Ada sebuah rumah sederhana di dalam hutan yang selalu dihindari banyak orang, rumor mengatakan bahwa tempat itu diisi oleh penyihir yang menggunakan organ-organ tubuh manusia sebagai bahan tertentu namun sejujurnya rumah itu hanyalah rumah yang dimiliki seorang wanita cantik yang beberapa tahun yang lalu tinggal sendirian, dia memiliki tinggi 175 lebih pendek 5 cm dari Grey, mengenakan gaun pemakaman hitam untuk menutupi kulit putih porselennya.
Tidak seperti gaun pemakaman pada umumnya, gaunnya masih menunjukan bahu, punggung dan juga setengah dadanya yang berlimpah, dari rambut merahnya yang panjang terdapat ornamen mawar hitam yang berhiaskan jepit rambut berbentuk tengkorak di atas kepalanya.
Mata merahnya bersinar terang dan dia juga menghiasi bibir kecilnya dengan warna serupa, saat Grey membuka pintu wanita itu akan tersenyum ke arahnya dengan cangkir teh di tangannya.
"Selamat datang kembali."
"Aku pulang."
Grey melepaskan mantelnya dan melipat pakaiannya untuk pergi ke dapur.
"Hari ini kau ingin makan apa, Anabeth?"
"Aku pikir aku masih suka makanan yang kemarin."
"Steak daging dengan potongan sayur kan."
"Benar sekali."
Sementara Grey menyiapkan makanan, wanita itu tersenyum kepadanya dengan caranya sendiri, ia memiliki mata basah yang menggoda.
"Karena kau masih memutuskan jadi petualang aku sangat kesepian. Bisakah kita sesekali pergi bersama."
"Kurasa akhir pekan akan kuluangkan waktu untukmu."
"Hore, berarti ini kencan."
Grey masih fokus memasak dan sekarang dia sedang memasukan setiap bumbu yang diperlukan untuk membuat makanan menjadi enak.
Wanita bernama Anabeth bukanlah manusia, dia seorang leluhur vampir. Alasan kenapa Grey masih hidup sampai sekarang adalah karena bantuannya, saat itu gelombang pertama dan Grey yang sekarat bertemu dengannya.
"Kau sudah terluka parah, kenapa kau terus bekerja keras?"
"Aku akan menyelamatkan semua orang."
"Teman-temanmu sudah mati."
"Tidak mungkin."
"Dan melihat dari kondisimu kau juga akan mati dalam waktu dekat."
"Lalu bagaimana dengan kota ini?"
"Bagaimana kita buat sebuah kesepakatan, aku akan menghabisi semua monster ini dengan syarat kau menjadi pelayanku, tentu aku juga akan menyelamatkanmu namun sebagai gantinya kau harus membuang sifat kemanusiaanmu."
Keheningan terasa di antara keduanya.
"Kota ini hanya kota perbatasan, aku rasa kalian hanya dimanfaatkan sebagai tumbal oleh orang-orang kuat di ibukota, sementara kalian berjuang mereka hanya asyik hidup dengan kemewahan."
Grey tidak bisa menyangkalnya, jika saja mereka mau bergerak, dia tidak akan menjadi pasukan relawan bersama teman-temannya sekarang.
"Jadi apa jawabanmu?"
"Demi temanku yang gugur dan demi kota ini aku akan menerimanya."
"Kalau begitu kita sepakat."
Anabeth menggigit ujung mulutnya di mana itu menetaskan darah segar dari sana, ia tanpa ragu mengangkat wajah Grey dengan kedua tangannya kemudian keduanya saling berciuman.
"Telan darahku."
Mereka melakukan berulang kali sebelum akhirnya Anabeth menjatuhkannya, tentu satu kali juga sudah cukup namun Anabeth hanya mengambil kesempatan lebih untuknya.
"Kau istirahat saja di sana, biar aku habisi semuanya untukmu... namamu?"
"Grey."
"Mulai sekarang mohon bantuannya."
Sejak itulah hubungan mereka seperti pelayan dan majikan atau mungkin lebih intim dari sekedar hal itu.
Grey menghidangkan makanan di atas meja membuat tatapan Anabeth bersinar.
"Aromanya sangat harum, selamat makan.. Grey lepas helmmu jika di rumah, kau tidak lupa aturannya bukan?"
"Aku mengerti."
Grey mengikuti apa yang dikatakan Anabeth tersebut, sama sepertinya, Grey juga memiliki mata merah cerah sementara untuk rambutnya dia memiliki rambut warna perak acak-acakan.
"Padahal kau sangat tampan serta memiliki wajah pejuang sayang harus ditutupi sepanjang waktu."
"Makanlah yang banyak."
"Kau mengabaikan pujianku!"
"Bukannya yang kau makan itu bagianku?"
"Biarin."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments