Ketika sang mentari menyapa penghuni bumi dengan hangatnya. Nafisha terbangun dari mimpinya, ia tengah bersiap untuk berangkat ke sekolahan. Ia berjalan menuruni anak tangga dan ia melihat ibu dan ayahnya sedang menunggunya di ruang makan.
"Fisha, kamu hari ini yakin akan pergi ke sekolah?" tanya Ibunya yang terlihat sedikit khawatir.
"Iya bu, Nafisha mulai bosan jika harus berada dirumah terlalu lama." jawab Nafisha.
"Tapi kondisimu belum sepenuhnya membaik Ibu merasa sedikit khawatir." ucap Ibunya.
Ayahnya Nafisha tiba-tiba memegang pergelangan tangan istrinya itu seakan ia berusaha menyakinkan bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Namun istrinya menjawab dengan tatapan mata ragu, ia merasa bahwa putrinya belum sepenuhnya pulih, ia takut jika terjadi apa-apa pada putrinya.
"Nafisha telah merasa cukup baik hari ini bu." ucap Nafisha.
"Tapi kamu janji tidak akan memaksakan kondisimu untuk melakukan sesuatu yang melelahkan." ucap Ibunya.
"Iya bu." jawab Nafisha.
Mereka pun menghabiskan sarapan dengan suasana hening, hingga akhirnya sarapan Nafisha habis dan ia harus pergi ke sekolah.
"Pak, Bu Nafisha berangkat dulu ya." ucap Nafisha sambil berjalan ke arah orang tuanya.
"Assalamualaikum." ucap Nafisha sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam." jawab orang tuanya secara bersamaan.
"Hati-hati dijalan." ucap Ibunya.
"Iya bu." jawab Nafisha.
Nafisha pun berangkat menuju ke sekolahnya diantar oleh supir sesampainya ia disekolahan Diana bersama Defa telah menunggunya didepan pintu gerbang.
"Makasih kalian udah mau nungguin aku disini. Maaf jadi merepotkan." ucap Nafisha yang berjalan menghampiri kedua sahabatnya itu.
"Tak apa." jawab Defa.
Mereka bertiga pun berjalan menuju kelas. Nampak Diana sedikit khawatir dengan kondisi Nafisha saat ini, namun Defa berusaha menyakinkannya bahwa dia dan Gio akan menjaga sahabatnya itu.
"Kamu yakin gapapa untuk sekolah?" tanya Diana yang terlihat cemas.
"Mungkin dia mulai suntuk dirumah biarkan Nafisha bersekolah toh ada aku dan Gio akan menjaganya." jelas Defa.
"Aku gapapa kog Na." ucap Nafisha.
Setelah mendapat jawaban dari Nafisha dan Defa akhirnya Diana pun sedikit merasa tenang akan kondisi sahabatnya itu.
Jam pembelajaran dimulai. Keadaan Nafisha sudah lebih membaik dari sebelumnya ia mendengarkan setiap penjelasan guru dengan seriusnya.
Waktu pulang sekolah pun tiba. Nafisha mengajak Diana pergi ke danau untuk menenangkab dirinya.
"Diana, kamu sibuk enggak hari ini? Temenin aku ke danau ya." ucap Nafisha.
"Aku tidak ada sedikit kesibukan hari ini, jadi aku akan menemanimu kesana." ucap Diana.
Diana dan Nafisha pergi ke danau dengan menaiki taxi.
Suasana didanau itu sungguh sunyi hanya ada beberapa orang yang berada di sana. Mereka berduapun duduk ditepi danau.
Nafisha memandang ke arah danau, airnya tenang dengan suasana sedikit mendung menciptakan suasana sedikit gelap disana.
"Aku tak ingin mengenggamnya terlalu erat karena saat ini aku sedang terluka hanya karena anganku yang luar biasa.
Aku sadar sampai kapanpun kita tak bisa bersama hanya karena perbedaan sebuah keyakinan. Sakit, namun inilah yang dinamakan takdir
Saat itu aku percaya bahwa ialah jawaban dari segala doa-doa ku selama ini
Hari demi hari rasa itu semakin dalam namun akhirnya kita dipisahkan oleh keadaan
Saat itu ia berjanji suatu hari akan kembali kesini namun takdirlah yang tak mempertemukan kita hingga akhirnya aku tahu alasan ia datang hanya untuk pamit.
