1 bulan kemudian.
Pagi hari di rumah Tessa.
"Kata orang-orang daddy mu jarang pulang ke rumah, dia lebih banyak menghabiskan waktu di hotel," ucap Tessa.
"Sayang, bukannya mommy ingin mengusir mu, tapi lebih baik kamu pulang Nak. Kasihan daddy mu," ucap mommy-nya Tessa, Stefani.
Daddy-nya Tessa-Gilbert hanya mendengarkan pembicaraan itu, seraya menikmati kopi panasnya.
2 kakak Tessa sudah pergi, kini di meja makan hanya ada mereka berempat.
Ayara membuang nafasnya perlahan, selama ini pun sebenarnya dia sudah sangat mencemaskan sang ayah, ketakutan tentang apa yang akan terjadi kedepan seolah kalah dengan cemasnya itu. Sudah seminggu terkahir Ayara rasanya ingin berlari pulang.
Ingin menatap wajah daddy yang sangat dia rindukan.
Perihal hubungan mereka yang berubah kemana Ayara tak bisa menanganinya, dia tak bisa menerka terlalu jauh.
"Iya Mom, nanti aku pulang."
"Bagus, biar Tessa yang mengantar mu."
Hari itu Ayara dan Tessa pulang jam 6 sore dari kampusnya. Tiba di rumah Ayara dunia sudah mulai menggelap.
"Daddy di rumah tidak ya? bagaimana kalau dia di hotel," ucap Ayara, dia turun dari dalam mobil sang sahabat. Tessa pun ikut turun juga, mereka datang bersama supir.
"Memangnya tidak kamu telepon kalau hari ini mau pulang?"
"Tidak."
"Heis, kamu yang boddoh."
Ayara mendengus.
"Telepon lah!"
"Aku takut."
"Heis! kalau begitu biar Aku yang telepon!" ketus Tessa, meski terkesan marah-marah tapi dia sangat menyayangi Ayara. Mereka sudah seperti saudara perempuan.
"Halo daddy, ini Tessa."
"Hem, kenapa Sa?"
"Daddy dimana? Yara sudah pulang."
Di ujung sana Andrew tersenyum kecil. Tentu saja dia tahu itu, sejak tadi Andrew sudah memperhatikan dari jendela kamarnya. Dia ingin menutup tirai karena hari sudah malam, tapi malah melihat Ayara dan Tessa di bawah sana.
"Daddy di rumah, masuklah. Daddy akan bukakan pintu."
"No daddy, aku tidak singgah. Mommy memintaku cepat pulang."
Sepanjang telepon itu terhubung, Andrew pun turun ke lantai dasar rumahnya. Dan saat telepon itu mati, Andrew membuka pintu rumah.
Deg! jantung Yara tersentak, dilihatnya sang daddy yang menatapnya dengan lekat.
Tessa berlari dan memberi salam, sementara Ayara berjalan dengan ragu untuk mendekat.
"Dad, aku langsung pulang," pamit Tessa.
"Bye Yara!" gadis itu pun segera berlari dan masuk ke dalam mobilnya.
Meninggalkan Ayara yang mati kutu di teras.
Setelah lama pergi kini semuanya benar-benar tak sama seperti dulu lagi. Jantungnya bahkan berdegup entah karena apa.
"Ayo masuk." Andrew segera menarik tangan Ayara untuk masuk ke dalam rumah. Di luar mulai gelap.
Ayara menarik tangannya pelan, dan Andrew pun dengan mudah melepaskan.
Mereka masih berdiri di ruang tamu dan saling berhadapan.
"Dad."
"Kamu sudah makan? daddy tidak masak, kalau kamu mau makan biar daddy pesankan."
"Kenapa daddy memecat semua pelayan?"
"Bibik Jane masih kesini kalau Daddy telepon."
Ayara menatap sekeliling rumah, di sofa ruang tamu itu tergeletak 1 jas milik sang ayah.
Andrew berjalan masuk dan Ayara mengikut, mereka menuju dapur.
Aroma menyengat mie instan tercium jelas.
"Duduklah, daddy akan buatkan sussu hangat. Di luar mendung, akhir-akhir ini musim hujan."
"Dad, kenapa daddy jadi begini? kenapa bercerai dengan mommy dan jadi hidup seperti ini."
Ayara tidak tahu, jika bukan perpisahannya dengan Savana yang terasa sulit. Tapi tentang perpisahan mereka.
Sementara Andrew malah diam, melihat kedua mata Ayara yang mulai nampak berkaca-kaca.
