Suatu Hari Nanti Kamu Pasti Kembali

Ditemani cahaya redup lampu tidurnya Nafisha termenung dalam kesunyian. Tiba-tiba ia teringat akan pemberian Adriell. Lalu ia mengambil tasnya dan mencari hadiah dari Adriell. Ia menatapkan dengan berharap sebuah kepastian akan datang.

"Aku akan menunggumu...

Aku yakin suatu hari nanti kamu pasti kembali kesini untuk menepati janjimu

Aku berharap sebuah kepastian itu akan datang." ucap Nafisha.

Nafisha mulai larut dalam tidurnya ia mulai hanyut dalam alam mimpinya.

Didalam kegelapan malam Nafisha sendirian didepannya terdapat sebuah kaca yang cukup besar. Tiba-tiba sebuah cahaya mengalihkan pandangannya ia berjalan mengikuti cahaya terang itu semakin jauh ia melangkah semakin redup pula sinar itu. Hingga akhirnya ia temukan sebuah sungai dengan suara gemericik air mengalir dengan derasnya. Ia mulai menuruni bebatuan sungai untuk dapat merasakan segarnya air itu namun sayang saat ia turun tiba-tiba ia terpeleset dan jatuh hingga kakinya menjadi luka.

"Mari ku bantu." ucap seorang lelaki yang wajahnya tak dapat dilihat Nafisha karena tertutup oleh gelap.

Lelaki itu membawanya ke sebuah gubuk tua didekat sungai. Saat ia memasuki gubuk itu tiba-tiba ia melihat hadiah Adriell disana. Ia pun mendekati benda itu dan melihatnya.

"Mawar ini..." ucap Nafisha.

"Apakah kau menyukainya? Namun aku sangat membenci benda ini." ucap lelaki tsb sambil menjatuhkan benda itu.

Kacanya menjadi pecah berkeping-keping berserakan dilantai. Secara reflek Nafisha mengambil mawar itu namun tiba-tiba ia menjerit karena tangannya terluka.

"Aww." jerit Nafisha.

Tiba-tiba Nafisha terbangun dari tidurnya. Ia merasakan seluruh tubuhnya berkeringat. Dan nafasnya pun seakan terengah-engah. Ia menyadari bahwa itu hanya mimpi buruk baginya. Namun perkataan lelaki yang berada dalam mimpinya itu membuatnya seakan terngiang-ngiang, suara itu membuat kepala menjadi sakit.

Pagi ini cuaca sangat cerah, secerah mimpi-mimpi para penghuni bumi.

Nafisha telah berangkat sekolah. Saat berada dikelas ia mengamati tempat duduk Adriell yang kosong. Ia mulai merindukan sosok Adriell.

Sementara pesawat yang Adriell tumpangi sebentar lagi akan take off. Adriell melihat keluar jendela pesawat. Ia mengingat sebuah janji yang ia buat.

"Tunggu aku, Aku berjanji suatu hari nanti akan kembali untuk menemuimu."batin Adriell.

Beberapa jam menempuh perjalanan udara akhirnya Adriell tiba dinegara H. Ia dijemput oleh sang kakak. Setelah memakan waktu perjalanan yang cukup lama akhirnya Adriell tiba dirumah kakaknya.

Sesampainya disana Adriell membersihkan diri lalu beristirahat. Saat sore hari ia terbangun tiba-tiba sang kakak merampas ponselnya.

" Mana ponsel kamu?" tanya Alvaro.

"Untuk apa kak Varo cari ponsel aku?" tanya Adriell.

"Mulai besok kamu pakai ponsel ini, dan ponsel kamu kak sita." ucap Alvaro sambil memberikan ponsel baru pada Adriell.

"Adriell enggak mau." ucap Adriell.

"Baik kalo kamu enggak mau ngasih dengan cara halus mungkin Mama harus tahu hal ini." ucap Alvaro.

Akhirnya Adriell menyerahkan ponselnya pada sang kakak.

>>

Seminggu berlalu setelah kepergian Adriell, Nafisha merasa hidupnya sangat sepi. Bahkan Adriell tak pernah memberinya kabar. Ia juga tak bisa menghubungi no telp Adriell.

Adriell seakan hilang ditelan bumi. Setiap sore Nafisha selalu mendatangi taman tempat mereka mulai mengenal. Ia datang untuk mengingat kenangannya bersama Adriell yang masih tertinggal disitu.

"*Disini, didalam kesendirian

Ku menantimu untuk kembali

Tak tahu berapa lama lagi penantian ini harus kujalani"

Sebuah harapan yang ku tak tahu akankah ada kepastian

Namun aku masih percaya akan janjimu untuk kembali." ucap Nafisha*.

