Tentang Fatimah

Fatimah tak bisa bersantai atau menikmati waktunya di rumah seperti biasa, biasanya Fatimah akan menikmati hari-hari di rumah karena dia tidak bisa berada di rumah setiap hati, dan Fatimah selalu merasa bahagia saat bisa melakukan ala yang biasanya tidak bisa di lakukan di pesantren.

Hal pertama yang Fatimah lakukan menonton TV, bermain ponsel bereleha-leha sambil makan cemilan, dan yang paling Fatimah suka saat berada di rumah, menikmati masakan sang bunda yang terasa begitu lezat tiada tara, menu favourite yang selalu bunda siapkan mampu membuat Fatimah merasa begitu senang dan bahagia.

"Ibu, aku harap beliau cepat sembuh, bagaimanapun hidupku terasa hampa tanpamu," lirih Fatimah sambil mengingat kebersamaan dia dengan sang Ibunda.

"Aku tidak boleh seperti ini, aku akan mendo'akan Ibu dan berusaha terlihat tegar di depan Ibu, agar dia semakin semangat untuk sembuh," lirih ku sambil mengayunkan kaki keluar dari kamar berniat pergi meninggalkan rumah dan kembali ke rumah sakit.

"Loh, Nona Fatimah mau ke mana?" suara seorang asisten rumah tangga menghentikan langkah Fatimah yang sebenarnya sudah menuruni tangga.

"Aku mau langsung ke rumah sakit Mbok, ada apa ya?" sahut Fatimah dengan senyum ramah yang sering sekali terlihat, senyuman penyejuk hati siapapun yang melihatnya.

"Makan dulu Non! Nyonya baru saja menelfon dan meminta Mbok menyiapkan makan untuk Nona," titah asisten rumah tangga yang ada di hadapannya itu.

"Mbok aku ingin segera menemui Ibunda dan menemaninya, aku akan makan di rumah sakit saja Mbok," sahut Fatimah menolak halus sang asisten rumah tangga dan berniat kembali melangkahkan kaki keluar dari rumah berniat untuk langsung pergi ke rumah sakit.

"Nona tidak di izinkan pergi dan Pak Supri di larang mengantar Nona jika Nona tidka makan lebih dulu," tutur sang asisten rumah tangga yang cukup membuat Fatimah merasa sedikit jengkel dan ingin marah karenanya, tapi kemarahan dan rasa jengkel yang sempat hinggap langsung sirna saat Fatimah sadar jika apa yang di lakukan sang Ibunda dan asisten rumah tangganya itu bukanlah hal buruk melainkan demi kebaikan Fatimah lagi pula dia sadar jika dia tidak segera makan tepat waktu, magh yang selama ini suka hadir dalam hidupnya aka kembali menemani hari-hari nya, Fatimah sadar jika magh itu datang, maka bisa di pastikan dia tidak akan bisa menemani sang Ibunda.

"Baiklah Bik, aku akan makan. Siapkan saja makanannya!" jawaban yang sejak tadi di tunggu-tunggu oleh sang asisten rumah tangga akhirnya terdengar, dia terlihat menghembuskan nafas lega mendengar jawaban Fatimah kali ini.

'Aku harus makan agar bisa kuat menerima kenyataan hidup dan menemani Ibu di rumah sakit,' batin Fatimah yang kini terlihat begitu bersemangat untuk mengisi tenaga dengan makan.

Melahap satu piring penuh nasi beserta lauk pauk sebagai temannya, Fatimah begitu menikmatinya dengan rasa syukur yang tak pernah pergi dari hidupnya. Bagi Fatimah apa yang dia punya dan dia rasakan saat ini merupakan sebuah anugerah yang harus selalu di syukuri, meski ada ujian yang harus di hadapi, tapi Fatimah menganggapnya sebagai bentuk kasih sayang Tuhan padanya.

"Bik!" panggil Fatimah setelah melahap habis satu piring penuh di hadapannya.

"Iya, ada apa Nona?" sahut asisten rumah tangga yang terlihat berjalan cepat ke arah Fatimah.

"Tolong bersihkan semua ini, dan ajak yang lain makan agar makanannya tidak mubazir terbuang," pesan Fatimah sebelum dia pergi.

"Biar saya yang mencuci piringnya, Nona," sang asisten mencoba menghalangi langkah Fatimah yang hendak pergi menuju tempat cuci piring dengan satu piring di tangannya.

"Sudahlah, ini hanya satu piring bekas makanku, Bibik kerjakan yang lain saja!" tolak Fatimah yang memang terdidik mandiri karena berada di pesantren sejak kecil, Fatimah juga memiliki kebiasaan yang sulit untuk dia rubah, Fatimah terbiasa makan dengan tangan, rasanya jauh lebih nikmat, jadi jika dia makan dengan sendok, maka rasanya akan berbeda tak senikmat makan dengan tangan.

