selesai mandi sedangkan si Angga, adek kamu yang satu itu lagi mandi mau sholat di mushola katanya ada kyai/ustad baru di kampung. Katanya sih kasep pisan( ganteng sekali katanya). Enggak tahu tujuannya untuk apa, laki kok cari laki" Ucap Ibu Ellia.
Mereka tidak tahu, bahwa Angga berusaha mencari pengganti Suami untuk kakaknya yang ia sayangi. Kalau tiba-tiba saja kakaknya di ceraikan oleh Abang Iparnya, setidaknya dia sudah ada calon Suami Pengganti untuk kakanya yang sudah dia sorot *****-bengeknya dan bibit-bebet-bobotnya.
Memang hanya laki-laki yang tahu sesama laki-laki. Dari pertama kali dia bertemu Abang iparnya, Angga sudah bisa menebak bahwa Abang Iparnya tidak mencintai sang kakak. Maka dari itu, Angga diam-diam menargetkan beberapa lelaki yang cocok secara penampilan dan Akhlaknya.
"Oalah ada-ada saja si Angga mah." kata Ellia.
Azan maghrib-pun berkumandang.
"Wah mbak kapan sampai" Kata Arranggita sambil menyalami kakaknya.
"Baru aja. Tuh! kakak ada bawa martabak kesukaan kalian" kata Ellia melihat bungkusan yang ada di atas meja, satu bungkus telah terbuka untuk di nikmati Ellia bersama sang ibu.
"Pantesan aja kayak ada bau-bau harum martabak gitu dari kamar aku" hendak mencomot martabak.
"Eh nanti aja deh selesai solat biar enggak ribet whudu lagi. Kak..! gita sholat duluan ya..!" Gita-pun lantas beranjak menunaikan sholatnya.
"Mah, Ellia juga mau sholat, Ellia duluan yah?" kata Ellia sambil setengah mengangkat tas bulatnya kekamar yang dulu Ellia punya tapi, semenjak menikah sudah direnovasi menjadi agak luas. Walaupun fasilitasanya hanya biasa-biasa saja. karena sang ibu pernah bilang masih tak faham menggunakan fasilitas yang lebih modern. Untuk memudah kan sang ibu mengeceknya dan memakainya Ellia-pun menuruti permintaan sang ibu.
Hanya kamar mandi Ellia saja yang memakai fasilitas tambahan seperti Shower gantung dan bak mandi manual dengan gayung tetap ada juga. Karna terkadang Aman juga pernah datang dan hanya menumpang mandi saja tidak pernah menginap
"Yo wes, pergilah! mamah juga mau sholat" kata sang Ibu.
Ketika mereka selesai menunaikan Ibadahnya. merekapun berkumpul diruang tamu.
"Martabak - martabak aku datang---!" kata sang Adik bernama Gita yang mengangkat kotak mertabak rasa kesukaannya keju-susu.
"Kak enak banget deh, pasti martabak di dekat batas desa kan, si Pak Otoy." kata Gita sambil mengunyah dengan asiknya.
"Assalamu'alaikum" kata Angga sambil memasukki rumah.
"Kak, maaf yah baru nyapa, soalnya udah kepepet mau ke Mushola, jadi langsung tancap gas aja deh" kata Angga sambil menyalim tangan sang kakak dan duduk disebelah kanan Ellia karna dikiri sudah ada si kembarannya Gita.
Sambil mencomot martabak kesukaan adiknya gita..
"Nyam... Wih Enak nih"
"Ishhhh Kakak lihat tuh.... Kak Angga tuh selalu usil tau enggak?" kata Gita mengadu kepada Ellia sambil cemberut dan kesel.
Begitulah keadaan mereka kalau sudah berkumpul asiknya sampai lupa waktu hingga jam sudah menunjukan pukul 21:00 WIB.
"Mah udah malem yuk tidur Ellia juga capek."
" Iyo, kamu duluan saja Nduk"
" Ya sudah Ellia duluan yah mah."
Setelah selesai memberaskan cucian piringnya, Elliapun segera masuki kamarnya dan bebersib dan segera tidur.
Sambil melamun mengingat kenangan lama bersama sang Ayah yang memboncengnya kesekolah dengan sepeda Ontelnya yang sudah tua.
Mereka bercerita sepanjang tepi sawah. Dulu jalanan berupa aspal masih belum ada didesa. Hanya ada jalan bebatuan krikil dan tanah berlumpur jika sudah musim hujan datang.
"Ayah..." Dalam lamunannya tak terasa air mata menetes. Ellia-pun segera menghapusnya.
"Ayah..! sekarang Aku sudah berhasil. Tenanglah disana."
Perasaan kerinduan dan kehilangan menghampiri Ellia hingga membawanya tertidur lelap.
Terkadang kata Rindu sperti inilah yang amat berat dan pedih kita rasakan.
^^^*Hati berkata rindu, namun yang dirindukan telah tiada*^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments