CHAPTER 02

Jessica mendorong Rania hingga terjatuh ke lantai, ia menjambak rambut panjang sedikit bergelombang milik Rania. Dengan seringai liciknya ia menampar pipi gadis itu berkali-kali hingga Rania merasakan panas dikedua pipinya.

"Kak aku mohon.. lepas..in.." ucap Rania terbata.

PLAKK!!

"ARGHH" teriak Rania kesakitan.

Satu tamparan keras mendarat dipipi Rania lagi sampai mengeluarkan darah segar dari sudut bibir gadis itu.

"Salahku apa kak? Ke..na..pa.. kakak ngelakuin ini?" tanya Rania.

PLAKK!! Satu tamparan lagi didapat oleh Rania setiap kali ia mencoba untuk berbicara. Wajah Rania kini sudah babak belur karena tamparan yang terus menerus ia dapat.

"Gue gak suka ada mahasiswa yang kuliah disini karena beasiswa! Apa lagi yang keganjenan kayak lo!" ucap Jessica sambil menjambak rambut Rania.

Rania hanya bisa menatap mata Jessica tanpa berani berbicara lagi, ia hanya bisa memohon ampunan lewat tatapan matanya.

"Otak lo gak diperlukan disini! Dikampus ini udah banyak mahasiswa yang pinter, gue bisa kapan pun gue mau untuk menyingkirkan sampah kayak lo!" desis Jessica.

Air mata sudah mengalir deras membasahi wajah Rania, ia menangis tersedu-sedu. Ia bahkan tidak tahu kesalahan apa yang sudah ia perbuat, sama seperti di sekolah lamanya. Ia di bully tanpa alasan yang jelas.

Seorang wanita yang bernama Rachel mengeluarkan gunting dari tasnya dan memberikan gunting itu pada Jessica. Hal itu membuat Rania ketakutan, gadis itu menggelengkan kepala sambil terus menangis.

"Ja..ngan.. kak" Rania memohon, namun sebuah tamparan yang didapat Rania.

Di luar toilet Sisi masih memantau keadaan, dari kejauhan ia melihat sosok pria yang sangat tidak asing. Ketika pria itu berjalan ke arahnya mata Sisi melebar ketakutan, Arthur! Gawat! Batin Sisi.

Ia ingin masuk kedalam menghampiri Jessica namun ia terlambat, pria itu sudah lebih dulu sampai dan memanggilnya.

"Ngapain lo disini? Jessica mana?" tanya Arthur.

"Jessica didalem Thur, la..gi.. make..up" jawab Sisi gugup.

Arthur memicingkan matanya, ia tampak curiga. "Kalian gak ngelakuin hal yang aneh-aneh lagi kan?" tanya Arthur menyelidik.

"Eng..eng..enggak! Enggak kok" jawab Sisi terbata.

Arthur hendak masuk ke toilet pria namun ia mendengar suara isakkan tangis dari dalam toilet wanita. Arthur menatap Sisi dengan penuh selidik membuat wanita itu mengalihkan matanya dari tatapan tajam Arthur.

Tanpa menunggu lama lagi, Arthur membuka pintu itu dan terlihat lah pemandangan yang sangat keji. Ia melihat seorang gadis duduk bersandar tak berdaya dengan pakaiannya yang sudah basah dan kotor.

Dan seorang wanita kejam yang ia kenali sedang menggunting rambut gadis itu. Jessica terperanjat kaget melihat kedatangan Arthur.

"APA LAGI YANG KALIAN LAKUKAN HAH?" bentak Arthur.

"My baby Arthur, tenang dulu. Cewek ini pantes mendapatkan ini semua" ucap Jessica.

"KETERLALUAN LO! KELUAR KALIAN DARI SINI! SEKARANG!" perintah Arthur.

Jessica pun keluar dengan amarah, ia menghentakkan kakinya saat berjalan keluar. Arthur segera menghampiri Rania yang tergeletak lemas sambil menangis sesegukkan.

"Hey.. lo udah aman sekarang" ucap Arthur, Rania menatap Arthur lalu ia menangis semakin keras.

Arthur membawa Rania kedalam pelukannya agar gadis itu merasa aman.

"Cup..cup.. gue disini" ucap Arthur menenangkan Rania.

Lalu ia membantu Rania untuk berdiri dan tiba-tiba saja ia menggendong Rania dan membawa gadis itu ke klinik yang ada di kampus mereka.