Ribuan detik telah Nafisha habiskan dalam penantian panjang ini. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Hingga musim yang telah berganti ia masih tetap menunggu sebuah kepastian.

Ketika gerimis melanda Nafisha masih tetap setia menunggu kedatangan Adriell ditepi danau.

"Aku selalu berteman pada sepi

Dibawah gerimis ini

Ku masih berharap pada penantian yang tak bertepi

Menanti hari dimana dirimu akan kembali" ucap Nafisha.

Semenjak kepergian Adriell, Nafisha sering termenung sendiri, membaur dalam kesunyian dan menyendiri dalam kegelapan. Tak tahu mengapa namun ia menyukainya.

Hari semakin sore namun Nafisha tak beranjak untuk pulang. Defa dan Gio yang selalu melihat Nafisha seperti itu merasa kasihan. Mereka pun menghampiri Nafisha yang tengah termenung.

"Sampai kapan kamu akan terus menanti Adriell disini?" ucap Defa sambil memberikan jaketnya untuk Nafisha yang badannya basah terkena air hujan.

Nafisha merasa terkejut akan kehadiran mereka berdua.

"Sampai hari itu tiba aku akan tetap menunggu Adriell disini." ucap Nafisha yang memandang lurus kearah danau.

"Sebaiknya kita pulang sekarang." ucap Defa.

"Aku masih ingin menunggunya disini." ucap Nafisha.

"Hari semakin sore, mari kita antar pulang. Nanti ibu kamu khawatir sama kamu." ucap Gio.

"Tapi..." ucap Nafisha yang menggantung karena dipotong oleh Defa.

"Kamu berhak menunggunya kembali, namun apakah kamu sadar yang kamu lakukan ini sia-sia" ucap Defa.

"Penantianku ini tak akan sia-sia. Aku yakin ia akan menepati janjinya." ucap Nafisha.

"Cara kamu ini salah. Kamu menyiksa dirimu dan orang disekitarmu. Apa kamu pernah memikirkan perasaan ibu kamu." ucap Gio.

"Apakah yang kamu dapatkan dari penantian ini. Semuanya seakan sia-sia jika ia kembali biarkan waktu membuatnya menepati janjinya. Saat ini kamu punya kehidupan yang harus kamu jalani. Mimpi-mimpi yang harus kejar. Sampai kapan kamu akan tetap termenung ditempat ini?" ucap Defa.

Nafisha menelaah setiap perkataan Defa dan Gio baik-baik dan saat ini ia sadar apa yang ia lakukan salah. Penantian yang tak bertepi itu membuatnya seakan kehilangan logikanya untuk berpikir.

Akhirnya Nafisha pulang diantar Defa dan Gio. Saat masuk kedalam rumah terlihat ibu yang khawatir melihat kondisinya saat ini.

"Fisha. Kamu jadi basah seperti ini, kamu bersihkan diri biar Bik Inah siapkan air hangat ya nak." tanya ibunya.

"Iya bu." jawab Nafisha.

"Mari nak Defa dan Gio tante buatkan air jahe dulu untuk menghangatkan tubuh." ucap tante Risma.

"Kita malah enggak enak bikin repot tante." jawab Gio.

"Tante merasa enggak direpotkan kog." ucap Tante Risma.

Saat Nafisha hendak pergi ke kamar ia lupa bahwa ponselnya tertinggal dimeja makan namun saat ia kembali ke ruang makan ia mendengar pembicaraan ibunya bersama Defa dan Gio.

"Makasih ya nak Defa dan Gio selalu jagain Nafisha. Tante sangat khawatir melihat Nafisha seperti itu." ucap Tante Risma.

"Kita akan selalu jagain Nafisha buat Tante. Tante jangan khawatir lagi ya." ucap Defa.

—————————————————————————

Yuk simak terus cerita Author. follow juga ig Author: Naaernaa02.

Jangan lupa like,vote dan rate ya readers❤️🙏🏻Biar Author makin semangat buat ceritanya😉

Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran yang membangun di kolom komentar agar author bisa mengembangkan cerita author 😁

Next>>

Terpopuler

Comments

Arini Ferdiansyah

Arini Ferdiansyah

sahabat yg setiaaa,,
top bingittzz, deva n gio

2020-10-04

0

Arini Ferdiansyah

Arini Ferdiansyah

sahabat yg setiaaa,,
top bingittzz, deva n gio

2020-10-04

0

Arini Ferdiansyah

Arini Ferdiansyah

sahabat yg setiaaa,,
top bingittzz, deva n gio

2020-10-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!