"Nona memang berhati mulia, meski kaya dan Puteri seorang majikan tapi sikap Nona tidak sombong, tetap ramah dan rendah hati," puji asisten rumah tangga Fatimah.

"Jangan terlalu memuji seorang hamba Bik! karena sejatinya aku sama seperti Bibik, terkadang aku juga bersikap buruk tanpa aku sadari, jadi jangan terlalu memujiku," ucap Fatimah yang memang kurang suka di puji, semua itu bukan karena dia sombong, Fatimah hanya takut menjadi sombong dan merendahkan orang lain karena menganggap dirinya jauh lebih baik dari yang lain.

"Nona memang gadis yang paling baik, siapapun yang akan menjadi suami nanti pasti akan menjadi laki-laki paling beruntung karena memilikimu istri sebaik Nona di tambah soleha seperti Nona," ujar sang asisten yang terdengar sama sekali tidak menggubris ucapan Fatimah agar tidak memujinya lagi.

"Sudahlah Bik, aku pergi ke rumah sakit dulu. Bibik jaga diri dan jaga rumah!" pesan Fatimah sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan sang asisten yang kini tengah menatap penuh rasa kag ke arah Fatimah yang sedang berjalan menjauh hingga tak terlihat di balik tembok.

"Pak Supri!" panggil Fatimah sesaat setelah sampai di teras rumah.

"Iya, Non," sahut Pak Supri sambil berjalan cepat ke arah Fatkmah yang tengah tersenyum manis.

"Ada apa, Nona?" tanya Pak Supri.

"Pak, tolong antarkan saya ke rumah sakit." pinta Fatimah, meski Fatimah tahu dengan pasti jika Pak Supri telah di gaji oleh sang Ibu, tetap saja dia tidak pernah berkata kasar atau memerintah seenaknya sendiri, kata tolong dan Terima kasih sering sekali di dengar oleh Fatimah, karena itulah kebanyakan dari pekerja di rumah Fatimah merasa senang dan betah bekerja di sana.

"Loh, bukankah Nyonya meminta Nona agar beristirahat?" sahut Pak Supri dengan dahi mengkerut menandakan jika saat ini dia tengah heran.

"Sudah Pak, antar saja saya ke rumah sakit, saya bisa istirahat di sana sambil memantau keadaan Ibunda," Fatimah mengatakan apa yang ada di dalam benaknya.

"Baiklah, mari silahkan!" ujar Pak Supri yang kini berjalan di depan Fatimah kemudian membuka pintu untuknya.

"Silahkan masuk, Nona!" titah Pak Supri.

"Terima kasih, Pak," sahut Fatimah seraya berjalan masuk ke dalam mobil, sebenarnya Fatimah kurang suka jika di perlakukan seperti tadi, tapi Pak Supri tetap melakukannya tanpa memperdulikan protes yang di layangkan oleh Fatimah.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang menembus jalan raya yang saat ini terlihat begitu macet dan padat, Fatimah yang memang lebih suka udara dari luar mobil di bandingkan Ac memilih membuka lebar kaca pintu mobilnya menikmati udara yang masuk ke dalam mobil, dan apa yang di lakukan Fatimah tak luput dari perhatian seorang pria yang akan menjadi suaminya, kebetulan mobil yang dia tumpangi berada tepat di samping mobil Fatimah, tanpa ada niat menyapa atau menampakkan diri pria itu hanya menatap Fatimah dari balik kaca mobil yang tertutup rapat dengan senyum licik yang tampak jelas di wajahnya.

