Kau Diterima

Jilly berdiri di depan gedung pencakar langit. Torres Management yang merupakan kantor pusat di London.

Butuh waktu lama bagi Jillian untuk memilih pakaian yang pantas untuk mengikuti wawancara. Ia ingin terlihat profesional tapi juga tidak ingin terlihat seolah-seolah ia sangat menginginkan pekerjaan ini. Akhirnya ia memilih turtleneck berwarna hitam yang dipadukan dengan celana panjang abu-abu. Jilly mengenakan sepatu tumit tinggi hitam yang sederhana tapi membantunya untuk terlihat lebih tinggi. Kini pakaiannya terasa menyesakkan dan sepatunya terasa mengganggu di kakinya yang mendadak goyah, ia ragu untuk melangkahkan kaki ke dalam perusahaan tersebut.

Jilly terlihat beberapa kali mengetuk-ngetukkan sepatu ke lantai. Tangannya bahkan sudah berkeringat dingin karena merasa gugup.

Wanita itu menarik napas, menghirup udara sebanyak-banyaknya, berharap tindakannya tersebut bisa menetralisir degupan jantungnya.

Ini kedua kalinya Jilly berdiri di sini. Di depan kantor yang dipimpin oleh Shane Hamilton Torres. Satu minggu yang lalu ia juga berada di sini. Melakukan wawancara. Dan kemarin sore, Jilly mendapat panggilan untuk melakukan wawancara akhir. Di sinilah ia berada, menyamar menjadi pelamar hanya demi untuk sebuah tujuan bersifat pribadi.

Shane Hamilton Torres, pria yang tidak akan pernah ia lupakan. Bukan karena ketampanan, juga bukan karena kepopuleran pria itu, melainkan karena kekejian dan kekejaman pria itu.

Meski dua tahun sudah berlalu, masih segar dalam ingatannya bagaimana pria biadab itu menghancurkan masa depan adiknya, Daisy.

"Baiklah, aku sudah di sini, dan aku tidak bisa mundur lagi."

Dengan hati yang masih berdegup kencang, Jilly melangkahkan kaki dengan mantap, memasuki gedung. Jilly berjalan menuju meja resepsionis yang langsung disambut ramah senyuman manis dari wanita cantik yang bekerja di balik meja itu.

"Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"

"Aku ingin mengikuti wawancara."

"Oh, silakan naik ke lantai 15, Nona. Anda bisa menggunakan lift di sebelah sana," tunjuk wanita itu ke arah sebelah kiri.

"Terima kasih," Jilly mengangguk, lalu meninggalkan meja resepsionis tersebut.

Jilly duduk di ruang tunggu yang luas. Mendadak dadaanya merasa sesak luar biasa. Astaga! Ia lupa caranya bernapas. Jilly buru-buru memasukkan udara ke paru-paru. Jantungnya berdebar liar, mengentak-entak di telinganya dan ia terus mengelap telapak tangannya yang lembab ke pangkuannya.

Untuk sesaat, keraguan menyelusup ke dalam benaknya. Dendamnya yang membara membuatnya tidak berpikir jernih saat melihat Torres Management membuka lowongan pekerjaan sebagai sekretaris pribadi. Pun ia dengan nekat membuat surat referensi palsu. Jelly hanya bisa berdoa semoga tempatnya bekerja tidak menyadari aksi balas dendamnya yang bersifat pribadi. Ya, Jillian Nelson bekerja di salah satu surat kabar ternama. Jilly merupakan jurnalis handal yang sering membongkar kejahatan para pengusaha curang. Dan kali ini targetnya adalah Shane.

Ia tahu kemungkinan mendapatkan pekerjaan ini sangat kecil. Jilly cemas jika ada kesalahan dalam CV dan referensi palsu yang dibuatnya secara terburu-buru.

Wawancara awal yang ia lakukan menurut Jilly tidak berjalan dengan baik. Ia sudah pasrah bahwa dirinya tidak akan diterima dan mulai memikirkan cara lain untuk menghancurkan Shane. Kejutan itu datang saat ponselnya berdering kemarin, mengundangnya untuk mengikuti wawancara kedua. Ia amat sangat terkejut sampai-sampai ia merasa angin sepoi-sepoi pun bisa menumbangkannya.