+

+

+

Arthur masih menunggu Rania hingga sadar, tadi ia sudah diberi obat oleh dokter dan tertidur cukup lama. Ia memandang wajah Rania dengan seksama, ia bertanya-tanya mengapa ia tertarik pada gadis ini. Ah! Gue pasti udah gila, mana mungkin gue tertarik sama ni cewek! Batin Arthur.

Rania perlahan bangun dari tidurnya, ia membuka matanya perlahan dan orang pertama yang ia lihat adalah Arthur. Senior yang menurutnya sama kejamnya dengan Jessica.

"Akhirnya bangun juga!" ucap Arthur.

"Makasih kak" ucap Rania, ya meskipun begitu Arthur sudah menolongnya.

Arthur menunjukan smirk nya saat mendengar ucapan terima kasih dari Rania.

"Makasih aja gak cukup!" ucap Arthur.

"Lo harus bayar kebaikan gue! Gak ada yang gratis didunia ini" lanjutnya.

"Aku... gak punya uang kak" ucap Rania, ucapan polos itu sukses membuat Arthur tertawa. Sedangkan Rania bingung dimana letak kelucuannya.

"Lo gak perlu bayar pake uang, gue gak butuh uang lo!" ucap Arthur.

Rania meremas sprei saat Arthur mendekat kearahnya.

"Lo cukup jadi budak gue!" bisik Arthur.

"Kenapa kak Arthur gak biarin aku mati aja tadi," ucap Rania.

"Terserah lo, kalau lo jadi budak gue, gue jamin gak akan ada yang berani bully lo" ucap Arthur.

"Tapi kalau lo gak mau, bukan Jessica. Tapi gue sendiri yang bakal keluarin lo dari kampus ini, gue bisa pastikan kalau besok nama lo dicoret di fakultas yang lo ambil" ucap Arthur mengancam.

Rania menatap Arthur, ia tidak berdaya melawan para penguasa di kampusnya. Saat ini yang ia pikirkan hanya lah ibunya, pasti ibunya akan sangat sedih jika Rania dikeluarkan dari kampus.

Rania meneguk salivanya dengan susah payah, "Aku bakalan jadi budak kak Arthur, asalkan jangan keluarkan aku dari kampus ini" ucap Rania pasrah. Ia tidak tahu akan menjadi budak yang seperti apa dirinya nanti.

Arthur tersenyum penuh kemenangan, sebenarnya ia melakukan ini agar bisa mengenal Rania lebih dalam lagi. Arthur tertarik dengan Rania karena gadis itu sama sekali tidak mengenal dirinya disaat wanita-wanita lain berlomba mencari perhatiannya.

"Kalo gitu gue pergi dulu, tugas lo dimulai besok. Oh ya, nomer gue udah ada di hp lo begitupun sebaliknya. Jadi pastikan lo selalu menjawab telpon gue secepat mungkin" ucap Arthur dan berlalu begitu saja meninggalkan Rania yang masih terbaring.

Drrtt..drtt..drtt.. Ponsel Rania berdering, ia dengan segera menjawab panggilan itu.

"Lo dimana?" ucap seorang gadis disebrang sana.

Rania tersenyum, "Aku di klinik dekat fakultas kedokteran, tolong aku Bell" ucap Rania bergetar.

Tut!! Panggilan terputus begitu saja, Rania tahu bahwa sahabatnya itu pasti sedang bergegas menemuinya.

Tak lama kemudian orang yang ditunggu pun datang, ia tidak datang sendiri melainkan bersama kekasihnya. Mereka tampak kelelahan akibat berlari, terlihat dari napasnya yang terengah-engah.

"Lo kenapa?" tanya Bella dan Bagas bersamaan.

Rania tidak menjawab, ia malah menangis ketika melihat dua sahabatnya itu. Bella memeluk Rania dengan erat, Bagas pun ikut bergabung memeluk Rania.

Hati Bella dan Bagas ikut sakit melihat keadaan sahabatnya yang mengenaskan, rambut indahnya dipotong asal hingga sebahu.

"Kita kesalon yuk, benerin rambut lo" ajak Bella.

"Gak usah Bell, aku rapihin sendiri aja nanti dirumah" tolak Rania.

"Gimana kalau nyokap lo tahu?" ucap Bella.

"Ck! udah ayo!" ajak Bella menarik lengan Rania dan Bagas.

