Terkadang lelah dan bosan itu membisikkan padaku satu kata, berhenti saja ... tidur saja, main saja, ini bukan tugasmu, ini bukan kewajibanmu.
Sekali lagi, pikiran dan perasaan menyingkirkan ego yang memaksa ku untuk memikirkan diri sendiri.
Ternyata,
Sejatinya,
Kebahagiaanku adalah ketika mereka yang kucintai tersenyum bahagia dalam keadaan perut yang kenyang.
Kebahagiaanku adalah ketika dia tersenyum karena ada perbuatanku yang sedikit membantu perjuangannya.
_________________________
Fatika, untuk pertama kali selama pernikahan dengan Jaydan. Ia menentang dan membangkang dari apa yang sang suami inginkan.
Setalah ia pikirkan ternyata omongan putranya memang benar. Sekali-kali, ia harus mendengarkan apa kata hatinya bukan apa kata suaminya.
Fatika dan Jaydan memang masih belum begitu faham ilmu agama. Mereka muslim sejak lahir saja, lantaran keturunan. Sehingga, mereka yang malas memperdalam ilmu agama hanya sekilas tau tanpa berkeinginan memperdalam.
Sehingga, seringkali mengabaikan tanpa mencari tau terlebih dahulu. Hanya mencari gampang dalam kehidupan ini tanpa berpikir jika hal itu kelak akan mempersulit kehidupan mereka di akhirat.
Justru, lebih sering, Dimas yang memberi tahu dan mengingatkan kepada mereka. Karena, sang putra pernah berguru pada salah satu kawannya yang keluaran pondok pesantren. Di saat itulah, Dimas mendapatkan ilmu agama yang lumayan banyak. Semua itu lantaran Dimas sendiri yang ingin memperbaiki dirinya.
"Fatika, keterlaluan kau! Demi membela putramu kau biarkan suamimu ini tidur sendirian! Fatika, buka pintunya!" Jaydan mengetuk pintu kamar tamu berkali-kali. Akan tetapi perempuan yang ia cintai itu tetap membiarkannya berdiri di muka pintu bak pria bodoh.
"Sial!"
"Alamat peluk guling malam ini."
"Semua ini akibat ulah anak nakal itu!"
Jaydan terus bersungut-sungut dan menggerutu seraya, berjalan lunglai menuju kamarnya.
"Tega kau, Fatika. Marah sih boleh saja, tapi kenapa si kepala bagol ini juga kena getahnya." Setelah sekian jam tidur sendirian. Akhirnya, Jaydan frustrasi juga. Ia berguling kesana kemari sampai dini hari. Hingga akhirnya ia lelah dan tertidur di lantai kamar.
Kasian kau, Pak tua. Ck ck.
____________
Hal yang sama terjadi pada, Dimas. Pria itu insomnia hingga hampir subuh. Bukan lantaran memikirkan apa yang di cetuskan sang ayah mengenai perjodohan semalam. Akan tetapi, lantaran memikirkan rasa bersalahnya kepada, Azura.
Menurut kabar yang ia dapat, ternyata kawannya itu menyandang predikat single parent. Sehingga, Dimas berpikir betapa sulit kehidupan Azura sebelumnya dalam membesarkan kedua anaknya. Membayangkan, bagaimana gadis yang dulu tubuhnya sangat mungil bahkan bisa di katakan kurus itu, telah menjelma menjadi wanita yang kuat.
"Azura, kenapa isi kepalaku akhir-akhir ini hanya memikirkan rasa bersalahku padamu. Ternyata, dosaku padamu di masa lalu sangat banyak. Aku juga tidak menyangka tubuhmu yang dulu kurus pendek menjadi menggemaskan seperti ini. Apa yang menyebabkanmu, sehingga di ceraikan? Apa pria itu tidak punya otak ya? Astagfirullah, kenapa aku memikirkan yang bukan halal untukku sampai seperti ini."
Dimas mengusap wajahnya kasar. Berharap bayangan wanita yang ternyata ia kagumi sejak dulu itu menghilang tanpa bekas.
Hingga, waktu adzan subuh berkumandang dan Dimas memutuskan untuk berangkat ke masjid di perumahan tempat ia tinggal. Bersama tukang kebun dan juga salah satu penjaga rumahnya.
________________
Pagi ini, Azura menyempatkan diri untuk memasak bagi kedua anaknya. Lantaran kesibukannya membuat naskah drama dan juga sesekali menulis novel, membuat wanita bertubuh sedikit gemoy ini jarang masuk ke dapur.
Kemarin, ia telah memesan pada asisten rumah tangga yang membantunya. Untuk membelanjakan beberapa bahan yang akan ia masak hari ini.
Berkat tangan terampil Azura, hanya dalam waktu dan tempo yang sesingkat-singkatnya, masakan kesukaan kedua anaknya pun telah selesai ia buat.
"Haih, ternyata kalian masih asyik nonton tivi ya. Oke deh, Mama nulis lagi ya." Azura pun kembali fokus di depan laptopnya. Baru saja ia mengetik beberapa baris kata. Terdengar, Lulu meneriakkan namanya.
"Mama ... pipis!" Anak perempuannya itu telah menghampirinya sambil memegangi bagian bawah perutnya.
"Oke yuk, kita ke toilet. Anak pinter. Udah bisa bilang kalau mau pipis ya." Azura berkali-kali memuji anak keduanya itu. Pengertian Lulu ternyata cepat juga. Belum genap dua tahun tapi sudah bisa lancar bicara dan sudah mengerti untuk buang air di toilet.
Lantaran di jeda, permintaan kedua buah hatinya. Azura kehilangan Mood untuk menulis. Kebetulan sang asisten ijin tidak masuk hari ini.
Karena itu, wanita berparas manis dengan rambut panjangnya yang di gerai ini, memutuskan untuk mengisi perutnya saja. "Pantas saja, aku lapar. Ternyata belum makan ya dari lagi. Kebiasaan kau, Zura." Wanita yang mengenakan daster besar itu mengomeli dirinya sendiri.
Ia pun makan di depan ruang televisi sambil melihat kedua anaknya yang sedang makan camilan sambil menonton kartun.
Baru saja, nasi itu masuk beberapa suapan kemulutnya. Terdengar, Lulu kembali berteriak, " ma ... mau empup!"
"Allah!"
Azura meletakkan piring ke atas meja dan segera membawa sang putri ke toilet kembali.
Seorang ibu, memang seperti itu.
Siapa yang pernah ngalamin kayak, Azura?
Cung tangan!
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Uyhull01
anak jd no 1 klo lgi apapun ,
2023-01-31
1
Santi Dewi
aku seringg mak....
2022-12-09
1
Yunia Afida
saya ngalamin, enak enak makan buk pup, kadang lagi masak buk pipis
2022-12-07
1