Bel pulang baru saja berbunyi. Riuh rendah suara terdengar memenuhi setiap sudut sekolah. Berduyun-duyun rombongan remaja berseragam putih abu-abu itu menuju keluar. Ada yang langsung ke parkiran, ada yang berkumpul di bawah pohon menunggu giliran untuk bisa keluar atau sekedar bercakap-cakap sebelum akhirnya berpisah.
Adelle berjalan berdampingan dengan Shella. Mereka sempat bercanda tentang kejadian lucu yang di alami ketika istirahat tadi. Teringat bagaimana seorang adik kelas mereka yang terpeleset hingga jatuh akibat terpesona dengan penampilan Astrid sang idola di sekolah mereka. Ya, siapapun pasti terkagum-kagum saat melihat betapa Astrid yang wajahnya mulus dan begitu cantik bak manekin. Malangnya, si adik kelas tersebut bertemu dengan Astrid saat dia akan naik menuju kelasnya di lantai atas sehingga tanpa sadar kakinya terpeleset dan jatuh. Terang saja dia menjadi tontonan gratis bagi sebagian siswa yang sedang berada di sana.
"Aku ga bisa lupain wajahnya saat jatuh tadi" Shella masih tertawa.
"Iya, aku juga. Koq bisa sih dia ga liat ada tangga di depannya"
"Dia hanya fokus liatin Astrid makanya meleng. Untung aja nggak papa." sambung Shella lagi. "Astrid juga baik banget ya. Di saat orang lain mentertawakan, dia malah mendekati si adik kelas dan menolongnya"
"Iya, dia emang bidadari berhati surga" Adelle menjawab.
"Del, aku pulang duluan ya. Udah di tunggu tuh sama my yayang." Shella berlalu sambil melambaikan tangannya dan berjalan menuju ke arah mobil yang telah menunggunya
"Bye Shella. Jangan lupa tar sore kita janji ngerjain tugas kelompok" Adelle mengingatkan.
"Iya, thank's dah ngingetin. Aku jemput kamu nanti ya" Shella membalas.
Ya, mereka memang janji untuk mengerjakan tugas kelompok sosiologi di rumah Eka pukul 3.30 sore nanti. Tugas membuat makalah tentang interaksi sosial yang diberikan oleh bu Vani, guru cantik yang selalu tampil modis sehingga membuat para siswa memanggilnya ibu cantik.
Adelle gegas menuju parkiran yang sudah lebih lengang karena sebagian besar pemilik kendaraan telah meninggalkan sekolah. Dinyalakannya motornya dan kemudian mengendarai dengan kecepatan sedang. Dia harus segera pulang. Perutnya sudah bernyanyi minta di isi.
Hanya butuh lima belas menit untuk mencapai rumahnya.
"Assalamualaikum...." salamnya saat memasuki rumah.
Dilihatnya sang adik telah ada di rumah dan sedang memasukkan kue sambil matanya menatap televisi yang sedang menayangkan acara petualangan di pedesaan.
"Waalaikum salam" jawab Lola sang adik.
"Ibu mana La?" tanya Adelle ketika tak dilihatnya wanita yang telah melahirkannya itu di dalam rumah.
"Ibu ke rumah bude Yas kak. Tadi di telpon, katanya ada perlu. Urusan pengajian" Lola menjelaskan sambil matanya terus saja menatap televisi.
"Kamu udah makan La?" tanya Adelle lagi.
"Udah kak, tadi bareng ibu. Kakak makan aja."
"Iya. Kakak makan dulu ya. Oh ya, itu ada kakak beliin marbol pesanan kamu. Ambil aja di dalam tas kakak"
Lola beranjak menuju kamar dan mengambil marbol yang dijual di depan sekolah kakaknya yang menurutnya mempunyai rasa yang sangat enak.
"Makasih kak"
_____
Adelle, Shella, Eka, Yudi dan Tri baru saja selesai mengerjakan tugas mereka. Tugas itu sebenarnya belum sepenuhnya selesai, masih ada beberapa bagian yang harus mereka tambahkan. Yudi selaku ketua kelompok berjanji akan mengedit beberapa gambar yang telah mereka buat karena menurutnya gambar tersebut kurang kuat untuk mendukung masalah yang mereka usung.
