Rewrite Our Destiny
Lyrics Syabina Mu Saqeena, begitulah nama panjangnya. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu berprofesi sebagai dokter bedah di sebuah rumah sakit ternama.
Setiap hari dia harus datang ke rumah sakit sampai tidak mempunyai waktu yang banyak untuk sang Kekasih, yaitu Panduwinata Damendra.
Namun demikian, sepulang bekerja Pandu selalu mengunjungi Ily untuk sekedar melepas rindu yang seharian ini menggunung. Jabatan sebagai Direktur Utama di perusahaan sang Ayah nyatanya tidak membuat Pandu lupa pada kekasihnya.
Justru, Pandu selalu meluangkan waktu demi bisa bertukar sapa bersama Ily. Namun, harapan itu tidak sesuai kenyataan dimana Ily selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.
Seperti sekarang ini, Ily kembali meminta maaf padanya karena harus menangani pasien yang mengalami kecelakaan dan harus segera di operasi.
"Dokter Ily, ada pasien yang mengalami kecelakaan dan membutuhkan operasi besar. Dokter Bayu sudah memanggil dokter untuk segera ke ruang operasi," ucap suster Gaby yang merupakan asisten Ily.
"Baiklah. Aku akan segera bersiap," jawab Ily tanpa memedulikan bagaimana perasaan Pandu yang baru tiba di ruangan Ily.
Ily menatap Pandu yang baru saja mendudukkan diri di sebuah kursi dengan raut penuh permohonan. "Maafkan aku, Ndu. Ini sangat mendesak. Aku berjanji sepulang kerja akan datang ke rumah. Maafkan aku sekali lagi ya, Ndu? Tolong mengerti karena tujuanku ingin membantu mereka yang sedang berjuang mempertahankan nyawa," ucap ily sarat akan permohonan dan harapan bahwa Pandu akan memaafkannya lagi.
Pandu menghela napas pasrah. "Pergilah! Ada yang lebih membutuhkan kamu lebih dari aku," jawab Pandu sambil pandangannya tertuju pada kotak makan yang dia bawa untuk Ily dan belum tersentuh sedikitpun.
Ada sesak yang coba diredam, ada kecewa yang coba ditelan, dan ada nyeri yang coba Pandu abaikan. Berulang kali Pandu meyakinkan diri bahwa apa yang dilakukan Ily sudah benar.
Namun, sekuat tenaga Pandu melakukan itu, Pandu semakin merasa bahwa apa yang saat ini dia lakukan adalah sebuah bentuk pembohongan diri. Pandu tidak serela dan sesabar itu.
Ily berlalu begitu saja tanpa mau repot-repot menoleh ke belakang lagi. Pandu hanya bisa menatap punggung Ily yang berjalan menjauh dari ruangan dan menghilang di balik pintu putih.
Sedangkan Ily, dia merasa tidak ada yang salah dari apa yang saat ini dilakukannya. Tugas Ily begitu mulia dan memang harus ada yang dikorbankan untuk berjuang demi orang-orang yang membutuhkan.
Ily sedang berusaha menyelamatkan nyawa yang saat ini sedang di ambang kematian. Ily begitu konsisten dalam melakukan pekerjaannya. Sekitar tiga jam lamanya, Ily selesai melakukan operasi pada korban kecelakaan.
Dengan wajah lelah, Ily keluar dari ruangan operasi bersama suster Gaby. "Syukurlah, Dokter sudah berhasil menangani pasien," ucap suster Gaby bangga.
Ily tersenyum lega. "Ada kebahagiaan tersendiri ketika aku bisa membantu mereka, Sus," jawab Ily tulus.
Suster Gaby mengangguk. "Benar. Tetapi, apa kekasih Dokter tidak marah?" tanya suster Gaby lagi yang saat ini mengikuti langkah Ily yang masuk ke ruangan.
Sebelum menjawab, Ily menatap setiap sudut ruangannya yang sudah tidak ada lagi Pandu di dalamnya. Ada rasa bersalah yang menyergap ketika mengingat bahwa dirinya lagi-lagi harus mengutamakan pekerjaan dibanding Pandu.
"Dia pasti akan marah. Tetapi aku yakin, Pandu sangat mengerti aku," jawab Ily sambil melepas jubah berwarna hijau yang dikhususkan untuk melakukan operasi. Ily menggantinya dengan jas putih yang sempat tertanggal di gantungan.
"Wah, beruntungnya dokter Ily. Sudah tampan, kaya, pengertian juga. Kalian memang pasangan yang sangat serasi. Bahkan ya, Dok, banyak dokter wanita dan suster yang membicarakan tentang kekasih dokter," ucap suster Gaby panjang lebar.
