Narita masuk ke kamar mereka dengan perasaan hampa dan sangat sakit, sakit pipi dan sakit hatinya.
Sampai di kamar, dia duduk bengong di tepi tempat tidurnya. pikirannya kosong dan hatinya sangat hampa.
'pa, ma, nek, sekarang lengkaplah sudah hidup ku yang tidak di inginkan orang, bang bari sudah menamparku ma, dia menyakitiku, aku harus gimana ma' ucap narita pelan dalam tangisnya.
Sementara bari yang seperti baru sadar apa yang dia lakukan masih memandangi tangannya yang menampar narita tadi.
'apa yang sudah aku lakukan, aku sudah menyakiti istriku tanpa jelas penyebabnya'
'gimana kalau istriku ngga salah, dan kalaupun salah kenapa aku harus menamparnya' batin bari sedih
Bari merasa sangat bersalah sama narita, dia ingin masuk kamarnya ketika papanya pulang kerja. Papanya heran melihat mereka seperti bengong dan istrinya sedang menangis
"ada apa ini" tanya pak Rudi
"huk huk huk itu pak menantu kita, dia berani mendorong mama hingga jatuh" cerita ibu Martina dibuat sesedih mungkin.
"apahhh" ucap suaminya kaget menantunya yang lembut bisa kasar.
"makanya bari menamparnya karena kurang ajar sama mama"
"apahhh, kamu menamparnya" tanya pak Rudi ke arah barita yang sedang merasa bersalah.
"saya khilaf pak, saya bingung"
"khilaf dan bingung bukan alasan menampar seorang istri" potong pak Rudi cepat.
"memangnya ada apa, papa ngga pernah mengajari kamu untuk kasar sama istri"
"saya yang salah pa"
"Kamu ngga salah bar, tergantung istrinya juga" ibu Martina masih mengompori.
"Sekarang di mana narita" tanya pak rudi
"di kamar pa"
"minta maaf kamu" perintah pak Rudi
"ngapain minta maaf, dia yang salah" cela Bu Martina
"mama mending diam" perintah pak Rudi yang faham karakter istrinya.
"Masuk sana, temui istrimu, selesaikan masalah kalian, dengarkan penjelasan pake hati nurani jangan emosi"
"iya pa" ucap bari melangkah pelan ke arah kamar. Entah kenapa bari merasa tidak sanggup bicara dengan narita, dia sudah sangat merasa bersalah.
Tapi papanya benar, dia ngga boleh lari dari masalah, harus dihadapi. Bari memberanikan diri membuka pintu kamar yang ternyata tidak di kunci.
Bari sangat sedih melihat istrinya bengong dan duduk di pinggir kasur itu dengan air mata berurai dan menatap ke satu titik. Bari yakin hati istrinya sangat hancur berkeping-keping.
Bari melangkah mendekat dan ingin meraih narita. Tapi entah kenapa dia tidak punya nyali sama sekali.
Narita masih setia bengong seolah-olah dia seperti patung, bahkan arah pandangannya pun tidak berubah sama sekali.
"dek" ucap bari takut seperti anak kecil yang ingin mengaku salah ke ibunya yang ketangkap basah berbuat salah.
Narita sedikit bergerak, tapi hanya kepalanya jadi agak menunduk.
"maafkan abang' ucap bari berusaha meraih pipi istrinya.
Bari masih merasakan pipi itu agak panas karena tamparannya tadi.
"dek" bari memegang kedua bahu narita dan menghadapkan narita ke arahnya. Narita hanya menurut tapi terlihat sangat kacau dan hambar.
"dekk" bari menggoyang sedikit bahu narita karena dia tidak melihat reaksi narita.
Narita masih setia dengan diamnya, hanya air matanya yang tak pernah diam, tapi terus mengalir.
Bari akhirnya memeluk narita penuh kasih, tapi hati narita terlanjur sakit, jadi dia merasa bahwa pelukan itu sangat hambar. Tidak seperti biasanya , dia merasakan ketenangan dan kedamaian dalam pelukan bari.
Bari merasa bahwa narita masih sangat sakit, mendingan dia kasih waktu untuk melunak dan memaafkan bari.
"Baiklah dek, kamu istirahat dulu ya, apalagi kamu lagi ngga enak badan, besok kita bicarakan ya" bujuk bari mengelus kedua lengan narita.