"Makan dulu gaes. Nih minum juga. Mamaku buat brownies lho khusus untuk kita" Eka datang membawa nampan yang berisi kue yang nampaknya sangat lezat dan juga es yang nampak sangat menyegarkan.
Tanpa diperintah kedua kalinya, mereka mengambil satu persatu brownies yang nampak sangat mengugah selera.
"Mamamu pinter banget buat kue, Ka" Tri memuji sambil terus mengunyah.
"Makan dihabisin, baru ngomong Tri" Yudi mengingatkan. "Bisa tersedak kamu makan sambil ngomong"
"Iya nih Tri. Malu-maluin aja. Ga sopan tau" Shella ikut menyambung.
Adelle hanya tersenyum melihat tingkah Tri. Sementara Eka tertawa. Mereka sudah sangat mengenal bagaimana Tri. Dia memang hobi makan, apa saja di makan. Hampir tak ada makanan yang ditolaknya. Wajar jika badannya paling besar diantara mereka.
Pembicaraan mereka mengalir lebih santai. Dari cerita sekolah, tentang pr-pr yang diberikan para guru hingga hobi masing-masing. Tri dan Yudi membicarakan tentang rencana pertandingan futsal tim mereka melawan tim SMA Taruna minggu depan. keduanya sibuk merencanakan taktik yang akan digunakan untuk memenangkan pertandingan. Sementara Eka dan Shella berbagi info tentang drakor terbaru yang sedang tayang. Keduanya asyik bahkan sesekali tertawa dan juga menampakkan rasa sebel saat menceritakan tokoh yang dianggapnya terlalu lamban dalam mengambil sikap. Adelle hanya melihat sambil sesekali ikut tersenyum mengaksikan keasyikan teman-temannya.
"Assalamualaikum...." tiba-tiba terdengar suara seseorang memberi salam.
"Waalaikum salam" serentak mereka menjawab.
"Kak Fitri, silakan masuk kak." Eka menyapa gadis cantik yang baru saja tiba. "Aku ajak kak Fitri masuk dulu ya. Kalian lanjut aja."
Adelle memperhatikan wanita yang disapa dengan kak Fitri. Wajahnya sangat teduh, ada kelembutan yang terlihat nyata saat menatapnya. Tapi bukan hanya itu yang membuat Adelle merasa terpukau. Penampilan kak Fitri begitu sederhana namun sangat indah untuk di pandang. Bukan pakaian modis ala anak muda yang menggunakan jeans atau baju yang pas di badan. Dia hanya menggunakan gamis sederhana dan kepalanya di balut dengan jilbab yang menutup hingga ke dada. Adelle tertegun, hatinya kembali terusik. Ah, andai saja...
"Del, kamu kenapa?" Shella bertanya sembari menyentuh lengan Adelle.
"Aku ga papa" jawabnya
"Kamu kenal sama yang barusan datang tadi?" tanya Shella lagi.
"Enggak, aku ga kenal. Aku hanya senang melihat wajahnya. Enak untuk dipandang ya" Adelle menjelaskan.
"Iya, sampe-sampe ketua kelas kita ga lepas pandangannya dari tadi. Melotot aja" Tri menyambung sambil tertawa.
"Apaan sih kamu Tri?" Yudi menjawab sambil menahan malu.
"Maaf ya gaes aku lama. Tadi itu kakak sepupuku, mamanya adik mamaku. Namanya kak Fitri. Dia sudah kuliah, semester lima." Eka menjelaskan tanpa di minta.
"Aku kayaknya pernah lihat di mana ya, lupa" Adelle berkata seolah pada dirinya sendiri.
"Apa kamu pernah ikut kajian yang diadakan rohis SMA kita yang bekerja sama dengan pemuda masjid Agung?" tanya Eka.
"Oh iya, aku ingat sekarang. Iya, aku ikut kegiatan itu bulan lalu." wajah Adelle nampak antusias.