Ily menoleh kaget. "Oh ya? Membicarakan yang seperti apa?" tanya Ily yang saat ini akan duduk di kursinya.
Suster Gaby mengambil posisi duduk di kursi yang bersebrangan dengan Ily yang hanya berbatasan dengan meja. "Mereka mengatakan bahwa kekasih Dokter adalah seorang laki-laki idaman. Banyak yang ingin ada di posisi Dokter saat ini," ungkap suster Gaby yang dibenarkan oleh Ily.
Dirinya memang begitu beruntung mempunyai kekasih seperti Pandu. Jika kebanyakan orang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kekurangannya masing-masing, tetapi tidak dengan Pandu.
Ily merasa, Pandu adalah manusia sempurna yang datang dalam hidupnya. Ily sungguh sangat bersyukur memiliki kekasih seperti Pandu.
Sedangkan di tempat lain, Pandu tidak langsung pulang ke rumah. Dia menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah kafe yang mulai banyak pengunjung.
Setelah mobil terparkir, Pandu berjalan gontai memasuki kafe dan memesan kopi yang diinginkan. Pandu mencari tempat duduk di rooftop dimana dia bisa melihat pemandangan kota dengan jelas.
Saat sudah duduk, Pandu menghembuskan napasnya kasar kemudian mendongak untuk melihat langit yang mulai menggelap dengan sinar matahari yang tampak keorenan di peraduannya.
"Entahlah bagaimana hubungan ini akan bermuara. Aku sudah terlalu lelah ada di posisi yang selalu mengerti," gumam Pandu mengingat kembali sang Gadis yang begitu dicintainya.
Tidak berapa lama, kopi pesanannya pun datang. Setelah mengucapkan terima kasih, pelayan itu berlalu. Pandu segera menyeruput kopi pahitnya agar semua isi di kepalanya yang berkecamuk sedikit mereda.
Setelah itu, pandangan Pandu kembali di arahkan pada matahari yang kini sudah tenggelam di ufuk barat. Begitu menenangkan sebuah jiwa yang saat ini terasa gersang karena tak lagi disiram kasih sayang oleh sang pemilik.
"Hai, Ndu? Boleh gabung kan?" sapa suara lembut yang membuat Pandu mengalihkan pandangan.
"Tanpa izin pun kamu sudah duduk di kursiku," jawab Pandu kesal karena perempuan yang menyapanya kini sudah duduk dengan tenang di kursi yang bersebrangan dengan kursinya.
Perempuan tersebut hanya menyengir kuda. "Bagaimana, Ndu? Apa hari ini Ily ada waktu untukmu?" tanya Renita, teman yang selalu ada untuk Pandu.
Pandu menghela napasnya lelah kemudian menggeleng. Ledakan tawa berhasil Pandu dengar dari gadis di hadapannya.
"Kan aku sudah pernah mengatakan jika Ily tidak mungkin menyia-nyiakan waktu hanya untuk berpacaran. Dia terlalu mencintai pekerjaannya," ucap Renita disertai tawa meledek.
"Kamu benar. Ily sangat mencintai pekerjaannya. Tetapi, aku tidak masalah dengan itu. Dia sedang berjuang untuk orang lain yang saat ini nyawanya sedang di ambang kematian," jawab Pandu membela Ily.
Renita mengulas senyum manisnya. "Iya. Sejak dulu Ily memang sangat ambisius," jaaba Renita membenarkan.
"Menurutmu, apakah yang dilakukan Ily sudah benar?" tanya Pandu yang sebenarnya sedang meyakinkan diri sendiri.
Renita mengangguk. "Yang dilakukan Ily sangat mulia. Aku mengakuinya," jawab Renita membenarkan.
"Tidak. Maksudku, apakah seorang kekasih akan di anggap wajar bila tidak bisa meluangkan waktu sebentar saja? Hanya sekedar bertukar cerita dengan kekasihnya?" tanya Pandu yang mulai bimbang.
Renita tidak langsung menjawab. Pandangannya kini tertuju pada matahari terbenam yang sedang Pandu tatap juga.
"Kamu tahu tidak? Seseorang yang mencintaimu dengan tulus pasti akan meluangkan waktu di tengah kesibukan untuk sekedar bertemu. Bukan mencari waktu luang untuk bisa bertemu. Seperti aku contohnya," jawab Renita yang seketika membuat pikiran Pandu semakin bercabang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...terima kasih sudah mampir kesini yak...
...semoga kalian suka 😍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sebutir Debu
cemungut kak. cuma bisa bantu kopi
2022-12-31
1
Arie
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2022-12-09
2