*

*

*

Setelah dari salon Bella dan Bagas mengantar Rania sampai rumah, mereka memastikan sahabatnya selamat sampai rumah.

Sebelum berpisah Bella memberi Rania pelukan hangat yang biasa mereka lakukan.

"Makasih ya guys" ucap Rania.

"Iyaa, udah sana masuk. Istirahat, besok kita jemput ya" ucap Bella, Rania hanya mengangguk dan berpamitan pada dua sahabatnya itu.

Hari sudah malam, ibunya tentu saja sudah berada dirumah. Rania menampilkan senyum manisnya saat masuk kerumah.

"Assalammualaikum.." Raina memberi salam.

"Waalaikumsalam sayang" balas Dewi.

"Wah, kamu gunting rambut sayang? Tapi kok pendek sekali, kamu kan susah payah manjangin rambut kamu" lanjut Dewi.

"Biar kelihatan fresh mah, cantik gak?" ucap Rania.

Dewi tersenyum, "Anak mamah tetap cantik, mau bagaimana pun juga" ucapnya.

"Rania masuk ke kamar ya mah, mau mandi" ucap Rania dan di balas anggukan oleh Dewi.

 

\[{}\]

 

Rania memandang dirinya didepan cermin, ia mencuci muka dan menghapus bedak yang menutupi luka memarnya. Ia menangis lagi mengingat kejadian tadi siang, ia memandang sebuah pisau silet yang ada di westafelnya.

Ia selalu menyakiti dirinya sendiri saat ia merasakan sakit yang teramat sakit, namun cepat-cepat Rania membuang pikiran bodohnya itu. Ibunya sudah menghabiskan banyak uang untuk menyembuhkannya, ia tidak boleh melukai diri sendiri lagi.

Setelah selesai membersihkan badannya, ia kembali menutupi bekas memarnya dengan bedak yang diberikan oleh Bella. Setelah itu ia bergegas keluar menghampiri ibunya yang sudah menunggu untuk makan malam bersama.

Ibu dan putri itu makan malam diiringi obrolan kecil, ibunya paling sering menceritakan anak majikannya yang tampan dan baik hati.

"Rania jadi penasaran deh mah" ucap Rania.

"Dia juga belajar di universitas yang sama dengan kamu nak, mungkin dia dua tahun diatas kamu" ucap Dewi, Rania hanya ber-Oh ria.

Setelah selesai makan malam, Rania membantu sang ibu menyetrika baju milik majikannya. Ibunya memang sering membawa pulang pekerjaannya itu.

"Udah.. sana istirahat saja, kamu pasti capek hari ini" ucap Dewi.

"Mah.. Rania gak capek kok" ucap Rania.

Dewi mengelus lembut lengan Rania, tatapannya berubah menjadi sedih saat melihat lengan Rania yang penuh bekas goresan. Hal itu sedikit membuat Rania merasa tidak nyaman.

"Sayang.. kamu sudah tidak melakukannya lagi kan? Kamu sudah berhenti menyakiti diri kamu kan?" tanya Dewi.

"Mah.. Rania udah gak pernah lakuin ini lagi kok, Rania udah sembuh, berkat mamah" ucap Rania sembari tersenyum.

"Istirahat ya, kalau ada apa-apa, cerita sama mamah.. oke?" ucap Dewi dan dibalas anggukan oleh Rania.

Rania pun pergi ke kamar menuruti perintah sang ibu, lagi pula ia akan menangis kalau lebih lama berada di dekat ibunya.

 

⚛⚛⚛⚛⚛⚛⚛⚛

 

Rania terbangun karena suara deringan ponselnya yang nyaring, ia melihat jam di dinding yang baru menunjukkan pukul enam pagi, siapa sih yang nelpon pagi-pagi, batinnya.

Ia pun menjawab panggilan itu tanpa melihat siapa nama si penelpon.

"Apa yang gue bilang kemarin? Lo harus jawab telpon gue secepat mungkin! Ini gue harus nelpon banyak kali baru lo angkat" ucap seorang pria disebrang sana. Rania melihat nama si penelpon dan langsung bangun ketika melihat nama 'BOSS ARTHUR' tertera di layar ponselnya.

"Maaf kak" cicit Rania.

"Cepet mandi! Gue satu jam lagi sampai dirumah lo" ucap Arthur dan memutuskan panggilan telpon secara sepihak.

Tunggu, dia tahu darimana rumah aku? Hah.. Gak ada yang gak bisa dilakuin oleh orang kaya, batin Rania

#

#

#

Rania telah selesai bersiap-siap, ia tinggal menunggu Arthur. Ini masih terlalu pagi untuk berangkat kuliah, ia sangat bingung.

Setelah setengah jam menunggu tibalah sebuah motor sport berwarna hitam didepan rumahnya, ia tahu bahwa itu adalah Arthur setelah pria itu membuka helm.

Rania pun segera mengunci pintu dan menghampiri Arthur, tidak bisa di pungkiri. Arthur benar-benar tampan dan seksi, apa lagi saat ia duduk diatas motornya, itu saja sudah cukup membuat wanita-wanita histeris.

"Nih pake!" ucap Arthur memberikan helm pada Rania, tanpa basa-basi gadis itu pun langsung memakai helm tersebut.

Rania pun naik ke motor Arthur, ia sedikit takut karena motor ini terlalu tinggi. Dan tempat duduknya juga tidak nyaman.

"Pegangan! nanti jatoh lagi" ucap Arthur.

Rania pun menurut, ia memegang bahu Arthur, namun pria itu menurunkan tangan Rania dan melingkarkan tangan gadis itu di perutnya membuat Rania malu.

Mereka pun pergi dari rumah Rania menuju kampus.

 

\({}\)

 

Namun perkiraan Rania salah, mereka bukan menuju kampus, Arthur berhenti disebuah kafe didekat kampus.

Rania pun turun dari motor, ia sedikit kesulitan membuka pengait helm sampai-sampai membuat Arthur kesal sendiri.

"Ck! sini gue bukain" ucap Arthur dan membantu Rania melepaskan pengait helm itu.

Deg.. Deg.. Deg.. Jantung Rania berdegub kencang mendapat perlakuan seperti itu dari Arthur.

"Ayo masuk" ucap Arthur, mereka pun masuk ke kafe itu dan memesan makanan. Ternyata Arthur mengajaknya sarapan.

Arthur memainkan ponselnya sambil menunggu makanan mereka datang, ia sesekali melirik Rania yang hanya menunduk. Lalu tiba-tiba ia teringat tujuannya menjadikan Rania sebagai budaknya.

"Ah, gue lupa kasih tahu tentang tugas lo" ucap Arthur, Rania mengangangkat kepalanya dan menatap Arthur.

"Tugas lo cuma satu.. jadi pacar gue!" ucap Arthur.

DEGG!! Rasanya jantung Rania berhenti berdetak saat itu juga.

"A..a..a..apa..??" ucap Rania terbata.

"Lo budeg? atau tuli?" ucap Arthur.

"Ma.." ucapan Rania terhenti karena Arthur memberi isyarat untuk diam, alasannya adalah karena seorang pelayan sedang menuju meja mereka.

"Selamat menikmati" ucap pelayan itu ramah dan di balas senyuman oleh Rania.

"Kak.." ucapan Rania lagi-lagi di sela oleh Arthur.

"Sstt, makan dulu" ucapnya.

Rania kehilangan selera makannya, ia hanya memainkan krim yang ada di kue itu, mana mungkin ia bisa menikmati sarapannya.

"Kok gak di makan?" tanya Arthur dingin.

"Kak, aku boleh ke kampus duluan ya.. Aku gak laper" ucap Rania, ia hendak bangkit namun kata-kata Arthur menghentikannya.

"Oke, anggap aja ini hari terakhir lo di kampus itu. Jadi lo puas-puasin deh main disana" ucap Arthur.

Rania dengan terpaksa kembali duduk menunggu pria itu selesai dengan sarapannya, karena ia ingin memperjelas maksud dari Arthur.

"Ternyata rambut pendek lebih cocok buat lo" ucap Arthur tiba-tiba.

"Makasih, aku cukup terhibur" ucap Rania, ia mengira bahwa pujian itu hanya untuk menghibur dirinya.

Cukup lama menunggu akhirnya pria itu selesai, ia segera beranjak dari duduknya menuju kasir untuk membayar makanan mereka. Setelah membayar ia dan Rania segera menuju ke kampus, diperjalanan Arthur tidak mengizinkan Rania melepas tangannya yang melingkar diperut Arthur.

Tak butuh waktu lama Rania dan Arthur pun tiba di kampus, pandangan orang-orang langsung tertuju pada mereka. Hal itu membuat Rania sedikit takut dan tidak nyaman.

Edward, Robby, dan Roy sudah lebih dulu sampai di parkiran. Mereka pun sama terkejutnya dengan orang-orang.

"Kalau si Arthur udah sampai sejauh ini artinya tu cewek adalah mangsanya" ucap Robby.

"Orang-orang gak akan berani nyakitin tu cewek kalau Arthur udah terang-terangan kayak gini. Wah bahkan si Jessica gak bakal bisa ngelakuin apa-apa" ucap Roy.

"Semacam peringatan kayak gini, 'Dia adalah wanita gue, jangan berani-berani menyentuh milik gue!' begitulah sekiranya" ucap Robby.

"Kalian berdua ngomong apa sih! kayak orang gila" ucap Edward.

Mereka bertiga pun segera menghampiri Arthur, Robby dan Roy tampak bersemangat karena bisa bertemu dengan Rania lagi.

"Eh? lo ganti gaya rambut? tambah cakep" ucap Robby, seperti biasa, dia adalah yang paling banyak omong diantara mereka berempat.

Rania hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Robby.

"Emm, kak! aku duluan ya" pamit Rania. Tanpa menunggu lama Rania pun langsung pergi meninggalkan parkiran.

"Woow.. ada apa ni antara lo sama dia? lo gak mungkin naksir kan sama tu cewek, karena lo.." ucap Robby menggantung.

"Karena apa?" ketus Arthur.

"GAY!" sahut Roy.

Edward dan Robby langsung tertawa terbahak-bahak.

Saat Rania menuju fakultasnya, terdengar suara Bella yang memanggil-manggil namanya. Rania pun berbalik dan benar saja, Bella berlari menghampiri Rania.

"Lo.. ada hubungan apa sama kak Arthur?" tanya Bella dengan napasnya yang terengah-engah.

"Kamu kenal kak Arthur?" Rania balik bertanya.

"Kenal lah! siapa sih yang gak kenal dengan empat pangeran kebanggaan UIJ" jawab Bella.

"Aku?" ucap Rania polos. Mendengar itu membuat Bagas tertawa terpingkal-pingkal.

"Bener-bener, hahahaha" ucap Bagas disela tawanya.

"Itu artinya lo juga gak tahu kalau kak Arthur itu.. Gay!" ucap Bella dan ia berbisik saat mengatakan gay.

Rania membelalakan matanya tak percaya, bagaimana mungkin seorang gay meminta perempuan untuk menjadi kekasihnya.

"Masa sih??" tanya Rania tak percaya. Apa kak Arthur minta aku jadi pacarnya untuk menutupi bahwa dia gay? batin Rania

"Seperti yang diharapkan! Lo emang bener-bener kudet Ran, hidup lo sebatas belajar, belajar, n belajar!" ucap Bella kesal.

"Bener-bener, bener banget beb" ucap Bagas yang lagi-lagi tertawa.

"Kamu tuh ketawa mulu! gak ada yang lucu tahu!" ucap Bella memukul tangan Bagas.

"Tapi gak ada bukti sih kalau dia itu gay, hanya karena dia kejam terhadap cewek-cewek yang nembak dia bukan berarti dia gay kan" ucap Bagas. Bella dan Rania mengangguk-ngangguk setuju pada Bagas.

Rania merasa ada yang memperhatikannya dari jauh, ia memberanikan diri untuk melihat kearah orang yang mengintainya. Tapi ia langsung memalingkan pandangan saat tahu siapa yang mengintainya.

Mereka adalah senior-senior yang membullynya kemarin, bisa disebut juga sebagai Jessica squad. Rasa trauma sepertinya kembali datang setelah ia mendapat perlakuan buruk kemarin.

"Guys, aku duluan ya. Bentar lagi ada kelas" ucap Rania.

"Mau kita anter?" tawar Bella.

Rania tersenyum, "Enggak, makasih. Byee" ucap Rania.

*

*

Kelas terakhir Rania telah berakhir dua jam yang lalu, ia kini sedang berada di fakultas bisnis dan manajemen menunggu kelas Arthur berakhir.

Sebenarnya ia takut akan bertemu lagi dengan Jessica dan kawan-kawan, namun perintah Arthur tidak bisa ia tolak.

Orang-orang yang berlalu lalang melirik Rania dengan tatapan tajam, terlebih lagi mahasiswi. Mereka memandang Rania dengan tatapan tidak suka, namun tidak ada yang berani menegurnya.