Satu-satunya alasan yang membuatnya tetap bertahan di sana di tengah nalurinya yang menolak untuk mengikuti wawancara ini adalah ingatan bagaimana si bajiingan Shane menatapnya dan adiknya dengan kilatan penuh kebencian. Astaga! Ia merasakan bulunya meremang mengingat wajah keji pria itu.

"Miss Jillian Nelson."

Jilly tersentak saat namanya dipanggil. Ia mendongak menatap wanita yang berdiri di depan pintu ruangan Shane.

"Mr. Hamilton Torres sudah siap untuk bertemu dengan Anda, silakan masuk."

Pria brengseek itu membuatnya menunggu hampir selama dua jam! Ia merasakan mual yang melilit karena merasa lapar. Entah karena terlalu bersemangat atau gugup, Jilly melupakan sarapannya dan justru meneguk satu cangkir kopi.

Pintu ruangan terbuka, Jilly dipersilakan masuk. Seketika ia terkesima. Ruangan itu dua kali lebih besar dibanding ruangannya di kantor yang dihuni oleh beberapa orang. Mewah? Sudah pasti sangat mewah.

Kegugupannya semakin menjadi saat melihat targetnya duduk tenang di balik meja kerja yang super besar dari kayu ek, fokus pada komputer yang ada di hadapannya. Pria itu tidak mendongak sama sekali.

"Tunggu sebentar dan silakan duduk,"

Mendengar suara pria itu kembali setelah dua tahun lamanya, membuat amarah Jilly kembali berkobar.

Gadis pecandu ini merangkak naik ke atas ranjangku. Aku tidak mengenalnya.

Kata-kata itulah yang diucapkan Shane di kantor kepala sekolah dan detik itu juga masa depan adiknya hancur. Bukan hanya masa depan Daisy, tetapi juga Jilly. Selama dua tahun ini merupakan mimpi buruk dan hari terberatnya.

Ia adalah wali bagi adiknya. Kedua orang tua mereka sudah tiada. Daisy bukan seperti adik lagi baginya melainkan seorang anak. Jillian hampir pingsan saat mengetahui bahwa adik kesayangannya menjadi pecandu narkoba di usia yang masih muda, 16 tahun dan Shane mengatakan tidak mengenal Daisy sementara pria itu juga mengatakan adiknya ada di ranjang pria itu.

Masalahnya tidak sampai di sana, Daisy berulang kali hendak bunuh diri. Benar-benar membuat Jilly frustasi. Selama dua tahun ini, Jillian yang dulunya bertubuh gempal, gemuk, berhasil menurunkan bobot tubuhnya sebanyak 25kg. Secara fisik, Jilly sudah banyak berubah.

Ya, pertemuan kami hanya satu kali dan beberapa menit. Bobot tubuhku sudah turun banyak. Si serigala bajiingan ini tidak akan mengenaliku.

Shane akhirnya mendongak. Mata tajam pria itu mengamati Jilly dengan seksama. Jilly harus meredam rona merah yang mengancam akan muncul di kulit wajahnya. Tatapan pria itu menyiratkan bahaya. Ia merasa menciut seketika.

Jilly menelan ludah, sangat ingin membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. Shane adalah pria paling brengseek yang ia tahu. Namun, kenyataan bahwa pria itu sangat tampan tidak bisa dipungkiri. Rambutnya hitam kecokelatan dengan sedikit poni yang menyentuh keningnya. Tulang pipinya tinggi, rahangnya berbentuk persegi yang mulai ditumbuhi tunas-tunas cambang. Hidungnya mancung dengan ujung yang sedikit membengkok. Dengan kulit kecoklatan. Pria itu terlihat tepat di usianya yang 34 tahun.

Shane adalah pria paling maskulin yang pernah Jilly lihat seumur hidupnya.

Jilly tersentak saat menemukan pria itu tersenyum miring ke arahnya. Seperti serigala jahat yang tersenyum tepat sebelum melahap sekumpulan anak kambing.

"Selamat karena kau berhasil masuk ke dalam daftar pendek, Miss Nelson. Harus kuakui bahwa kau adalah kandidat yang kusukai."

Jilly kembali dibuat terkejut, "Benarkah?"

"Sebelum menjelaskan persyaratan yang harus kau penuhi selama menjadi sekretarisku, aku ingin menanyakan beberapa hal tentang dirimu terlebih dahulu."

Hening sejenak, Jilly memaksakan tenggorokannya yang kering untuk bekerja. "Apa yang ingin Anda ketahui, Mr. Torres?"

