Sepertinya Aku Mulai Ragu

Sesampainya Defa dirumah ia langsung pergi ke kamarnya. Ia melemparkan tasnya ke tempat tidur. Ia pun mengacak-acak rambutnya. Ia merasa sangat emosi hingga ia melayangkan sebuah pukulan didepan cermin.

Carrrr....

Cermin yang dihadapannya seketika hancur berkeping-keping.

Terlihat cairan merah mulai menetes dari tangannya. Namun ia sama sekali tak bergeming. Ia menatap bayangan dicermin yang telah retak itu. Keadaannya terlihat sangat kacau.

Ada sebuah sorot dendam yang terpancar dari mata Defa, entah mengapa ia merasa tak terima atas apa yang terjadi saat ini.

Sementara Diana yang sampai rumah langsung mengirimkan pesan pada Defa.

"Def, maaf aku sadar seharusnya aku tak bersikap seperti itu. Sekali lagi aku minta maaf." isi pesan Diana.

Pesan dari Diana tak kunjung mendapat jawaban dari Defa, ia merasa bersalah atas apa yang terjadi.

Keesokan harinya Diana membawakan bekal untuk Defa sebagai ucapan permintaan maaf.

Setelah memarkirkan motornya Defa dan Gio berjalan menuju kelas. Saat itu suasana kelas masih cukup sepi. Defa melewati tempat duduk Diana tanpa memberi sapaan seakan ia tak melihat bahwa Diana menunggunya.

"Apa dia masih marah ya? Bodoh mengapa semua jadi seperti ini." batin Diana.

Dengan perasaan ragu Diana berjalan menuju tempat duduk Defa. Saat itu Defa sedang sibuk dengan ponselnya.

"Defa..." ucap Diana yang berada didepannya.

Namun Defa seakan tak memperdulikan keberadaan Diana. Ia tetap fokus dengan ponselnya.

Gio yang berada disamping Defa pun menepuk bahunya sambik melempar pandangan ke arah Diana.

Defa membuang nafas secara kasar. Saat ini ia sedang tak ingin diganggu oleh siapapun termasuk Diana.

"Apa?" tanya Defa dengan sorot mata malasnya.

"Aku bawain kamu bekal sebagai ucapan permintaan maaf." ucap Diana sambil menunjukkan sebuah senyum yang terasa canggung.

"Sepertinya kamu tak perlu repot-repot membawakanku bekal dan untuk permintaan maaf bukankah kamu tak salah kamu bilang aku yang egois. Jadi sepertinya aku yang harus mengucapkan maaf karena keegoisanku." ucap Defa.

"Aku sadar seharusnya aku tak bersikap seperti itu." ucap Diana.

"Aku tak ingin diganggu saat sebaiknya kamu jauh-jauh dariku." ucap Defa yang mengusir Diana.

"Aku hanya minta maaf tapi sikap kamu malah kayak nggini, nyesel aku punya niat minta maaf sama kamu." ucap Diana.

"Tak perlu repot-repot meminta maaf jika kamu enggak ikhlas." ucap Defa yang acuh.

Melihat sikap Defa yang seperti itu membuat Diana tersulut emosi. Secara spontan ia menampar Defa.

Plakkk....

Mendapatkan sebuah tamparan dipipi kirinya membuat Defa refleks memegang pipinya itu. Dan tak sengaja Nafisha melihat tangan Defa yang diperban.

"Tangan kamu kenapa diperban?" tanya Nafisha yang menarik tangan Defa.

Dengan cepet Defa menarik tangannya kembali.

"Aku sedang tak ingin diganggu, sebaiknya kalian pergi dari sini." bentak Defa.

Diana yang tadinya marah-marah seketika berubah melihat tangan Defa yang terluka.

"Maaf, mari ku antar ke UKS." ucap Diana yang terlihat khawatir.

Brukkk...

"Pergi..." Bentak Defa.

Defa menggebrak meja dengan kencangnya hingga membuat seluruh siswa siswi melihat kearahnya.

Tak terasa sebuah cairan merah mulai keluar dan membuat perbannya penuh dengan darah segar.

Merasa tak ingin membuat kegaduhan Nafisha mengajak Diana untuk kembali ke tempat duduknya.

"Maaf." ucap Nafisha.

"Yuk kita duduk aja, biarkan Defa menenangkan diri." bujuk Nafisha pada Diana.

Mereka berduapun kembali ke tempat duduknya.

"Elo gapapa? Apa butuh gw anter ke UKS." ucap Gio.

"Tak perlu, ini bukan masalah besar." ucap Defa.

Ia benar-benar merasa kacau, yang ia butuhkan saat ini adalah sebuah ketenangan.