Jantung Rania berdegub kencang karena Jessica dan temannya berjalan menuju kantin, Rania hanya bisa menunduk, tidak berani menatap wanita-wanita kejam itu.

Namun anehnya Jessica melewatkan meja yang ia tempati begitu saja. Sehingga Rania bisa bernafas lega.

Ia memilih pergi dari kantin itu dan menunggu Arthur di tempat lain saja. Cukup lama Rania menunggu akhirnya pria tampan itu keluar juga, tapi ia tidak sendiri. Ketiga temannya juga ikut bersama, saat mereka berempat jalan bersamaan Rania merasa seperti terintimidasi.

"Yuk jalan!" perintah Arthur.

"Tunggu kak, kita mau kemana?" tanya Rania.

"Menjalankan tugas lo sebagai pacar gue!" bisik Arthur.

Mendengar itu Rania meneguk salivanya. Ia langsung terduduk, gadis itu benar-benar takut sekarang, kakinya bergetar, lututnya lemas, ia teringat kejadian menyakitkan yang membuat dirinya hampir mati.

Arthur n the geng tampak bingung melihat gelagat Rania, terlebih lagi Arthur. Ia segera berlutut untuk mensejajarkan tubuh mereka.

"Lo kenapa?" tanya Arthur.

"A..a..aku.. g..gak.. Kenapa-kenapa" jawab Rania gugup.

"Kalau gitu, nih bawain tas gue" ucap Arthur, ia melemparkan tasnya yang berat pada Rania.

Saat mereka hendak pergi, suara melengking seorang wanita menghentikan langkah mereka. Mereka kompak menoleh ke arah sumber suara, empat pria tampan itu tampak malas melihat sekumpulan wanita itu, Siapa lagi kalau bukan Jessica squad.

Rania langsung menyembunyikan dirinya dibelakang Arthur saat Jessica dan teman-temannya mendekat, hanya melihat mereka saja sudah cukup untuk Rania merasakan kepedihan dan kesakitan. Rasanya seluruh tubuhnya kembali terasa sakit.

Edward yang memperhatikan gelagat Rania merasa ada yang janggal, kenapa dia kayak ketakutan gitu? batin Edward.

"My baby Arthur" ucapnya manja, tangannya bergelayutan di lengan Arthur.

"Lepas!" ucap Arthur, ia menepis kasar tangan Jessica.

Jessica hanya memasang wajah cemberut, bukan hal baru baginya mendapat perlakuan seperti itu dari Arthur. Ia sudah sangat terbiasa akan sifat kasar Arthur, ia melirik tajam kepada Rania.

"Heh! ngapain lo disini?" ucapnya ketus, Jessica ingin menghampiri Rania namun dihalangi oleh Arthur.

"Menjauh dari dia, jangan sentuh dia, ngerti?" desis Arthur.

"Kamu pikir aku takut? Lihat aja nanti!" ucapnya dan pergi dari hadapan Arthur.

"Guys gue udah gak mood buat nongkrong, gue duluan ya." ucap Arthur, "Ayo" lanjutnya dan menarik tangan Rania.

Edward, Robby dan Roy menatap bingung satu sama lain, mereka tidak mengerti apa yang terjadi. Mereka bertanya-tanya sendiri kenapa sahabatnya begitu tertarik pada Rania.

"Kira-kira ada apa ya sama si Arthur?" tanya Robby.

Edward menghela napas dan menjawab, "Gak usah kepo!" ucapnya dan pergi meninggalkan dua sahabat gilanya.

 

⚛ ⚛ ⚛ ⚛ ⚛ ⚛

 

Rania dan Arthur telah sampai dirumah Rania, tadinya gadis itu bertanya-tanya sepanjang jalan mau di bawa kemana dirinya. Sepanjang jalan ia gugup namun sekarang ia bisa bernapas lega karena ternyata pria ini mengantarnya pulang.

"Makasih kak" ucap Rania sembari mengembalikan helm Arthur.

"Sebenarnya yang jadi budak itu gue apa lo sih! Ngapain juga gue nganter jemput lo kayak gini, kayak tukang ojek aja!" kesal Arthur.

"Maaf kak, besok-besok kak Arthur gak perlu nganter dan jemput aku lagi" ucap Rania.

"Sini tas gue!" pinta Arthur, Rania pun memberikan tas itu pada si pemilik.