"Jika aku memberi pekerjaan ini padamu, kau akan menjadi tangan kananku. Kau akan sering menghabiskan waktu denganku. Orang yang akan tahu rahasia-rahasia terdalamku. Aku harus percaya padamu dan kau juga tidak boleh mengkhianatiku. Kita harus bisa bekerjasama dengan baik."

Gestur tubuh Shane yang ramah, suaranya yang merdu dan tatapannya yang ramah membuat Jilly yakin bahwa ia sudah berhasil mengelabui Shane. Tapi kesan berbahaya masih terlihat jelas.

Naluri Jilly memerintah agar ia segera beranjak dari sana dan segera meninggalkan tempat tersebut.

"Miss Nelson, apakah kau punya pasangan atau suami?"

Jilly terlihat sangat bingung dengan pertanyaan tersebut. Apa hubungan statusnya dengan pekerjaan ini.

Seakan mengetahui kebingungannya, Shane dengan segera menambahi, "Aku bertanya karena apabila kau memiliki pasangan dan suami, kau harus mengerti bahwa kau dan mereka akan sulit menghabiskan waktu bersama karena tuntutan pekerjaan ini."

"Aku tidak mempunyai pasangan istimewa." Jilly tidak pernah mempunyai kekasih dan tidak berniat untuk menjalin hubungan dengan pria. Pria tidak bisa dipercaya. Ia sudah tahu itu bahkan saat ia masih kecil. Satu-satunya pria yang ia percayai juga sudah pergi membawa serta hatinya.

"Anak?"

Jilly mengerutkan keningnya. Jelas-jelas ia mengatakan tidak mempunyai pasangan. Dari mana munculnya anak?

"Tidak."

"Binatang peliharaan, kucing, ikan mas, ikan koki, anjing, kambing, kelinci, beruang..."

"Tidak ada," Jilly menyela dengan cepat.

"Bagus. Jadi, Miss Nelson, pekerjaan ini mengharuskan kau bekerja selama 24 jam. Kau keberatan."

Jillian menggeleng.

"Pekerjaan ini berhubungan dengan kegiatan sehari-hariku. Aku banyak menghabiskan banyak waktu saat bekerja. Jadi, saat di rumah aku menginginkan kenyamanan. Aku ingin kebutuhan dan kenyamananku dipenuhi oleh orang yang cekatan, tidak membantah apalagi menggerutu di depan dan di belakangku. Aku ingin seseorang yang mengurus kebutuhan pribadiku seperti menuangkan teh untukku, menyiapkan pakaianku, mengambil handuk saat aku sedang berolahraga."

Yang dibutuhkan si keparat ini bukan sekretaris pribadi melainkan seorang budak!! Jilly berseru dalam hatinya.

"Sebagai gantinya, aku akan memberikan gaji yang setimpal atas semua pekerjaan yang kau lakukan." Shane menyebutkan nominal yang membuat Jillian langsung cegukan. Gaji tersebut tiga kali lipat lebih besar daripada gajinya sebagai jurnalis.

Mungkin hanya orang bodoh yang menolak tawaran ini. Digaji dengan nominal fantastis yang hanya bertugas sebagai budak serigala tampan.

"Nah, Miss Nelson, ada satu syarat penting yang harus dipenuhi jika ingin menjadi sekretaris pribadiku. Saat aku pulang ke rumah, aku ingin disambut dengan senyuman dan tidak ingin direcoki hal sepele. Apakah kau bisa tersenyum?

Senyum? Sudah lama Jilly tidak melakukan hal sepele itu. Senyumnya direnggut seiring dengan hancurnya masa depan adiknya.

Perlahan ia melunakkan otot-otot di wajahnya, bibirnya dengan kaku melengkung tipis. Sebuah senyuman terbit di sana.

"Jauh lebih manis," Manik Shane berkilat-kilat memandanginya. "Kupikir pekerjaan ini sangat cocok untukmu. Kau diterima jika kau menginginkannya."

Terpopuler

Comments

Retno

Retno

semoga misimu berhasil Jill.... semangat membalas sakit hati adikmu....

2023-02-05

0

Retno

Retno

jangkrik bos.... kkkk

2023-02-03

0

ZhieLaa

ZhieLaa

ujung2nya dikawinin juga nih 😬

2023-02-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!