"Bar, sudah mendingan kamu ganti baju dulu baru kita pikirkan mencari nari ya" ucap pak Rudi bertekad akan bantu anaknya satu-satunya.
"iya pa" ucapnya lemas tapi enggan bergerak.
Pak Rudi berlalu keluar dari kamar bari lalu duduk di meja makan.
"Gimana pa, kemana Narita nya"
"dia pergi" jawab pak Rudi pendek
"pergi, baguslah" ucap ibu Martina enteng
"Bagus kamu bilang, ibu macam apa kamu"?
"yahhh aku yakin bari akan bahagia kok"
"Hehh bahkan kamu belum sadar sudah menghancurkan anakmu ya"?
"menghancurkan apa"?
"Susah bicara sama kamu, kamu ingat ya ma, bari itu anak kita satu-satunya, kalau sampai kita kehilangan bari gara-gara ulah mama, awas mama, papa yang akan bertindak" ujar pak Rudi sangat keras dan berlalu ke kamar.
Ibu Martina masih merasa paling benar dan tidak bersalah. Narita itu menurutnya hanya beban buat bari.
Bari bangkit dan ingin mengganti pakaiannya, papanya benar dia harus cari Narita, dia ngga boleh lemah. Dia sudah bersalah menampar narita, jangan sampai dia tambah berdosa dengan membiarkan Narita sengsara di luar sana. Apalagi Narita sudah tidak punya siapa-siapa.
Bari ingin mengambil satu baju kaos rumahan dari lemarinya, ketika itu juga dia melihat lipatan kertas di atas tumpukan bajunya.
Bari langsung menyambar kertas itu, pasti itu petunjuk keberadaan Narita. Tidak apa-apa dia pergi dulu dari rumah untuk menenangkan diri, yang penting bari tahu dia kemana?
Bari mulai membaca surat Narita dengan hati yang perih dan cucuran air mata. Sampai akhirnya di ujung surat itu dia terduduk sambil menangis. anggaplah dia cengeng sebagai lelaki, tapi hatinya benar-benar sedih. Apa lagi membaca tulisan Narita yang meminta sedikit duit tabungan mereka, karena dia bukan wanita mandiri.
Dulu bari pernah berjanji bahwa dia ngga butuh wanita mandiri, dia butuh wanita yang mencintainya dengan tulus dan menerima bari apa adanya.
Bari ingin Narita seterusnya tergantung padanya, tidak terlalu mandiri. Dan sekarang lagi-lagi bari gagal mengujudkan janjinya.
'Gimana kamu di luar sana dek, pulanglah' batin barita sedih.
Tidak lama pak Rudi keluar lagi dari kamarnya dan masuk ke kamar bari.
"Bar, kenapa kamu menangis, bukan waktunya untuk menangisi yang terjadi, sekarang waktunya kita pikirkan kira-kira Narita kemana"? ucap pak Rudi mendekati putranya.
Bari yang malas bicara menyerahkan secarik kertas surat itu kepada papanya.
Pak Rudi menerima dan membacanya, lalu setelah membaca surat itu papanya bertanya kepada bari.
"siapa bidan irma"?
"saya ngga tahu pa"
"Tapi nari bilang kamu sudah pernah ketemu"
Bari hanya menggelengkan kepalanya masih sedih sampai dia ngga fokus disurat itu ada nama bidan irma.
"Ngapain dia bawa-bawa nama bidan irma, dasar cewek ngga tahu diri" celetuk ibu Martina.
Pak Rudi walaupun heran, tapi mulai meraba apa yang terjadi.
"mama kenal siapa irma" tanya pak Rudi penuh tekanan
"ya kenalll, kenapa emang"?
"Ohhh jadi mama yang sengaja memprovokasi Narita, supaya dia meninggalkan bari" ucap pak Rudi
"enggakkk, orang ngomong aja malas"
"Jangan sampai saya tahu mama penyebab Narita pergi, ingat itu ma, kamu itu juga wanita, Narita itu sudah tidak punya siapa-siapa" ucap pak Rudi tegas.
"Emang apa sih isi suratnya, coba mama lihat" ucapnya sambil mengambil kertas itu dari tangan pak Rudi.
Ibu Martina terlihat serius membaca surat itu, dahinya sampai beberapa kali berkerut.
