Janji Manis Presiden Mahasiswa
Entah ini penyakit apa namanya, Arabella tak suka berada di keramaian bahkan hanya untuk bertemu teman-temannya saja dia merasa enggan.
"Selamat pagi. Nama saya Arabella Chalinda." Dan saat ini dia tengah melakukan interview dengan Presiden Mahasiswa di Universitasnya.
Bukan karena keinginannya mengikuti sebuah organisasi disaat dirinya menjadi mahasiswa. Tapi, ini karena paksaan dari temannya yang juga mengikuti organisasi itu.
Rachel Jovita. Salah satu sahabat Ara yang juga memaksanya untuk mengikuti organisasi itu.
“Ayo ikut, gue gak mau tahu. Lo bakal tahu sensasinya pas lo masuk, gue jamin.” Itulah kalimat yang keluar dari mulut Rachel untuk meyakinkan Ara.
Jika kalian berpikir hanya Ara yang menjadi korbannya, kalian salah besar. Stefani Jelita juga berhasil menjadi salah satu korban Rachel.
Untuk kesekian kalinya pertanyaan muncul dan Ara menjawab pertanyaan itu seadanya. Dia berharap agar tak diterima di organisasi sialan itu.
“Kamu yakin akan diterima?” Sudah sangat muak Ara melihat pria yang sedang ada di hadapannya itu.
Gaya yang mungkin menurutnya keren itu, di mata Ara justru terlihat berlebihan. Mata hitam yang dengan intens melihat ke arahnya membuatnya seakan tak mampu berkutik.
Baru kali ini Ara dihadapkan dengan keadaan seperti ini. Biasanya dia akan bodoh amat dengan keadaan sekitar. Namun, kali ini seakan berbeda.
“Mungkin,” jawab Ara.
“Kenapa mungkin? Kamu gak yakin sama diri kamu sendiri?” tanya pria itu.
Ara menelisik dengan seksama siapa gerangan nama pria itu. Abiseka Bagaskara, itulah nama yang tertera di bajunya.
“Saya yakin. Tapi keputusan ada di tangan kalian.”
Sebuah jawaban yang berhasil membuat Abi bungkam dan tak bertanya lebih lanjut pada Ara.
****
“Gimana-gimana, lo udah ketemu sama Abi?” tanya Stefani.
“Bentar, gue baru aja keluar.” Ara berusaha menenangkan sahabatnya itu. Sahabatnya itu yang memang tahu para pria tampan di kampus ini.
“Ganteng kan?” tanyanya lagi.
“Gak sama sekali,” jawab Ara seadanya. Rachel hanya menyimak pembicaraan kedua sahabatnya dengan seksama.
Sebenarnya dia tahu sesuatu tentang Abi. Namun, untuk saat ini dia tak akan memberitahukan hal tersebut.
“Cih, bohong banget lo! Sebelum interview ini gue udah lebih dulu kepoin dia, dan menurut gue dia ganteng.”
“Oke kalau menurut lo dia oke. Tapi buat gue dia biasa aja.”
“Udah, nanti kita bahas itu di rumah aja. Sekarang lo berdua diem.” Akhirnya Rachel angkat bicara. Bukannya muak, dia hanya takut percakapan kedua sahabatnya itu terdengar oleh orang-orang dan berakhir di telinga Presiden Mahasiswa mereka.
****
Hasil yang sangat tidak diharapkan oleh Ara kini hanya menjadi angan belaka. Sebuah perkumpulan yang sangat ingin dia hindari kini berada di hadapannya.
“Ada kebingungan?” Abi bertanya pada Ara setelah memerintahkan gadis itu untuk membuat proposal kegiatan. Untuk kegiatan pertama ini, Ara diamanahi sebagai seorang sekretaris pelaksana kegiatan.
Ya, Ara akhirnya diterima sebagai bagian dari anggota Badan Eksekutif Mahasiswa. Kualifikasinya memang kurang, hanya saja Abi juga bingung karena mereka juga kekurangan sumber daya manusia dalam organisasinya.
Dan inilah hasilnya, dia menerima Ara sebagai salah satu anggotanya.
“Sementara ini gak ada,” jawab Ara sambil melanjutkan kegiatannya. Ini memang bukan kali pertama dia membuat proposal. Beruntungnya ketika SMA dia juga pernah membuat proposal kegiatan sehingga sekarang ada sedikit gambaran.
