Ternyata Nicholas sama sekali tak berbohong. Pria itu adalah orang yang sangat amanah. Selain itu ia tampan tapi sayang bagi murid yang lain dirinya tak bisa diajak bercanda tak sangat dingin.
Oleh karena itu kenapa alih-alih banyak yang mengidolakan Nicholas tapi malah banyak yang membencinya.
Dalam artian hanya membenci tugas-tugas yang ia berikan. Pria itu tak tanggung-tanggung memberi tugas. Ia juga tak pandang bulu kepada siapa dirinya akan bersikap tegas. Karena itu memang sudah menjadi prinsip seorang Nicholas.
Setelah tak mengerjakan tugas, lantas hukuman yang menunggu Sinta adalah hapalan yang berjibun. Ia pun duduk di depan kelas sambil menghapal.
Dirinya menjadi objek bercandaan temannya. Tapi untungnya Sinta sama sekali tak ambil hati dengan ucapan teman-temannya tersebut.
Wanita itu dengan sangat lapang dada menerimanya semuanya. Karena memang ia sendiri juga suka bercanda di dalam kelas tersebut.
"Bapak, ini sangat lelah. Sudah saya gak bisa hapal," pasrah Sinta dan meletakkan buku tersebut ke atas kepalanya.
Nicholas hanya melirik sebentar dan kemudian kembali fokus memberikan nilai hasil pekerjaan rumah yang dikerjakan oleh anak-anak.
Ia juga tak peduli dengan segala keluhan yang dilayangkan oleh Sinta. Sinta hanyalah sebagian kecil muridnya yang memiliki sifat yang sama seperti wanita itu.
Ia juga sangat membenci aksi Sinta yang seolah tak peduli dengan pelajaran. Semoga saja dengan seperti ini dapat menyadarkan Sinta.
Sinta pun memonyongkan bibirnya tatkala tak dipedulikan. Melihat angka-angka dan rumus-rumus fisika di depannya ini saja rasanya ia ingin menangis karena memang ia tak paham sama sekali dengan semua ini.
Wanita itu pun mencoba pasrah dan menerima penderitaan yang ia alami untuk saat ini dengan lapang dada.
Ia kembali menghapal walau hasilnya tetap zonk dan tak berguna karena otaknya penuh dengan menghitung jam kapan waktu istirahat.
"Kamu fokus menghapal jangan memikirkan yang lain-lain," tegur Nicholas kepada Sinta.
Seakan pria itu tahu apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh Sinta. Sinta pun menghela napas panjang dan kemudian mengercutkan bibirnya.
"Biak Pak. Tapi saya memang tak sanggup lagi menghapalkannya. Rasanya kepala saya ingin meledak."
"Saya tidak peduli. Jika kamu tetap juga tak hapal maka kamu akan membawa satu sak semen."
Sinta pun lantas membulatkan matanya. Yang benar saja ia disuruh untuk membawa satu sak semen.
Yang ada dirinya akan dimarahi oleh sang ibu jika ketahuan lagi-lagi melakukan kesalahan di kelas. Mungkin tak lama lagi dirinya akan diusir dari rumah.
Membayangkan hal itu saja sudah membuat ngeri Sinta. Ia tak ingin lagi mengecewakan sang ibu.
"Kenapa kamu diam? Lanjut menghapal."
Sinta pun menatap ke arah pria yang saat ini sedang fokus dengan buku-buku di depannya. Nicholas adalah guru muda dan ia juga merupakan seorang anak dari orang kaya di kota ini. Hal itu pulalah yang membuat Sinta sangat bingung kenapa Nicholas memilih untuk menjadi guru padahal dia adalah anak orang kaya.
"Iya Bapak." Sinta pun kembali menghapalkannya. Tapi tetap saja ia tak bisa fokus saat ada tatapan tajam mengarah ke arah dirinya.
Tatapan itu adalah milik Nicholas. Nicholas mengamati Sinta yang sedang menghapal.
Tidak tahu kenapa kali ini Sinta sangat gugup karena terus ditatap oleh Nicholas. Untuk mengurangi rasa gugupnya, wanita itu pun memandang ke arah para murid yang sedang mencatat pelajaran yang diberikan oleh Nicholas.
Sinta pun mendekati Nicholas. Wnaita itu berbisik.