Saat Arthur ingin pergi, Rania tiba-tiba memegang tangannya.

"Aku belum bilang makasih sama kak Arthur" ucap Rania, Arthur mematikan mesin motornya dan melepas helm agar ia bisa lebih jelas mendengar ucapan Rania.

"Lo bilang apa?" tanya Arthur.

"Makasih karena udah nolongin aku kemarin, maaf aku baru bilang sekarang. Yang jelas aku makasih banyak atas pertolongan kak Arthur" ucap Rania. Mendengar ucapan tulus dari Rania membuat perasaan Arthur sedikit luluh, ia merasa kasihan pada gadis ini.

Namun cepat-cepat ia membuang perasaan itu, ah, gue pasti udah gila! Batinnya.

"Gue udah bilang kan, lo harus bayar bantuan yang udah gue kasih. Ngapain juga gue ngasih bantuan gratis buat lo" ucap Arthur.

Rania tersenyum miris, "Iya. Aku tahu kok" ucapnya.

"Yaudah kalau gitu, gue pergi" ucap Arthur, namun lagi-lagi ditahan oleh Rania.

"Apa lagi?" tanya Arthur kesal.

"Ada yang mau aku tanyain" ucapnya.

"Apaan?" tanya Arthur.

"Emmm.. Kak Arthur beneran.. Gay?" tanya Rania ragu-ragu.

"Lo tahu dari mana? Gue kira lo gak tau apa-apa" tanya Arthur.

Rania heran melihat reaksi Arthur yang tampak biasa saja, pria itu bahkan tidak terkejut sedikitpun karena mendapat pertanyaan itu.

"Dari temenku kak" jawab Rania.

Arthur menghela napas dan menatap Rania sebentar, hal itu membuat Rania takut. Ia menunduk dalam-dalam takut membalas tatapan mata Arthur.

"Gue bukan gay!" ucap Arthur, entah mengapa ia tidak ingin Rania menganggapnya sebagai seorang gay. Biasanya ia tidak peduli pada pandangan wanita-wanita terhadap dirinya, namun kali ini ia merasa harus meyakinkan gadis didepannya ini bahwa ia pria normal.

"Syukur deh" ucap Rania tersenyum lega.

"Lo gak percaya?" tanya Arthur, Rania dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Mau bukti?" tanya Arthur lagi.

"Enggak perlu kak.. Aku per.." ucapan Raina terhenti karena mendapat serangan dadakan dari Arthur.

Cupp! Arthur mencium bibir Rania sekilas membuat gadis itu terkejut. Arthur tersenyum geli melihat reaksi Rania, pipi gadis itu merona merah karena malu.

"First kiss? Hm?" tanya Arthur, Rania diam tidak menjawab. Raut wajahnya berubah menjadi sedih membuat Arthur mengerutkan keningnya bingung.

"Hey.." panggil Arthur.

"Kenapa kak?" tanya Rania.

"Gak! Gue pulang, besok tugas pertama lo benar-benar dimulai" ucap Arthur, ia langsung menyalakan mesin motor dan pergi meninggalkan gadis itu yang masih mematung.

Rania menghela napas mengingat pertanyaan Arthur tentang ciuman pertama tadi, ciuman pertamaku dicuri oleh seorang ******** kak, batinnya.

(Bersambung... ❤)