Gadisnya itu memang gampang sekali menangis.
"Apa kamu pulang hanya untuk memarahi daddy?"
Aw! Andrew menarik tangannya yang tanpa sengaja tersiram air panas.
Sementara Ayara sekuat tenaga menahan diri untuk tidak berlari. Sedangkan Andrew segera menyalakan kran air untuk mengguyur tangan kirinya agar tidak terlalu terasa panas.
Ayara menangis.
1 bulan lebih dia pergi dan sang ayah jadi benar-benar kacau.
Langkah pertama yang Ayara ambil memang terasa berat, tapi di langkah ke dua dia mulai bisa berlari.
Memeluk punggung ayahnya dengan erat.
Menangis disana.
Sungguh, Ayara merasa sangat bersalah karena pergi. Pergi disaat ayahnya terpuruk seperti ini.
"Maafkan Yara Dad."
Andrew terdiam, setelah suara Ayara itu kini hanya terdengar suara air di westafel.
Andrew kemudian mematikan air itu dan berbalik. Sementara Ayara melepaskan pelukannya.
Andrew menatap lekat hingga membuat Ayara menunduk.
"Yara."
"Jangan anggap aku sebagai wanita, aku anaknya daddy."
"Sini."
Andrew menarik tangan Ayara untuk pergi ke ruang tengah, sussu tadi jadi gagal di buat.
Duduk bersama disana, Andrew menunjukkan hasil tes DNA mereka. Menyatakan jika mereka tidak memiliki hubungan darah.
Andrew juga sudah memeriksa tes DNA Ayara dengan Roger Lin, dan hasilnya negatif, mereka bukan saudara tiri. Tapi bagian ini tentu tidak Andrew tunjukkan pada Ayara.
"Kamu bukan anaknya daddy."
"Tapi Dad, tetap saja itu salah."
"Yara, daddy tidak akan memaksa kamu sayang. Kamu berhak menentukan hidup mu sendiri. Tapi jika pilih untuk bersama daddy, berada lah lebih dekat. Seperti ini."
Andrew menggenggam erat tangan Ayara, sampai jemari mereka bertaut.
Namun Ayara yang terkejut segera menarik tangannya.
"Baiklah, tidak apa." Andrew menggeser duduknya, memberi jarak.
Percayalah, pria dewasa itu tidak benar-benar melepaskan, dia hanya sedang melepaskan untuk bisa mendapatkan.
"Daddy akan masuk ke dalam kamar."
Ayara ditinggal sendirian disana.
1 hari mereka bersama Andrew mulai nampak jelas berubah. Dia tidak bicara pada Ayara.
2 hari mereka tinggal bersama, Andrew hanya makan telur mata sapi buatannya sendiri, dia menolak makanan yang di buat Ayara.
3 hari, Andrew tidur di sofa dengan televisi yang menyala sampai pagi. Dia tidak berbagi tentang lelahnya.
4 hari Ayara mulai merasa frustasi, dia ingin daddynya yang dulu!
5 hari saat Tessa main ke rumah ini mereka tertawa lepas, namun saat Ayara datang Andrew pilih pamit pergi.
"Daddy!" pekik Ayara saat Tessa sudah pulang.
"Dad!" Ayara mendatangi kamar ayahnya itu.
"Kenapa?" tanya Andrew dengan wajahnya yang datar, dia bahkan menjaga jarak dari Ayara.
Tiap gadis itu maju mendekat Andrew pun akan mundur.
Ayara geram sekali, rasanya saat ini juga kepala dia mau pecah.
"Daddy benar-benar keterlaluan!"
"Apa lagi salah daddy sekarang?"
"Kenapa mengacuhkan aku?! bersama Tessa saja daddy tertawa seperti itu!!"
"Daddy tidak mengacuhkan mu. Kamu lah yang pergi dari daddy."
"DAD!!" geram Ayara.
Namun seketika itu juga Andrew melangkah mendekat dan menarik pinggangnya, menahan tengkuk Ayara dan menciium bibir sang anak.
Ayara mendelik, namun entah kenapa kini dia tidak berontak. Ada rasa yang tak bisa Ayara jelaskan. Tapi dari pada diacuhkan, Ayara lebih suka seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Ita rahmawati
yah dasar si ayara 🤦♀️🤣
2025-01-06
0
Mei Saroha
macam pedofil ngga sih
2024-12-17
0
rin
ooooo begichuu
2024-10-20
0