Sangkala Cinta

Sangkala Cinta

Warisan

"Tiga juta Dion", untuk Fani yang mau rekreasi dari sekolahnya. Kalau dia gak ikut, kasihan nanti kecil hati. Sedangkan temannya ikut semua!" ujar Mas Rino pada Adiknya yaitu suamiku.

Aku baru saja keluar dari dapur, dan ingin menyambut kepulangan Mas Dion. Malah dia sudah di datangi Mas Rino Kakaknya yang selalu pinjam uang, sangat hapal atau sudah menjadi kebiasaan. Untuk meminjam, dan hari ini Mas Dion gajian.

Aku menghentikan langkah. Untuk mendengarkan jawaban suamiku. Putriku Della juga bersekolah sama dengan Fani. Della tadi memberitahu jika uang untuk ikut rekreasi sekitar 1,2 juta. Bukan 3 juta. Dan boleh membawa Ibu jika turut serta.

"Oke, aku transfer ya Mas!" ucap Mas Dion menyanggupi.

Lagi dan lagi dia meminjami uang untuk Mas Rino. Padahal suamiku cuma staff biasa di kantor, dengangaji 5 juta. Aku juga sedang butuh uang

"Mas!" aku muncul untuk menghentikan suamiku.

"Apa Ras?" Mas Dion menoleh padaku.

"Della tadi dapat formulir dari sekolah, ada rekreasi ke puncak. Apa boleh dia ikut?" tanyaku. Memang Della tak pernah memaksa ingin ikut, tapi aku ingin melihat reaksi suamiku.

"Untuk apa sih, ikut rekreasi! Kamu pikir gak pakai biaya? Bilang sama Della gak usah ikutan. Di rumah aja, ngabisin duit. Kamu gak bisa cari uang sendiri!" ucap Mas Rino yang justru menjawab.

"Della, juga mau ikut?" tanya Mas Dion.

Aku mengangguk dan mengabaikan mas Rino.

"Iya Mas, sesekali dia mau ikut. Tahun kemarin dia juga gak ikut!" jawabku.

"Halah! Ngabisin biaya aja, bilang aja Ibunya yang mau rekreasi kan? Kamu yang mau jalan-jalan!" tukas Mas Rino mencercaku.

Dia selalu menyahut.

"Maaf Ras, bilang sama Della. Gak usah ikut dulu, Mas belum ada uang," ucap Mas Dion.

"Kamu jadi transfer?" Mas Rino bertanya pada suamiku. Dia memastikan, seakan takut tidak jadi di pinjami.

"Kenapa untuk keponakanmu selalu ada, untuk anak kita kamu gak mau kasih Mas?" kekesalan yang tadi aku rasakan, aku tumpahkan juga.

"Mas Rino itu pinjam padaku! Kamu harusnya memberi pengertian dong, pada Della. Jangan terlalu mengutamakan gengsi, dia tahu kan Ayah-nya hanya karyawan biasa dengan gaji UMR!" ujar Mas Dion dan lagi aku harus memberi pengertian.

"Istrimu ini memang selalu iri, dengan keluargaku!" Mas Dion menyorotku.

"Aku ini hanya meminjam pada adikku, kamu kalau mau uang banyak kerja sendiri, hasilkan uang sendiri. Jangan cuma mengandalkan Dion!" ucapnya.

Seakan aku ini istri yang tak berguna. Padahal Mas Dion itu wajib bertanggung jawab dengan kebutuhan anak istri. Selama ini juga aku sudah mengalah, uang abis gajian di pinjam. Belum lagi memberi ibunya. Aku tak keberatan dia memberi ibu tapi dia hanya memberi sisa gaji.

"Meminjam? Tapi selama ini apakah pernah dikembalikan?" ucapku pada Mas Rino.

"Selalu di kembalikan, kamu jangan suudzon!" ucap Mas Dion dan menatap kakaknya.

"Istrimu gak punya adab!" cercanya.

Kakak iparku ini pengangguran. Dan hanya bekerja semaunya. Aku pernah mendengar pembicaraan mereka di rumah mertuaku. Jika Mas Rino tidak pernah membayar hutangnya dan selalu mengundur waktu. Hanya janji-janji yang ia berikan.

Aku meninggalkan ruang tamu. Percuma berdebat.

"Bu, aku gak usah ikut. Gak apa-apa kok!" ujar Della yang ternyata melihat kejadian tadi.

Aku meraih tubuh putrinya dan memeluknya.