“Kegiatan ini jadinya satu hari atau dua hari?” tanya Ara setelah dia sampai pada penyusunan acara.
“Kita hanya satu hari aja di Kampus sana.” Ya, kegiatan pertama sebagai anggota BEM yaitu melaksanakan kegiatan studi banding.
“Bagaimana dengan akomodasi?” Ara kembali bertanya.
“Untuk itu bisa kalian diskusikan lagi sama ketua kegiatan acara ini,” jawab Abi.
Ara mengangguk dan melewati bagian yang belum pasti itu.
“Oh iya, masih ada yang harus lo kerjain. Surat kunjungan yang kita tujukan ke kampus tujuan kita. Buat formatnya nanti gue kirim.” Setelah mengatakannya, Abi bergegas pergi karena sebuah panggilan.
****
Inilah kehidupan Ara sebagai anggota sebuah organisasi. Dekat dengan orang-orang asing bukan bagian dari rencananya.
Dia hanya tak sengaja masuk ke dunia baru yang sangat tidak nyaman ini.
“Selamat datang, Ketua Umum,” sapa Ketua BEM dari kampus yang dikunjungi mereka. Devan Nevandra, begitulah yang tertera dalam name tag-nya. Mereka tak terlalu formal karena memang sebelumnya sudah saling mengenal satu sama lain.
“Makasih nih penyambutannya,” Jawab Abi seraya bergurau. Abi dan teman-temannya dipersilahkan masuk ke dalam ruangan yang telah mereka sediakan.
Ruangan yang cukup besar ini tak jauh berbeda dengan auditorium yang ada di Kampus mereka.
Setelah membahas hal yang bersifat non formal sebagai suatu pembukaan dan pemanasan, akhirnya diskusi ini dimulai.
Diskusi berlangsung cukup lama hingga membuat para pengurus jenuh termasuk Ara, Stefani dan Rachel.
“Masih lama gak sih?” tanya Rachel. Perutnya terus saja berbunyi sedari tadi karena belum makan.
“Di jadwal sih masih satu jam lagi,” bisik Ara.
Mereka kembali terdiam dan fokus pada pembahasan di ruangan tersebut.
Hampir empat jam mereka berada di ruangan dan yang bisa Ara tangkap adalah perbedaan tupoksi dari tiap Departemen antara BEM di kampusnya dan kampus yang mereka kunjungi.
Culture yang ada juga menjadi salah satu pembeda di antara mereka. Itulah sekiranya yang bisa Ara tangkap dengan otaknya. Luar biasa, padahal perutnya sangat kosong saat ini.
Setelah selesai dengan diskusi di dalam ruangan, mereka juga keliling untuk melihat-lihat kampus di sana sebelum memutuskan untuk menyudahi perjalanan mereka dan kembali ke kampus tercinta.
“Lo di belakang, gue di sini,” ucap Abi pada Agil, seksi dokumentasi pada kegiatan kali ini.
Agak risih sebenarnya ketika Abi memilih duduk di samping Ara. Namun, Ara berusaha bersikap biasa saja.
“Gimana hari ini?” tanya Abi tanpa diduga.
Ara menoleh pada Ketua Umumnya itu untuk memastikan apakah pertanyaan itu dilontarkan untuknya atau bukan.
“Cukup melelahkan,” jawab Ara saat dirasa pertanyaan itu memang ditujukan padanya.
Abi mengangguk berusaha menerjemahkan kata cukup yang diucapkan Ara. Menurutnya, gadis di sampingnya ini cukup misterius.
Dengan kepribadian yang sulit didekati dan sikapnya yang tak ramah cukup membuat Abi tertantang untuk mendekatinya.
“Masih permulaan. Seiring berjalannya waktu, semua bakal kerasa sangat menyenangkan. Apalagi jika kita lakuin bareng-bareng.” Ada nada godaan di kalimat terakhir yang dilontarkan Abi.
Ara memutar bola matanya. Gadis itu sudah kebal dengan berbagai godaan seperti itu. Dia tak akan luluh hanya dengan perkataan manis yang terlontar dari mulut Presiden Mahasiswanya itu.
Abi tersenyum lembut saat Ara memilih mengabaikan perkataannya. Sabar, sedikit demi sedikit. Itulah kalimat penenang yang mampu Abi ucapkan dalam hatinya untuk menghadapi anggotanya yang satu ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
mamayot
mampir novel ku..GURU ES KU
2022-12-08
0