Terpopuler

Comments

Intan Permatasari

Intan Permatasari

hallo kak , mampir yukk di novel ku

2020-09-19

0

Sept September

Sept September

semangat kakakkkk

2020-09-15

0

lihat semua
Episodes
1 Arthur Sean Anderson POV
2 Rania Anindita POV
3 CHAPTER 01
4 CHAPTER 02
5 CHAPTER 03
6 CHAPTER 04
7 CHAPTER 05
8 CHAPTER 06
9 CHAPTER 07
10 CHAPTER 08
11 CHAPTER 09
12 CHAPTER 10
13 CHAPTER 11
14 CHAPTER 12
15 CHAPTER 13
16 CHAPTER 14
17 CHAPTER 15
18 CHAPTER 16
19 CHAPTER 17
20 MASA LALU RANIA PART 1
21 MASA LALU RANIA PART 2
22 TIDAK ADA KEADILAN DI SEKOLAH
23 CHAPTER 18
24 CHAPTER 19
25 CHAPTER 20
26 CHAPTER 21
27 CHAPTER 22
28 CHAPTER 23
29 CHAPTER 24
30 CHAPTER 25
31 CHAPTER 26
32 CHAPTER 27
33 CHAPTER 28
34 CHAPTER 29
35 CHAPTER 30
36 CHAPTER 31
37 CHAPTER 32
38 CHAPTER 33
39 CHAPTER 34
40 CHAPTER 35
41 CHAPTER 36
42 CHAPTER 37
43 CHAPTER 38
44 CHAPTER 39
45 CHAPTER 40
46 CHAPTER 41
47 CHAPTER 42
48 CHAPTER 43
49 CHAPTER 44
50 CHAPTER 45
51 CHAPTER 46
52 CHAPTER 47
53 CHAPTER 48
54 CHAPTER 49
55 CHAPTER 50
56 CHAPTER 51
57 CHAPTER 52
58 CHAPTER 53
59 CHAPTER 54
60 CHAPTER 55
61 CHAPTER 56
62 CHAPTER 57
63 BUKAN UPDATE
64 CHAPTER 58
65 CHAPTER 59
66 CHAPTER 60
67 CHAPTER 61
68 CHAPTER 62
69 CHAPTER 63
70 CHAPTER 64
71 CHAPTER 65
72 CHAPTER 66
73 VISUAL CAST part 01
74 CHAPTER SPECIAL -Story Of High School
75 CHAPTER SPECIAL - Story Of High School
76 LAST CHAPTER SPECIAL
77 CHAPTER 67
78 HAI HAI
79 CHAPTER 68
80 CHAPTER 69
81 CHAPTER 70
82 CHAPTER 71
83 CHAPTER 72
84 CHAPTER 73
85 CHAPTER 74
86 CHAPTER 75
87 CHAPTER 76
88 CHAPTER 77
89 CHAPTER 78
90 HELLO!!
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Arthur Sean Anderson POV
2
Rania Anindita POV
3
CHAPTER 01
4
CHAPTER 02
5
CHAPTER 03
6
CHAPTER 04
7
CHAPTER 05
8
CHAPTER 06
9
CHAPTER 07
10
CHAPTER 08
11
CHAPTER 09
12
CHAPTER 10
13
CHAPTER 11
14
CHAPTER 12
15
CHAPTER 13
16
CHAPTER 14
17
CHAPTER 15
18
CHAPTER 16
19
CHAPTER 17
20
MASA LALU RANIA PART 1
21
MASA LALU RANIA PART 2
22
TIDAK ADA KEADILAN DI SEKOLAH
23
CHAPTER 18
24
CHAPTER 19
25
CHAPTER 20
26
CHAPTER 21
27
CHAPTER 22
28
CHAPTER 23
29
CHAPTER 24
30
CHAPTER 25
31
CHAPTER 26
32
CHAPTER 27
33
CHAPTER 28
34
CHAPTER 29
35
CHAPTER 30
36
CHAPTER 31
37
CHAPTER 32
38
CHAPTER 33
39
CHAPTER 34
40
CHAPTER 35
41
CHAPTER 36
42
CHAPTER 37
43
CHAPTER 38
44
CHAPTER 39
45
CHAPTER 40
46
CHAPTER 41
47
CHAPTER 42
48
CHAPTER 43
49
CHAPTER 44
50
CHAPTER 45
51
CHAPTER 46
52
CHAPTER 47
53
CHAPTER 48
54
CHAPTER 49
55
CHAPTER 50
56
CHAPTER 51
57
CHAPTER 52
58
CHAPTER 53
59
CHAPTER 54
60
CHAPTER 55
61
CHAPTER 56
62
CHAPTER 57
63
BUKAN UPDATE
64
CHAPTER 58
65
CHAPTER 59
66
CHAPTER 60
67
CHAPTER 61
68
CHAPTER 62
69
CHAPTER 63
70
CHAPTER 64
71
CHAPTER 65
72
CHAPTER 66
73
VISUAL CAST part 01
74
CHAPTER SPECIAL -Story Of High School
75
CHAPTER SPECIAL - Story Of High School
76
LAST CHAPTER SPECIAL
77
CHAPTER 67
78
HAI HAI
79
CHAPTER 68
80
CHAPTER 69
81
CHAPTER 70
82
CHAPTER 71
83
CHAPTER 72
84
CHAPTER 73
85
CHAPTER 74
86
CHAPTER 75
87
CHAPTER 76
88
CHAPTER 77
89
CHAPTER 78
90
HELLO!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!