Teringat dia akan isi kajian yang diikutinya bersama beberapa orang rekan satu sekolah. Kegiatan yang begitu membekas dalam hatinya sehingga menimbulkan keinginan yang begitu besar untuk dapat melaksanakannya. Namun, keinginan itu sampai saat ini belum bisa diwujudkan karena ada beberapa kendala.
"Kak, duduk sini. Kenalin ini teman-teman sekelasku." Eka menyebutkan nama teman-temannya satu persatu.
Kak Fitri menangkupkan tangannya di depan dada saat Yudi dan Tri menjulurkan tangan ingin berjabat tangan. Keduanya sontak menarik mundur tangan dan ikut menangkupkan di depan dada mengikuti gerakan kak Fitri. Saat melihat wajah Adelle, kak Fitri terdiam sesaat kemudian berkata
"Kamu yang pernah ikut kajian kan?" Fitri bertanya pada Adelle.
"Iya kak" Adelle nampak malu karena ternyata Fitri masih mengingatnya.
Fitri tersenyum manis. Dia masih ingat bagaimana Adelle begitu antusias mengikuti kegiatan bulan lalu. Dia juga menyatakan keinginannya untuk bisa mengikuti apa yang disajikan pada hari itu. Yah, Adelle pernah mengatakan bahwa dirinya juga ingin seperti Fitri yang tampil dalam balutan baju muslimah.
Adelle menatap Fitri dengan sedikit rasa malu. Bukannya ingkar dengan apa yang pernah dikatakannya, namun untuk mengubah tampilan membutuhkan biaya. Dia sudah pernah mengutarakan keinginan itu kepada ayah dan ibunya. Keduanya tak melarang namun hanya mengingatkan bahwa Adelle harus mengganti semua outfit nya jika ingin menggunakan jilbab.
Adelle sadar akan keadaan kedua orang tuanya. Mereka bukan orang yang tak mampu, namun tak juga bisa dengan gampang mengganti penampilan menjadi syar'i. Itulah sebabnya Adelle masih berusaha untuk menabung agar bisa sedikit demi sedikit membeli keperluannya.
"Del, nanti kalo ada yang mau ditanyakan jangan sungkan untuk menghubungi kakak ya." Fitri kembali berkata pada Adelle.
"Baik kak. Saya sudah menyimpan nomor ponsel kakak." jawab Adelle.
"Baiklah, kakak permisi dulu ya. Daah semuanya. Assalamualaikum..." Fitri berpamitan.
"Waalaikum salam" jawab mereka.
Setelah Fitri pulang, kelima remaja itu melanjutkan candaan mereka. Hanya Adelle yang terlihat sedikit lebih diam seolah ada sesuatu yang dipikirkan. Shella menyadari hal itu dan mencoba mencari tahu
"Del, kamu kenapa sih dari tadi ku lihat jadi lebih banyak diem? Lagi mikirin apa sih? Tugas kita kan udah oke, jadi nggak perlu dipikirin lagi." Shella mencoba bertanya.
"Aku nggak papa Shel" jawab Adelle.
"Tapi kamu ga ceria kayak biasanya? Cerita dong ke kita-kita. Kan kita sahabatan" Shella mencoba terus bertanya.
Adelle lagi-lagi menggeleng. Tak mungkin dia menceritakan apa yang menjadi pemikirannya saat ini. Dia hanya berharap agar Allah memberikan kemudahan baginya untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi keinginannya saat ini.
"Del, pulang yuk. Udah sore, tar kemalaman di jalan lho kalo nggak cepet pulang. Aku nggak mau tar ibumu mikir kita bukan kerja kelompok tapi kelayapan." ujar Shella.
"Yuk ah. Aku juga udah capek banget." jawab Adelle. "Thank's ya Ka atas jamuannya." sambungnya lagi.
"Yud, Tri, kalian masih betah di sini? Kami duluan ya" ucap Shella. Dia memang sengaja berharap Yudi dan Tri tak pulang bersama mereka agar ia punya kesempatan untuk bicara empat mata dengan Adelle.
"Kita cabut ya guys, see you tomorrow" Keduanya pun pamit dan meninggalkan rumah Eka.
Kira-kira lima menit perjalanan, Shella mengarahkan kendaraannya menuju sebuah kafe yang nampak asri. Tak terlalu banyak pengunjung, dan memang itu yang menjadi tujuan Shella.
"Koq kita ke sini Shel?" tanya Adelle. "Katanya mau cepet pulang."
"Sebentar aja Del, dah lama nggak pernah nongki bareng kamu."
Mereka memilih tempat duduk di pojokan dekat jendela. Setelah memesan minuman dan juga cemilan, Shella mulai bertanya
"Del, to the point aja ya. Aku nggak mau bertele-tele. Aku mau kamu cerita kenapa kamu jadi berubah diam dan seperti ada beban. Apa itu ada hubungannya dengan kehadiran kak Fitri tadi?" Shella bertanya.
"Kita udah lama berteman. Aku nggak mau kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Cerita dong Del, siapa tau aku bisa bantu" Sambung Shella.
Adelle menghembuskan nafas perlahan. Bukan bermaksud tidak jujur kepada Shella yang telah menjadi sahabatnya sejak bertahun-tahun lalu.
"Del, come on. Tell me. We are friends, iya kan?" Shella menatap wajah Adelle sambil tangannya menyentuh lengan sahabatnya dengan lembut.
"Oke. Aku cerita." Adelle menunduk sesaat sebelum akhirnya memulai lagi
"Sebenarnya aku udah lama ingin menggunakan jilbab Shel. Aku begitu tersentuh setelah mengikuti beberapa kali kajian yang diadakan oleh rohis sekolah kita. Apalagi saat aku bertemu dengan kak Fitri dan kawan-kawan. Aku sadar akan kewajibanku sebagai seorang muslimah untuk menutupi auratku. Aku tidak ingin kelak akan menjadi beban bagi ayahku di akhirat. Aku sangat ingin sekali Shel. Tapi aku tau, untuk bisa seperti itu aku harus mengganti semua tampilanku. Kamu tau kan sebagian besar pakaianku masih pendek. Aku nggak mungkin memaksa ayah atau ibu untuk membeli pakaian baru untuk ku." Adelle terdiam sesaat.
"Aku sedang nabung agar bisa membeli pakaian yang mendukung tampilanku. Bukan baju-baju mahal, tapi yang sesuai dengan syariat. Tadi, saat bertemu kak Fitri, aku seperti diingatkan kembali untuk segera melaksanakan kewajibanku Shel."
"Aku udah membeli seragam sekolah baru yang sesuai kemarin Shel. Setelah bertemu kak Fitri, aku semakin yakin untuk segera mengubah penampilanku Shel" Adelle menatap sahabatnya.
"Kenapa kamu harus simpan sendiri sih hal penting seperti itu. Kamu bisa cerita sama aku kan. Aku pasti bantuin kamu." Shella tersenyum menatap Adelle. "Nanti aku lihat dalam lemariku deh mana tahu ada yang bisa kamu pakai"
Adelle tersenyum, dia tahu sahabatnya itu punya banyak sekali pakaian. Dia pernah melihatnya langsung. Bahkan ada baju yang dibeli beberapa bulan lalu yang sama sekali belum pernah dipakai. Hmmm wajar saja, Shella anak tunggal. Mama papanya memberikan kebebasan baginya untuk membeli apa saja yang dia mau. Satu hal yang Adelle suka dari Shella adalah, meskipun kehidupan sosial mereka berbeda jauh namun Shella tak pernah menampakan sikap sombong dan membanggakan kekayaan orang tuanya. Bahkan tak jarang dia dengan mudah memberikan bantuan kepada teman yang membutuhkan pertolongan.
Keduanya tersenyum dan tak lama kemudian beranjak meninggalkan kafe dan pulang. Shella mengantarkan Adelle hingga ke rumahnya, setelah menyapa ibu Adelle, dia pun pamit pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Fenti
kak Fitri tanpa mendakwahi mereka pun langsung sadar dengan apa yang mereka lihat. memang semua orang tidak butuh diceramahi panjang lebar cukup diberikan contoh yang baik kayak Fitri ini
2023-01-10
0
Fenti
malam-malam gini bahas kue jadi pengen makan
2023-01-10
0
Fenti
wah kita sama dong, dulu ibu guru sosiologi juga kayak gitu
2023-01-10
0