Perlahan-lahan kegelapan mulai tersingkir dari tahtanya, cahaya bintang mulai memudar dan bulan berjalan sesuai dengan porosnya lalu menghilang. Perlahan-lahan sang arunika menampakan dirinya dengan kehangatan, memberikan kehidupan di bumi kepada setiap makhluk yang bernyawa bahkan tumbuhan sekalipun.
Embun pagi jatuh ke dedaunan dan membentuk butiran air lalu jatuh ke tanah yang kemudian diserap oleh tanah. Angin mulai berhembus sejuk menjatuhkan dedaunan ke tanah, membuat pekarangan rumah jadi tidak enak dipandang. Dedaunan berserakan di tanah itu mulai disapu oleh seorang perempuan, menjadikan dedaunan yang berserakan menjadi satu dan menggunung. Bunga-bunga yang ditanam di area pekarangan rumah perlahan-lahan mulai bermekaran. Kupu-kupu dan kumbang mulai datang menghisap madu.
Seorang perempuan membersihkan pekarangan itu adalah seorang gadis bernama Violin. Violin tinggal di rumah bibi, jadi ia berniat membantu pekerjaan bibi di waktu luang. Seperti hari biasanya, seorang gadis bernama Alecia memperhatikan tingkah Violin dari kejauhan. Ia selalu bersikap mencoba meniru apa yang dilakukan oleh Violin. Bukan tanpa alasan, baginya Violin adalah sosok seorang kakak perempuan yang hebat, dank arena itu lah ia harus mengalahkan Violin diam-diam meski sebenarnya Violin bukanlah kakak kandung. Namun Alecia tetap menganggap Violin sebagai kakak perempuan yang menjadi panutan baginya.
Keberadaan Violin,
Menyapu semua dedaunan yang berserakan dan menjadikannya satu. Setelah selesai barulah mengubur dedaunan, cukup dengan mengali lobang secukupnya dan memasukan dedaunan ke dalam lubang lalu kembali menimbunnya dengan tanah. Setelah selesai, aku segera menyiram tanaman bunga.
“Hah, melelahkan! Bukan soal melelahkan ini, yang kemarin itu melelahkan” ucapku sembari tersenyum sementara pikiranku mengarah kepada puzzle yang ada di kamar telah diselesaikan dalam semalam.
Tiba-tiba jam tangan ponsel milikku menerima panggilan dan terdengar bunyi suara bel. Aku segera melepaskan selang air menyiram tanaman, membersihkan tanganku hingga kering dengan baju yang dikenakan. Setelah itu aku mulai menekan terima panggilan dari jam tangan ponsel yang kukenakan dan panggilan terhubung dengan headset yang kukenakan tanpa kabel. Setelah itu aku segera mengambil selang air yang kulepaskan dan kembali menyiram tanaman.
“Selamat pagi, Violin. Lagi sibuk?” sapa Gisel kepadaku.
“Hah, tumben sekali pagi-pagi menelponku. Ada apa?” jawabku.
“Jika kamu tidak sibuk bagaimana kalau kita berkumpul di taman? Aku dan Hani akan ke taman hari ini, kita akan bersenang-senang disana.”
“Begitu, baiklah aku akan ikut. Apakah ada sesuatu yang harus aku bawa?”
“Bisakah kamu membawa sesuatu yang kamu sukai, mungkin seperti buku.”
“Ya tentu saja, aku akan membawa sesuatu. Jam berapa kesana?”
“Jam dua sore, bagaimana kalau kami menjemputmu?”
“Menjemputku? Aku rasa tidak perlu, bukankah kita akan pergi dengan sepeda.”
“Ya itu benar, tapi bagaimanapun aku akan menjemputmu.”
“Tidak perlu, aku akan memberi kabar begitu tiba di taman. Temani saja Hani, aku akan sibuk sebelum datang ke taman mempersiapkan sesuatu.”
“Eh! Tidak perlu membawa makanan atau minuman ya, hari ini aku dan Hani yang akan traktir kamu.”
“Hah, traktir? Tumben, ada apa nih!”
“Tidak ada apa-apa, bukankah kami yang mengajakmu jadi ikutlah dan jangan mencemaskan apapun soal makanan dan minuman.”
“Baik sekali, baiklah aku akan semangat datang. Kita mungkin bisa bertemu di taman saja, di taman yang tidak jauh dari danau. Disana ditumbuhi oleh banyak pepohonan, sudah pasti jam dua siang akan menjadi tempat yang rindang dengan angin sejuk.”
“Baiklah, akan aku sampaikan kepada Hani. Sampai jumpa lagi!.”
“Ya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments