Naima sudah tidak sabar ingin mendengar apa yang harus ia lakukan. Sampai akhirnya, Zico pun mengatakan penawaran nya.
"Aku sudah memiliki istri. Kami sudah mengarungi bahtera rumah tangga selama hampir tiga tahun. Tapi sayangnya, pernikahan kami selamanya tidak akan mendapat keturunan. Rahim istriku bermasalah, itu yang membuat aku kehilangan harapan mendapatkan seorang anak. Jadi, apa kau bersedia memberiku keturunan?"
Pertanyaan Zico sontak membuat iris mata Naima melebar. Wajahnya menegang, napasnya tertahan. Sekujur tubuhnya beku seolah di kutuk menjadi batu.
"Aku akan memberimu sejumlah uang asal kau bisa memberiku satu orang anak saja tanpa adanya pernikahan. Apa kau bersedia?" imbuh Zico.
Naima menelan salivanya dengan susah payah. Ini tidak tahu harus menjawab apa. Ini terlalu berat untuk dirinya.
Naima menggeleng berat. "Tidak, aku tidak setuju. Itu terlalu merugikan untuk aku," sahut Naima dengan bibir gemetar.
"Kau yakin menolak penawaran ku? Tolong pikirkan dulu, jangan terlalu cepat mengambil keputusan. Aku akan memberimu waktu sampai kau benar-benar memberi keputusan yang tepat. Memangnya kau tidak mau ibumu sembuh?"
Kalimat terakhir Zico membuatnya merasa dilema. Apakah ia harus mengorbankan diri untuk kesembuhan sang ibu? Apa ia harus menukar hidupnya dengan sejumlah uang yang tidak sedikit.
Selama ini Naima berusaha mengumpulkan uang untuk berobat sang ibu. Tapi sayangnya total yang harus ia kumpulkan terlalu banyak. Sehingga butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa terkumpul. Beberapa kali mencoba meminjam uang pada tetangga dan kerabat, tapi tidak ada satupun yang mempercayainya.
Tiga hari lalu, ia bertemu dengan pria yang nyaris menabraknya. Pria itu Zico. Dilihat dari penampilannya, sepertinya Zico bukan orang sembarangan. Setitik harapan Naima genggam dan mencoba untuk meminjam uang pada pria yang nyaris menabraknya itu. Tapi sayangnya, syarat yang di berikan oleh Zico yang membuatnya di selimuti oleh perasaan dilema sekarang.
"Apa aku bisa menawar?" tanya Naima setelah beberapa saat terdiam, ia berusaha untuk memantapkan diri.
"Apa?" Zico siap mendengarnya.
"Aku bersedia memberimu keturunan. Tapi aku keberatan dengan kata 'tanpa pernikahan'. Itu terlalu merendahkan."
"Jadi?"
"Aku rasa kau mengerti maksudku."
Zico menaikan alisnya sebelah. Kenapa jadi dia yang seolah-olah membutuhkan bantuan?
"Jadi kau mau aku menikahimu?"
"Ya," jawab Naima cepat.
"Tapi aku tidak bisa mengkhianati istriku."
"Apakah dengan aku memberimu keturunan dan apa yang terjadi di antara kau dan aku bukan sebuah pengkhianatan?"
Zico bergeming.
"Tapi aku akan mengakhirinya setelah anakku lahir. Bagaimana? Deal?" Zico mengulurkan tangannya pada Naima, namun wanitu itu tidak langsung menjabatnya.
Apa ini ketupusan yang tepat? Aku tidak lagi punya pilihan lain. Aku ingin ibu sembuh, aku tidak tega melihat ibu menderita setiap hari. Ucap Naima dalam hati.
Setelah mencoba meyakinkan diri dan memantapkan hati, Naima menjabat tangan Zico.
"Deal," jawab Naima dengan jelas.
Naima berharap ini langkah yang benar. Semoga tidak ada penyesalan nantinya.
Jabatan tangan mereka lumayan lama, dan Naima segera menarik tangannya begitu sadar.
"Maaf," ucap wanita itu segan.
"Ya, tidak apa-apa."
"Jadi apa sekarang ibuku sudah bisa di bawa ke rumah sakit?" tanya Naima tidak sabar.
"Ya, kita ke rumah sakit sekarang. Semakin cepat semakin baik. Aku juga tidak ingin membuang-buang waktu."
Naima mengangguk setuju. Syukurlah jika ibunya akan segera di tangani. Ia berharap semuanya berjalan dengan apa yang ia harapkan.
_Bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Suartati Hasibuan
keren nih kayaknya ceritanya
2023-06-21
1
tina_sa
gercep juga si zico,semangat
2023-01-24
2
Wiek Soen
kayaknya menarik ini ceritanya
2022-12-26
1