Narita tetap tanpa reaksi, bari akhirnya bangkit ke kamar mandi dan mengganti pakaian kerjanya. Bari berharap banget narita sudah menyiapkan pakaiannya setelah dia keluar dari kamar mandi. Tapi sayang sungguh sayang begitu bari keluar dari kamar mandi dia tidak menemukan pakaiannya dan istrinya sudah tidur menghadap tembok dan menutup seluruh badannya dengan selimut.
Bari menarik nafas panjang.
'Apa yang harus aku lakukan sekarang'? batin bari sangat menyesal dan merasa bersalah.
'Sepertinya nari masih sangat sulit untuk memaafkan aku, biarkanlah dulu dia tenang' batin bari akhirnya keluar dari kamar.
Bari seperti kehilangan barang berharganya tapi bingung mau cari dimana. Dia berjalan ke depan, duduk di teras tapi ngga lama akhirnya masuk lagi. Bari akhirnya memilih masuk kamar melihat istrinya.
Bari melihat narita sudah tertidur walaupun masih ada sisa sesenggukan di sana. Bari mengelus pipi istrinya pelan, takut istrinya kebangun.
"Maafkan aku dek, aku sangat menyesal, aku sudah menyakitimu dek" ucap bari sambil menangis.
Narita yang kebangun sejak bari mengelus pipinya memilih diam aja dan tak menanggapi. Hatinya terlalu sakit untuk mengingat kejadian tadi.
Kalau bukan karena ingat kandungannya, bisa jadi malam ini narita akan mengadu ke makam orang tuannya. Tapi ini dia lagi hamil, kasihan anaknya nanti kalau pikirannya sangat kacau, mending dia berusaha untuk tidur.
Tapi baru aja tertidur ternyata bari masuk dan mengelus pipinya serta minta maaf. Tapi hati narita terlanjur beku karena tamparan itu.
Setelah lama memandangi istrinya yang dia kira tidur, bari akhirnya memilih tidur di belakang istrinya.
Tengah malam narita belum tidur. Dia malah tidur di pojok kamar mereka dengan memeluk lutut kakinya.
'apa yang harus aku lakukan selanjutnya Tuhan'
'Berikanlah petunjukmu untuk perjalanan rumah tanggaku ini'
'Aku mohon jaga dan peliharalah anakku ini Tuhan' doa narita tiada putusnya.
'Mungkin sebaiknya aku pergi saja, toh sekalipun aku hamil ibu mertuaku tidak senang, dan suamiku nantinya akan terus ditekan oleh ibu mertuaku. Kasihan bang bari, sebenarnya dia orang baik' batin narita
'Sepertinya lebih baik aku pergi, tapi kemana? aku tidak punya siapa-siapa' batin narita
kak Risma
'Sepertinya ke rumah kak Risma ada baiknya, karena dia sudah tahu aku dan dia masih sendiri, dan dia pasti mau membantu aku' batin narita mantab.
Lalu narita mengelus perutnya perlahan dan berbincang dengan anaknya.
"Nak, sepertinya memang lebih baik kita pergi ya, kamu akan jauh dari papa, tidak apa-apa kan sayang, daripada kita terus tekanan batin disini nanti pertumbuhanmu juga bisa terganggu. Jadi tolong bekerja sama dengan mama ya nak, jadilah anak baik, karena mamamu akan memberikan yang terbaik yang mama bisa" ucap narita mengusap-usap perutnya yang masih rata.
Narita sudah membulatkan tekadnya untuk pergi dari rumah ini. Toh bari juga bilang, bahwa bertahanlah selagi bukan aku yang membuatmu sakit, tapi ini bari bahkan sudah menyakiti fisiknya yang sedang hamil anaknya, jadi tidak ada yang akan membuatnya bertahan.
Biarkanlah begini demi kebaikan semuanya. mungkin memang bersama pilihan mamanya hidup bang bari akan maju pesat.
Sedangkan aku, bersama anakku aku akan memulai hidup baru. Walau belum ada gambaran aku yakin Tuhan akan selalu membuka jalan untuk hambanya yang berserah.
Narita pandangi wajah suaminya dari samping. mungkin ini malam terakhir buat kita tidur bersama dikasur yang sama bang. Setelah ini aku akan melepaskan Abang dan berlalu dari hidup Abang. Tetaplah bahagia bang bari, batin narita dengan air mata menetes lagi.
Jangan bosan ya
dukung terus dengan like, coment dan vote
terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Rahmayani Aprimanova
iya nari, pergi aja, setuju aku
2023-05-03
0
Debrel Jusuf
masak pisah sih thor
2023-01-18
0
Syakhira Dwi Rahmania
aku memang harus pergi
2023-01-10
0