BAB 14 - Tidak Sadar Diri

Tidak pernah terpikirkan jika malam ini tenaga Justin harus terkuras akibat membersihkan kamarnya. Biasanya Justin akan melakukan itu sebulan sekali, kini jadwal bersih-bersihnya harus maju lantaran kehadiran Agny yang dia minta datang sendiri.

Cukup lama pria itu berperang dengan kesibukannya dan menolak bantuan. Agny tidak diam saja, sejak tadi dia sudah meminta namun Justin justru menolak. Hingga pada akhirnya Justin terlalu lelah bahkan dan dia menghempaskan tubuhnya di sebelah Agny.

Napas pria itu terlihat amat berat, bahkan dadanya kembang kempis lantaran deru napas yang terasa amat sempit. Ketahuan sekali jika tidak terbiasa namun dipaksakan, pikir Agny tersenyum tanpa dia sadar.

"Kamu kenapa? Ada yang lucu ya?"

"Hah?"

Agny gelagapan, dia tertangkap basah tengah mencuri pandang pria itu. Sementara Justin yang merasa Agny tengah mentertawakannya hanya berdecak sebal untuk menutupi perasaan yang tidak bisa dia jelaskan. Justin bingung sendiri, apa mungkin malu kepada gadis belia itu.

"Waktuku habis untuk bekerja, jadi tidak sempat membersihkan kamar atau apapun itu," jelas Justin padahal sama sekali Agny ini tidak meminta penjelasan.

"Iya paham, kelihatan kalau tidak terbiasa," ungkap Agny kemudian mengulas senyum.

Dia tidak sedang mentertawakan Justin sama sekali. Namun senyum itu dia berikan sekadar untuk menghangatkan suasana saja. Pria itu tidak menjawab ucapan Agny lagi melainkan dia memijat pelipis lantaran merasa sakit kepalanya kian menjadi dan berakhir merebahkan tubuhnya dan menjadikan pangkuan Agny sebagai bantalan.

"Aaakkh leganya."

Deg

Jantung Agny berdetak dua kali lebih cepat kala pria itu tidur di pangkuannya tanpa aba-aba. Tangan Agny begitu kaku dan tubuhnya seakan dibuat tersihir padahal Justin sama sekali belum menggodanya.

Aku harus gimana? Dia minta elus atau apa? Agny membantin dan dia bingung sendiri apa yang harus dia lakukan sebentar lagi. Pengalamannya benar-benar masih nol, jelas saja dia tidak paham kehendak pria bagaimana jika tidak meminta dengan jelas.

"Tolong pijat kepalaku, sakit sekali," pinta Justin tanpa membuka matanya.

Pria itu memang terlihat lemas dan butuh perlakuan manis dari wanitanya. "Yang bagaimana? Begini?" tanya Agni menempelkan kedua telapak tangannya tepat di pelipis Justin. Dia pernah melakukan hal semacam ini sewaktu mending papanya masih hidup.

"Hm, kata temanku yang sudah menikah pijatan istri bisa menyembuhkan segala penyakit," ucapnya yang membuat dada Agny bergemuruh padahal sama sekali Justin tidak menggombal ataupun tengah menggodanya dengan sengaja.

Agny yang tidak bisa berkata-kata mulai mencoba memijat pelipis Justin perlahan. Khawatir jika kukunya yang sedikit panjang akan melukai pria itu secara tidak sengaja.

"Terlalu pelan, tenagamu mana?" tanya Justin membuka mata dan menatap kecantikan Agny dari bawah. Wanita itu memang benar-benar membius netra Justin.

"Kukuku panjang, nanti luka," tutur Agny sedikit malu karena beberapa pria akan merasa jijik jika wanitanya memiliki kuku panjang seperti itu.

"Oh ya? Mana coba aku lihat," ujar Justin seraya menarik jemari Agny demi memastikan sepanjang apa kuku-kuku wanita itu.

"Ck, wajar saja punggung dan dadaku luka semua ... kukumu panjang ternyata."

Agny terdiam, dia malu luar biasa bahkan ingin tenggelam dari bumi saat ini juga. Justin membahas hal itu dan seingat dia memang menjadikan punggung Justin sebagai pelampiasan malam itu.

Semburat merah di wajahnya tidak bisa disembunyikan sama sekali hingga Justin tertawa sumbang usai memeriksa kuku Agni yang memang sedikit panjang.

"Kamu kenapa? Malu padaku atau apa?" Justin paling suka ketika pasangannya dibuat tidak berdaya seperti ini. Agny yang mendapat serangan tiba-tiba hanya bisa diam seraya menahan malu yang bahkan lebih besar dari tubuhnya sendiri.

"Sengaja dipanjangkan atau lupa?" Merasa jika Agny terlalu malu, Justin mengalihkan pembicaraan.

Walau sebenarnya dia masih ingin membuat wanita itu mati kutu lebih lama lagi. "Lupa, kemarin rencananya mau potong, tapi aku lupa pemotongnya dimana," jawab Agny sejujur itu dan sama sekali tidak memberikan jawaban yang membuat dia terkesan manis di mata Justin.

"Tunggu sebentar." Justin tiba-tiba beranjak dan mencari sesuatu di mejanya. Secepat itu Justin bergerak padahal dia sudah mengatakan Jika sakit kepala.