Seharusnya selama 2 tahun ini aku tak berharap padanya
Bermimpi menuju angkasa namun hanya luka yang ku rasa." ucap Nafisha dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku tahu ini semua terlalu berat untuk dijalani namun Tuhan tahu yang terbaik untukmu, semoga kamu bisa temukan bahagiamu setelah luka ini." ucap Diana yang menenangkan Nafisha.
Nafisha memperlihatkan raut wajah sedikit tersenyum namun matanya masih berkaca-kaca. Diana tahu bahwa saat ini sahabatnya sedang berusaha terlihat tegar.
Diana merangkul bahu Nafisha menandakan bahwa ia selalu ada untuk menguatkan sahabatnya itu.
"Terimakasih karena telah mau menemani ku disini." ucap Nafisha yang menatap kearah Diana.
"Aku akan selalu disampingmu." ucap Diana yang meyakinkan Nafisha bahwa ia tak sendiri karena ada dirinya yang akan selalu menguatkan setiap langkahnya.
"Oh ya bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Defa saat ini?" tanya Nafisha pada Diana.
"Ya seperti yang kamu tahu." ucap Diana.
"Aku merasa iri akan kedekatan kalian. Hubungan tanpa dipisahkan oleh keadaan tak harus menjalani bagaimana susahnya menanti." ucap Nafisha.
Diana langsung berdiri dari duduknya ia berjalan ke arah danau ia memandang lurus ke depan.
"Namun hubungan kami juga ditentang oleh orang tua, mungkin inilah yang dinamakan takdir. Perbedaan keyakinan membuat kami harus saling memendam rasa." ucap Diana.
Nafisha yang merasa sepenanggungan dengan Diana ia pun menghibur sahabatnya itu.
"Aku tahu ini memang berat, aku juga tahu bagaimana rasanya cinta tanpa restu orang tua." ucap Nafisha yang berjalan mendekati Diana.
"Andai cinta itu tak bersyarat, mungkin tak ada kata untuk saling meninggalkan dan kita diambang keputusasaan. Hingga akhirnya keadaanlah yang memaksa kita untuk mencari pendamping yang seiman." ucap Nafisha yang memandang kearah air danau yang tenang.
Mereka berdua hanyut didalam perasaan sendu yang mereka alami.
Hari semakin larut dan titik air hujan mulai turun.
"Sebaiknya kita pulang hari semakin sore dan sepertinya hujan akan turun." ucap Nafisha.
Akhirnya Diana dan Nafisha pulang kerumah namun baru beberapa langkah mereka meninggalkan taman tiba-tiba hujan turun dengan derasnya hingga mereka menjadi basah kuyup.
Mereka berdua pun berlari menuju sebuah halte bus untuk meneduh.
Tiba-tiba mereka berdua tertawa bersamaan.
"Jadi keinget masa kecil." ucap Nafisha.
"Saking senengnya main hujan sampai kedinginan dan besoknya jadi meriang." sambung Diana.
Mereka berduapun hanyut dalam nostalgia masa kecil mereka yang penuh bahagia. Masa kecil dengan tawa yang tak bisa diulang kembali.
Mereka menunggu hujan reda namun hari semakin larut hujan tak kunjung reda hingga akhirnya Nafisha meminta sopirnya untuk menjemput mereka.
Dari sebrang jalan sepasang mata sedari tadi mengamati mereka berdua dari kejauhan, terukir sebuah senyum diwajah lelaki itu saat melihat tingkah mereka.
Tak lama sopir Nafisha datang menjemput mereka. Mobil mulai melaju dan semakin hilang dari pandangan mata.
"Jika memang engkaulah jawaban dari setiap doaku selama ini, semoga Allah selalu menjaga dirimu dalam ketaatan mencari ridhonya hingga suatu hari aku bisa menjadi calon imam untuk menyempurnakan separuh imanmu." ucap lelaki itu.
———————————————————————
Yuk simak terus cerita Author. follow juga ig Author: Naaernaa02.
Jangan lupa like,vote dan rate ya readers❤️🙏🏻Biar Author makin semangat buat ceritanya😉
Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran yang membangun di kolom komentar agar author bisa mengembangkan cerita author 😁
Next>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Ev-
semangat!!!
2020-10-04
0
Eyha
poros jodoh mampir lagi kak
2020-08-27
0
Noor Hidayah
wihh mantab
2020-08-22
0