Terpopuler

Comments

Tati Suwarsih Prabowi

Tati Suwarsih Prabowi

balas dendam tdk d sukai Allah

2023-02-25

0

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

kasihan Fatimah,
calon suaminya koq punya rencana jahat kayaknya

2023-01-02

0

lihat semua
Episodes
1 Permintaan Perjodohan
2 Kabar Dari Bik Husna
3 Tentang Fatimah
4 Permintaan Fatimah
5 Permintaan Fatimah
6 Dia Pilihan Ibu
7 Penolakan Yang Berakhir Dendam
8 Hati-hati, Bu!
9 Meminta Izin
10 Pamit Dari Pesantren
11 Ucapan Perpisahan
12 Acara Pernikahan Fatimah
13 Sah
14 Perbedaan Sikap Satya
15 Kedatangan Zia
16 Pernikahan Yang Melelahkan
17 Satya Bersikap Semakin Aneh
18 Permintaan Fatimah
19 Jamur Kuping
20 Tokoh Buku
21 Berkenalan Dengan Fariz
22 Sikap Buruk Satya
23 Jahat Sekali
24 Perintah Yang Mengejutkan
25 Daya pikat Fatimah
26 Tidak Sesuai Rencana
27 Memancing Kesalah fahaman
28 Ada Apa, Om?
29 Mencoba Menyembunyikan Kesedihan
30 Pindah Rumah
31 Kecurigaan Ibu Halimah
32 Permintaan Farah
33 Memindahkan Fatimah
34 Kedatangan Farah part 1
35 Kedatangan Farah part2
36 Bertanya Tentang Farah
37 Kejadian tak terduga
38 Satya Sakit
39 Ucapan Terima Kasih Satya
40 Permintaan Farah
41 Perhiasan Dari Ibu Halima
42 Berkunjung Ke Rumah Ibu.
43 Kenyamanan Yang Tak Di Sangka
44 Belajar Memakai Sarung
45 Opor Ayam Permintaan Satya
46 Membeli Kartu Baru
47 Pengusiran Satya.
48 Ketahuan
49 Izin Berkunjung Ke Pesantren
50 Berkunjung Ke Pesantren
51 Bertemu Ummah
52 Bertemu Fariz Di Pesantren
53 Makan Bersama Keluarga Ummah
54 Mengobrol Bersama Zia Dan Fariz
55 Pujian Dari Teman-teman Fatimah
56 Farah Datang Lagi
57 Farah Tak Akan Kembali
58 Kenapa Kamu menatapku?
59 Di Kira Pengantin Baru
60 Secangkir Kopi Dari Fariz
61 Kemarahan Satya
62 Sikap dingin Fatimah
63 Bertemu Kakak Satya
64 Diam Tanpa Kata
65 Hadiah Dari Kak Satria
66 Kecurigaan Satya
67 Perintah Satya
68 Satria Tukang Rebut
69 Pergi Jalan-Jalan Bersama Mama Mertua
70 Belajar Agama Bersama Fatimah
71 Pergi Ke Salon Bersama Mertua
72 Awal Perubahan Mama
73 Senyum Fatimah
74 Meminta Yang Sam Seperti Fatimah
75 Sikap Baik Fatimah
76 Perasaan Nyaman Satya
77 Keinginan Zia
78 Rencana Fatimah
79 Gorengan Untuk Satya Dan Satria
80 Rasa Syukur Mama Nia
81 Sarapan Bersama Mama Nia
82 Mengantar Makanan Untuk Satya
83 Satria Pengganggu
84 Jodoh Yang Terbaik
85 Makan Bersama Satya Fi Restaurant
86 Satrya Yang Sebenarnya
87 Fatimah Mengendap-endap
88 Pengganggu
89 Aku Harus Cepat!
90 Berangkat Menjemput Papa Satya
91 Permintaan tinggal lebih lama
92 Bertemu Papa Satya
93 Gadis idaman
94 Memasak Semur Daging
95 Usaha Satria
96 Jujur
97 Kutukan Satria
98 Terima kasih
99 Kabar Ibu Halimah Sakit
100 Ibu Halimah Masuk Rumah Sakit
101 Mencari Fatimah
102 Menemui Fatimah
103 Waktu Yang Tidak Tepat
104 Ibu Halimah Mulai Siuman
105 Kondisi Ibu Sebenarnya
106 Satya Yang Aneh
107 Ibu Halimah
108 Berduka
109 Aku Beruntung Memiliki Kalian
110 Siapa Joni?
111 Tamu Tak Di Undang
112 Terkejut
113 Mengemas barang-barang Ibu
114 Rencana Pindah Rumah
115 Rumah Baru
116 Saling melengkapi
117 Aku Menyayangimu Fatimah
118 Dia istriku
119 Sarapan Pagi bersama
120 Pemberian Satya
121 roller coaster
122 Makan malam romantis
123 Malam Romantis
124 Kamu Milikku Sekarang
125 Sambutan Mama Nia
126 Pergi Ke Rumah Sakit
127 Kekhawatiran Satya
128 Hanya Prediksi
129 Positif
130 Mulai Posesif
131 Jangan Banyak Protes!
132 Ngidam
133 Dasar Bumil
134 Biar Dia Ambil Semuanya
135 Akhir Yang Bahagia (end)
Episodes