Tiba-tiba bel masukpun berbunyi, suasana kelas berubah menjadi hening. Ketika seorang guru sedang menjelaskan pelajaran didepan kelas, pikiran Diana seakan sedang berkeliling dunia. Ia terlihat tak fokus mengikuti pembelajaran.

"Na," bisik Nafisha pada Diana.

Diana masih sibuk dengan pikirannya hingga ia tak sadar bahwa Nafishanya memanggilnya.

"Diana." bisik Nafisha sambil menginjak kaki Diana.

"Aww." ucap Diana yang kaget.

"Kamu apaan sih sha." ucap Diana yang menepuk paha Nafisha.

"Kamu itu yang kenapa dari tadi aku panggil-panggil malah melamun aja." bisik Nafisha.

"Maaf. Perasaanku sedang gelisah saat ini," ucap Diana.

"Kenapa? Defa?" bisik Nafisha sambil menatap dengan curiga.

"Aku kan penasaran kenapa tangannya itu terluka." jawabnya.

"Sebaiknya kamu fokus belajar nanti kita tanyain penyebabnya." ucap Nafisha yang menenangkan Diana.

Akhirnya Diana bisa kembali fokus belajar walau kadang sesekali masih terbayang oleh Defa.

Jam istirahatpun berbunyi. Seluruh siswa menghabiskan waktunya untuk pergi ke kantin. Termasuk Defa dan Gio.

Saat mereka duduk berdua dari jauh Nafisha dan Diana mengamati mereka berdua. Defa hanya diam dan menikmati makan siangnya. Sebaliknya Gio tak ingin membahas apapun pada Defa, Ia telah mengenal Defa lama jadi ia tahu betul bagaimana sikap Defa yang ia butuhkan saat ini hanyalah ketenangan.

"Kenapa mereka berdua hanya saling diam?" ucap Diana sambil memainkan sedotan didalam minumannya.

Sementara Nafisha yang tengah menikmati makan siangnya itu hanya menanggapi dengan santai.

"Mereka sedang menikmati makannya apakah mereka harus berteriak sambil salto?" ucap Nafisha.

"Ihhh Nafisha aku tuh nanya beneran." ucap Diana yang cemberut.

Nafisha tetap fokus pada makanan tanpa memperdulikan ucapan Diana.

Merasa tak mendapatkan jawaban dari Nafisha ia sibuk mengaduk-aduk makanan.

"Mubazir tuh makanan kalo cuman diaduk-aduk aja." ucap Nafisha.

Diana hanya diam tak bergeming.

"Yaudah kita balik ke kelas aja, kamu bisa tenangin diri disana." ucap Nafisha.

Mereka berduapun berjalan meninggalkan kantin. Sepasang mata mengamati mereka dari kejauhan.

"Aku tak tahu mengapa aku mulai ragu namun apakah ini jawaban dari setiap doaku pada Tuhan. Mungkin dengan semakin menjauh membuatmu terbisa tanpa ada aku." batin Defa.

Sementara Gio menatap aneh pada Defa.

"Apakah ia mencoba menjauhi Diana? apakah karena hal itu membuatnya semarah ini?" batin Gio.

Jam masukpun berbunyi. Defa melewati Diana tanpa menyapa hal ini sontak membuat Diana menjadi merasa bersalah.

"*Hanya butuh waktu beberapa jam ia bisa sejauh ini? Apakah separah ini konsekuensi yang harus Diana terima?" batin Nafisha.

"Apakah dia benar-benar membenciku karena hal itu?" batin Diana*.

Melihat ekspresi Diana mendadak mellow Nafishapun mengusap-usap bahu Diana agar ia bisa merasa sedikit tenang.

Jam pulang sekolahpun tiba, Defa masih saja bersikap tak perduli pada Diana. Sontak hal itu semakin membuat Diana menjadi hanyut dalam kesedihan.

———————————————————————

Yuk simak terus cerita Author. follow juga ig Author: Naaernaa02.

Jangan lupa like,vote dan rate ya readers❤️🙏🏻Biar Author makin semangat buat ceritanya😉

Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran yang membangun di kolom komentar agar author bisa mengembangkan cerita author 😁

Next>>

Terpopuler

Comments

Mei Shin Manalu

Mei Shin Manalu

Hadiirr ♥️

2020-09-08

0

Rena Karisma

Rena Karisma

Like❤️❤️

2020-09-04

0

Angelenzyy

Angelenzyy

hi Thor Enzyy mampir nih bawa Boomlike dan rate.
Thor kalo berkenan mampir dong ke Hidden love dan The Black Missions nya Enzy

Terimakasih Thor semangatt

2020-09-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!