"Bapak kenapa dari tadi natap saya Mulu? Saya tau jika saya cantik," ucap Sinta yang terlalu pede. Nicholas pun terkejut dengan pengakuan Sinta.
Ia mengamati Sinta lalu memandang rendah ke arah Sinta.
"Kamu jangan terlalu pede. Karena itu tidak baik. Sudahlah mending kamu hapalkan yang saya suruh ke kamu," ucap Nicholas.
"Dari tadi Bapak bilang kaya gitu. Bapak tidak tahu kalau saya sedang pusing?"
Nicolas pun menatap ke arah Sinta. Ia mengerutkan keningnya. Sinta kenapa sangat terlalu malas dengan apa yang saat ini sedang dirinya kerjakan. Padahal itu bukanlah sesuatu pekerjaan yang sangat berat.
"Oke anak-anak waktu kita sudah habis. Sekarang kalian boleh keluar." Nicholas pun menatap ke arah Sinta dengan tatapan tajam. "Dan kamu besok jangan lupa bawa satu sak semen. Langsung letak di depan ruangan saya."
__________
Sinta menjambak rambutnya. Lagi-lagi ia harus dihukum. Padahal baru saja tadi pagi orang tuanya datang.
Lantas harus seperti apalagi agar Sinta bisa memberitahukan jika ia dihukum tanpa kena marah sang ibu.
Mungkin bagi Sinta ia sudah terlampau sangat lelah dengan dunia ini. Ia pun tak tahu apa yang harus dikerjakannya lagi. Dirinya sudah amat frustasi dengan guru killer tersebut.
Bahkan di saat para siswa yang lain langsung pulang ke rumah, tapi hanya dirinya yang pergi ke tempat toko semen untuk membeli satu sak semen.
"Dasar guru tidak tahu diri itu. Benar-benar menyebalkan. Kenapa dia tidak mengurus perusahaan ayahnya saja dari pada menjadi guru. Bencana memang Nicholas sialan itu ngajar di sekolah ini. Huh, untung aku tidak mati berdiri," ucap Sinta lalu kemudian wanita itu pun memilih satu sak semen dan menyewa motor orang lain untuk membawanya ke sekolah.
Terpaksa ia menggunakan uang jajannya untuk membeli satu sak semen demi menggantikan tugas-tugas yang ia abaikan. Karena memang dirinya tak punya pilihan yang lain.
"Awas aja, aku sudah membawa satu sak semen. Kalau sempat guru killer itu minta lagi aku nggak akan segan-segan buat keluar di sekolah ini," ucap Sinta seolah telah mengancam. Tapi tidak tahu akan mengancam siapa karena memang dirinya bukanlah orang penting sehingga jika pun ia keluar dari sekolah itu tak ada masalah bagi sekolah tersebut.
Mungkin ini sudah menjadi penderitaan Sinta. Pada pilihan lain selain Ia pun tunduk kepada guru killer tersebut.
Sebelum pulang, Sinta pun mengarahkan ojek yang ia sewa untuk membawa satu sak semen miliknya.
Ia datang ke sekolah, dan meminta bantuan agar tukang ojek tersebut pun mengantarkan semen tersebut tepat di depan ruangan Nicholas jalan tersebut.
Mau tidak mau, Sinta pun harus membayar lebih.
Tukang ojek tersebut pun mengangkatkan satu sak semen itu tepat di depan ruangan Nicholas.
"Terima kasih Bapak. Ini uangnya." Sinta pun menyerahkan uang upah kepada sang ojek tersebut.
Akhirnya satu sak semen pun terpenuhi. Wanita itu mengusap peluh yang keluar dari keningnya. Iya berniat memotong satu sak semen itu dan diserahkan fotonya kepada Nicholas sebagai bukti bahwa ia telah membawa satu sak semen.
"Tidak usah difoto karena saya lihat sendiri."
Sinta terkejut saat mendapati saudara yang sangat tiba-tiba.
"Tapi hukuman ini terlalu mudah. Jadi ada tugas tambahan, kamu harus buat 100 soal tentang Generator."
"Hah?!!"
_____________
TBC
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA YANG SUDAH MEMBACA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
ˢ⍣⃟ₛ🍾⃝𝓡ͩ𝓱ᷞ𝔂ͧ𝓷ᷠ𝒾𝓮ͣᴸᴷ㊍㊍
haah.. mati gantung diri ajha laa sinta di pohon tomat...🤪🤪
2022-12-04
1