Updated 135 Episodes

1
Permintaan Perjodohan
2
Kabar Dari Bik Husna
3
Tentang Fatimah
4
Permintaan Fatimah
5
Permintaan Fatimah
6
Dia Pilihan Ibu
7
Penolakan Yang Berakhir Dendam
8
Hati-hati, Bu!
9
Meminta Izin
10
Pamit Dari Pesantren
11
Ucapan Perpisahan
12
Acara Pernikahan Fatimah
13
Sah
14
Perbedaan Sikap Satya
15
Kedatangan Zia
16
Pernikahan Yang Melelahkan
17
Satya Bersikap Semakin Aneh
18
Permintaan Fatimah
19
Jamur Kuping
20
Tokoh Buku
21
Berkenalan Dengan Fariz
22
Sikap Buruk Satya
23
Jahat Sekali
24
Perintah Yang Mengejutkan
25
Daya pikat Fatimah
26
Tidak Sesuai Rencana
27
Memancing Kesalah fahaman
28
Ada Apa, Om?
29
Mencoba Menyembunyikan Kesedihan
30
Pindah Rumah
31
Kecurigaan Ibu Halimah
32
Permintaan Farah
33
Memindahkan Fatimah
34
Kedatangan Farah part 1
35
Kedatangan Farah part2
36
Bertanya Tentang Farah
37
Kejadian tak terduga
38
Satya Sakit
39
Ucapan Terima Kasih Satya
40
Permintaan Farah
41
Perhiasan Dari Ibu Halima
42
Berkunjung Ke Rumah Ibu.
43
Kenyamanan Yang Tak Di Sangka
44
Belajar Memakai Sarung
45
Opor Ayam Permintaan Satya
46
Membeli Kartu Baru
47
Pengusiran Satya.
48
Ketahuan
49
Izin Berkunjung Ke Pesantren
50
Berkunjung Ke Pesantren
51
Bertemu Ummah
52
Bertemu Fariz Di Pesantren
53
Makan Bersama Keluarga Ummah
54
Mengobrol Bersama Zia Dan Fariz
55
Pujian Dari Teman-teman Fatimah
56
Farah Datang Lagi
57
Farah Tak Akan Kembali
58
Kenapa Kamu menatapku?
59
Di Kira Pengantin Baru
60
Secangkir Kopi Dari Fariz
61
Kemarahan Satya
62
Sikap dingin Fatimah
63
Bertemu Kakak Satya
64
Diam Tanpa Kata
65
Hadiah Dari Kak Satria
66
Kecurigaan Satya
67
Perintah Satya
68
Satria Tukang Rebut
69
Pergi Jalan-Jalan Bersama Mama Mertua
70
Belajar Agama Bersama Fatimah
71
Pergi Ke Salon Bersama Mertua
72
Awal Perubahan Mama
73
Senyum Fatimah
74
Meminta Yang Sam Seperti Fatimah
75
Sikap Baik Fatimah
76
Perasaan Nyaman Satya
77
Keinginan Zia
78
Rencana Fatimah
79
Gorengan Untuk Satya Dan Satria
80
Rasa Syukur Mama Nia
81
Sarapan Bersama Mama Nia
82
Mengantar Makanan Untuk Satya
83
Satria Pengganggu
84
Jodoh Yang Terbaik
85
Makan Bersama Satya Fi Restaurant
86
Satrya Yang Sebenarnya
87
Fatimah Mengendap-endap
88
Pengganggu
89
Aku Harus Cepat!
90
Berangkat Menjemput Papa Satya
91
Permintaan tinggal lebih lama
92
Bertemu Papa Satya
93
Gadis idaman
94
Memasak Semur Daging
95
Usaha Satria
96
Jujur
97
Kutukan Satria
98
Terima kasih
99
Kabar Ibu Halimah Sakit
100
Ibu Halimah Masuk Rumah Sakit
101
Mencari Fatimah
102
Menemui Fatimah
103
Waktu Yang Tidak Tepat
104
Ibu Halimah Mulai Siuman
105
Kondisi Ibu Sebenarnya
106
Satya Yang Aneh
107
Ibu Halimah
108
Berduka
109
Aku Beruntung Memiliki Kalian
110
Siapa Joni?
111
Tamu Tak Di Undang
112
Terkejut
113
Mengemas barang-barang Ibu
114
Rencana Pindah Rumah
115
Rumah Baru
116
Saling melengkapi
117
Aku Menyayangimu Fatimah
118
Dia istriku
119
Sarapan Pagi bersama
120
Pemberian Satya
121
roller coaster
122
Makan malam romantis
123
Malam Romantis
124
Kamu Milikku Sekarang
125
Sambutan Mama Nia
126
Pergi Ke Rumah Sakit
127
Kekhawatiran Satya
128
Hanya Prediksi
129
Positif
130
Mulai Posesif
131
Jangan Banyak Protes!
132
Ngidam
133
Dasar Bumil
134
Biar Dia Ambil Semuanya
135
Akhir Yang Bahagia (end)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!