"Dasar wanita miskin, masih sempat-sempatnya rampok uang bari"
"Mama, jaga bicaramu. siapa yang rampok, dia bawa semua tabungan bari juga ngga masalah, karena bari juga ngga masalah dan itu uang mereka bukan uang mama" ucap pak Rudi sudah marah
"Stop ngurusin rumah tangga bari, apa kamu belum puas lihat bari sengsara, kamu lihat ngga dia" tunjuk pak Rudi ke bari yang duduk di lantai masih diam menunduk sehabis menangis.
Bari memang ngga habis pikir dengan cara berpikir mamanya. Kemarin bari masih berpikir positif ketika mamanya mengajaknya untuk mengantar mamanya ke rumah sakit.
"Sekarang , bari sudah hancur, kamu belum puas juga" tanya pak Rudi marah
"sudahlah bar, ntar juga kamu terbiasa" ucap Bu Martina enteng
"mamaaaaa" teriak pak Rudi
"isi otakmu apa sih"
"Sudahlah bar, tidak usah perdulikan mamamu dulu, sekarang menurutmu kira-kira Narita pergi kemana ya, kamu ada kepikiran ga?" tanya pak Rudi yang di jawab gelengan oleh barita.
Mereka bertiga terdiam sejenak, sambil berpikir sepertinya.
"Bar, mungkin ngga dia ke rumah omnya"? tanya pak Rudi ngga yakin juga.
"Sepertinya tidak pa, dia ngga akan mengeluh ke mereka"
"Tapi kalau sudah mentok kadang orang sudah tidak perduli masa lalu bar"
"Saya ngga tahu pa, saya pusing" ucap bari berdiri .
"Biarin lah barinya tenang dulu pa, ntar juga terbiasa tanpa Narita" tetap mamanya belum perduli perasaan bari.
"iya mama benar pa," ucap bari akhirnya
"Nari lebih baik pergi dari rumah ini. kasihan dia pa, disini tidak mendapat perlindungan hanya siksaan. Tapi satu yang pasti ma, pa tidak ada irma atau siapa pun wanita lagi dalam hidupku. aku hanya akan terus mencari Narita, hanya dia."
"Kalau nanti aku menemukannya, aku akan membawanya pergi dan hidup mandiri. Dan ingat pa, ma, kalaupun kami tidak di percaya untuk punya anak, saya tidak akan pernah meninggalkan Narita" ucap bari penuh tekanan.
"Jadi ma, aku mohon, stop berusaha menjodohkan ku dengan berpura-pura sakit lah, banyak pikiranlah atau apa pun itu. Aku tahu sebenarnya yang mama lakukan dengan Tante Susan tapi aku ngga nyangka mama nekad sejauh ini"ucap bari ke mamanya tanpa menoleh, karena dia sangat kecewa sama mamanya.
"Tante Susan" tanya pak Rudi sambil menatap mereka berdua bergantian.
"Papa tanya aja mama" ucap bari duduk di sisi tempat tidurnya.
"mama, apa lagi yang mama lakukan"
"emang mama lakukan apa"?
"Bari, jawab papa, apa hubungannya dengan Tante Susan"? pak Rudi tahu bidan Susan teman istrinya.
"Bidan irma itu bidan praktek di rumah Tante Susan"
"terus"
"Waktu itu aku ingin makan mie goreng di jalan xx sama narita pa, karena kasian nari ngga pernah keluar, hanya di rumah terus"
"hmmmm"
"Tapi mama menghalanginya. Mama pura-pura sakit dan minta diantar ke rumah sakit"
"kenapa ngga telepon papa"
"kata mama kasian papa, sudah cape kerja"
"Hahhhh sejak kapan mama perduli papa cape kalau masalah sakit" cecar pak Rudi membuat ibu Martina hanya berani menunduk.
"terus bari"
"Di tengah jalan Tante Susan telepon mengatakan ada obat yang cocok untuk mama dan mama minta di antar ke rumah Tante Susan"
"teruskan"
"Di sanalah bari ketemu dengan bidan irma, tapi tidak bicara pa, karena bari tahu Tante Susan jodohin bidan irma ke bari, bari langsung tidak terima"
"setelah itu"
"Ngga pernah ketemu lagi pa"
Pak Rudi terlihat manggut-manggut, entah apa isi hatinya tapi yang pasti ada kemarahan terhadap istrinya, terlihat dari caranya memandang ibu Martina.
Hai semua
Dukung terus ya
Like, coment dan vote
Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Rahmayani Aprimanova
nyesel kan kamu, syukurin
2023-05-03
0
Debrel Jusuf
tahu deh hamil
2023-01-18
0
Syakhira Dwi Rahmania
aduh ntar bersatu lagi ngga ya
2023-01-10
0