"Nanti, jika ibu ada uang kita ikut ya!" ucapku.

"Tadi Nenek telpon ibu,"

"Ada apa?"

"Enggak tahu. Ibu suruh telpon balik! Ada hal penting!"

...****************...

Aku meraih ponsel dan mencari nomor Ibuku.

"Assalamualaikum!" ucapku ketika tersambung.

"Walaikumsalam, Nak,"

"Ibu ada apa tadi telpon, katanya ada hal penting?" tanyaku.

"Tanah milik Bapakmu mau di jual!"

"Lahan kosong itu, Bu?" tanyaku memastikan.

"Iya mana lagi, kan Bapakmu hanya punya lahan itu."

Memang bapak mempunyai sebuah lahan kosong hampir 4 hektar. Dulu aku diminta untuk mengelolanya, namun aku belum mempunyai modal untuk membeli bibit sawit dan juga mengupahi orang untuk membuka lahan.

"Jadi di dekat situ akan dibangun pabrik kelapa sawit, dan perusahaan itu mau membeli lahan bapak dan juga beberapa orang yang mempunyai tanah di sana. Dengan harga yang mahal. Makanya Ibu minta kamu untuk pulang dulu ke kampung, untuk mengurus pembayarannya nanti. Karena menurut bapak dan Ibu juga lebih baik tanah itu dijual dan uangnya bisa kamu gunakan. Karena kan itu memang untukmu, kamu anak ibu satu-satunya. Mungkin nanti kamu bisa membuka usaha dengan suamimu!" ujar Ibu panjang lebar menjelaskan.

"Katanya mau di beli 1 milyar untuk tanah Bapak!"

"Baik Bu, aku akan pulang."

Aku harus merahasiakan ini dari Mas Dion. Mungkin ini jawaban atas doa-doaku selama ini.

Aku membuka aplikasi hijau. Karena ingin mengecek grup sekolah putriku. Semua ibu-ibu bilang jika mereka akan ikut rekreasi dan mendaftar. Hanya Della yang tidak turut serta.

Aku beralih melihat story Mbak Sinta yang seperti memposting, foto duit. Dengan caption.

"Makasih suamiku, di kasih jajan untuk pergi rekreasi!"

"Di kasih jajan, jelas itu hasil meminjam! Aku akan balas kesombongan keluargamu, Mas!" gumamku.

"Ras!" Mas Dion mendekat dan menyodorkan uang 400 ribu padaku. Terlihat 4 lembar merah.

"Ini untuk belanja bulanan," ujarnya.

Aku bergeming.

"Kenapa, kamu gak mau?"

"Hanya ini?" tanyaku dan mendongak menatap wajahnya.

"Satu juta untuk Ibu, dan sisanya satu juta bagi dua denganku!" ujarnya.

"Berikan saja semua pada keluargamu, aku tak butuh Mas!" ucapku karena sudah lelah bersabar.

"Sombong sekali kamu, mau dapat uang dari mana. Jika bukan dariku! Ingin uang banyak kerja sendiri!" ujarnya.

Jadi dia mau lepas tanggung jawab dan merendahkan aku sebagai istrinya. Ketika nanti aku bisa mandiri, aku tidak akan butuh lagi nafkah darimu Mas.

Cukup sabar selama ini aku menghadapi keegoisanmu beserta saudaramu yang selalu menjadi benalu. Meminjam uang setiap kamu gajian, mereka seakan merasa berhak menerima gajiku di banding aku.

Tidak, aku tidak akan lagi tunduk. Kita lihat Mas setelah ini bagaimana kamu akan menyesal atau tidak, telah menyia-nyiakan istri dan putrimu sendiri demi keluargamu yang tidak tahu diri.

Mas Rino yang pengangguran itu terlalu nyaman, menikmati gaji adiknya. Mungkin itu juga yang membuat ia malas bekerja. Selalu mengandalkan adiknya, untuk kebutuhan hedon istrinya.

Kakak iparnya yang selalu pamer beli barang baru, dan belanja menggunakan uang gaji suamiku. Tanpa rasa malu, dan sengaja pamer padaku. Mereka memang tak punya rasa malu. Hutang pun tak pernah di bayar, pinjam uang hanya kedok untuk meminta uang.

Terpopuler

Comments

Notulen

Notulen

Siap terimakasih kak

2022-12-07

0

Selviana

Selviana

Mampir juga di novel aku yang berjudul ( suami ku belum bisa move on dengan masa lalunya)

2022-12-07

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!