Jason pun melangkah masuk setelah mendapatkan izin dari kakaknya. Pria yang memakai kemeja putih dengan lengan yang digulung sampai ke lengannya itu berhenti di sisi ranjang.
"Jangan sentuh dia J."
Tangan Jason yang tadinya hendak menyentuh kening Laras pun ia tarik kembali dengan cepat, Jason mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinganya.
"Kalem Bro, aku cuma mau cek suhu tubuhnya."
Adam yang tadinya duduk disamping Laras bangkit, ia membuka laci meja yang ada disamping ranjang, mengambil sekotak sarung tangan karet dan memberikannya pada sang Adik.
"Wah, ada ginian di kamar Kakak!"
"Jangan banyak bicara, cepat pakai dan periksa dia."
Tanpa banyak bicara lagi, Jason memakai sarung tangan karet itu pada kedua tangannya. Ia kemudian memegang pergelangan tangan Laras, sambil memperhatikan jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Dia kelelahan, biarkan dia istirahat Kak. Jangan membuatnya begadang malam ini," goda Jason, yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Adam.
"Posisikan kakinya lebih tinggi, setelah dia sad beri dia makan sesuatu yang hangat, sup atau bubur. Sepertinya wanita kali ini berbeda dari yang lain," ujar Jason sambil melepaskan sarung tangannya.
"Kau terlalu banyak bicara J. Tidur sana, tidak baik anak kecil tidur terlalu malam," usir Adam.
"Umurku 24 tahun Kak, aku bukan anak kecil lagi!" Tukas Jason tidak terima.
"Tidak ada bedanya, selamanya kau tetap adikku. Pergilah dan suruh Kim masuk."
Jason tak berkata apapun lagi, ia melangkah keluar dari kamar itu. Ia berpapasan dengan Kim yang membawa minyak kayu putih dan segelas teh hangat.
"Semoga Tuhan melindungimu kawan." Jason menepuk pundak Kim sambil menggelengkan kepalanya.
Kim tahu apa maksud Jason berkata seperti itu. Ia pun melanjutkan langkahnya, sampai di depan kamar Laras, Kim mengetuk pintu dua kali.
"Masuk!"
Kim membuka pintu, kemudian masuk. Ia bisa merasakan perubahan hawa saat melangkah masuk, seolah ia memasuki dunia lain. Hawa dingin semakin terasa, saat Kim mendekati Laras.
Adam melihat Kim tanpa mengatakan apapun, laki-laki bermata sipit itu hanya bisa menunduk. Susah payah Kim menelan salivanya yang terasa panas.
"Apa ada yang ingin kau katakan?" Adam mengalihkan pandangannya, menatap Laras yang masih terlelap.
"Maafkan saya Tuan."
"Aku menyuruhmu untuk menjaganya. Aku tidak butuh maaf mu."
"Anda tau benar bagaimana perangai Nyonya. Jika saya membantah atau membela Nona Laras, saya khawatir Nyonya akan melakukan hal yang lebih buruk lagi," Kim menjelaskan masih dengan menunduk.
Adam berdecak, ia memang tidak bisa menyalahkan Kim, sepenuhnya. Ia tahu benar sifat istri pertamanya itu, Kim sudah melakukan hal yang benar.
"Letakkan apa yang kau bawa di atas meja, tinggalkan kamar ini."
"Baik Tuan." Kim segera melakukan apa yang Adam perintahkan, dan meninggalkan sang Tuan itu dengan selirnya
Kim merasa kalau Adam menaruh hati pada selirnya yang bisu itu, tidak biasanya Adam perduli pada hal sepele seperti ini. Kim merasa kali ini Adam memperlakukan Laras berbeda, ini tidak boleh ia biarkan.
Adam menatap lekat wajah Laras, ada sesuatu yang berbeda dari wanita itu dengan wanita-wanita yang menjadi selirnya selama ini. Ada sesuatu yang ia rasakan di hatinya, sesuatu yang hangat saat ia menyentuh Laras.
Adam mengambil bantal lalu menaruhnya di bawah kaki Laras, mengusap kaki kecil nan putih itu dengan minyak kayu putih yang Kim bawa. Adam terhenti saat melihat tanda merah yang ia buat di dada Laras, tanpa sadar laki-laki dingin itu tersenyum tipis.
Kicauan burung menggelitik telinga Laras, menyadarkan wanita berkulit putih bak pualam itu dari mimpi indahnya. Mata Laras mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk.
"Anda sudah bangun Nona," sapa Kim dengan suara datar dan tanpa ekspresi seperti biasanya.
Laras terkejut dengan keberadaan Kim didalam kamarnya, Laras segera mendudukkan dirinya, mengangguk kecil sambil mengerakkan tangan, berbicara dengan bahasa isyarat.
Selamat pagi Tuan Kim, terima kasih sudah menolong saya.
Dahi Kim berkerut, ia tidak mengerti dengan maksud dari gerakan tangan Laras.
"Anda mengucapkan terima kasih?" tebak Kim, yang dijawab Laras dengan anggukan.
"Anda tidak perlu berterima kasih kepada saya, bukan saya yang menolong Anda. Tuan Adam yang membawa Anda ke kemari, Beliau juga
yang merawat dan mengobati luka di pipi Anda," Kim menjelaskan dengan wajah datar, laki-laki itu berdiri dengan tangan bertaut kebelakang.
Tuan Adam merawat ku? Selama ini tidak ada orang yang perduli padaku selain ibu.
Mata Laras berbinar tak percaya. Ada sesuatu yang hangat berdesir dalam hatinya.
"Jangan terlalu senang Nona, Tuan hanya tidak suka mainannya disentuh orang lain," tukas Kim.
Laras menunduk, binar di wajah cantik itu memudar seketika.
Ah ... Mainan. Tuan Kim benar, aku hanya mainan penguasa itu. Aku tidak Pantas mengharap apapun, bisa tinggal dan makan dengan baik di tempat semewah ini saja seharusnya aku sudah bersyukur.
Kim tersenyum samar melihat raut wajah kecewa Laras, ia kemudian melangkah ke kamar mandi, menyiapkan air mandi selir sang Tuan.
"Air mandi Anda sudah siap Nona, segera bersihkan tubuh kotor Anda," ujar Kim dengan nada yang tidak bersahabat.
Laras mengangguk, ekor matanya melihat Kim yang berlalu dibalik pintu kamarnya.
Kenapa Tuan Kim begitu ketus, apa aku berbuat sesuatu yang salah atau dia tidak suka padaku. Ah ... Sudahlah, lebih baik aku mandi, Tuan Kim benar aku memang kotor.
Laras mencium ketiaknya sendiri yang ternyata memang bau kecut, ia terkekeh dalam diam.
Meskipun masih merasa lemas, Laras berusaha untuk berjalan sendiri ke kamar mandi. Bathtub yang sudah penuh dengan air hangat dan busa, terlihat begitu menggoda. Laras segera melepaskan baju yang membalut tubuhnya, satu persatu kaki jenjang Laras masuk, merasakan nyamannya air hangat berbusa itu.
Lebih dari setengah jam Laras membersihkan diri, merendam dan menggosok tubuhnya agar bersih. Ia tidak mau mengecewakan sang Tuan, juga di sebut kotor oleh Kim.
Setelah memakan bubur yang diantarkan oleh Kim ke kamarnya, Laras hanya menghabiskan waktu di kamar. Ia masih merasa lemah jika harus berjalan-jalan keluar. Laras duduk di sofa yang ada didekat jendela besar, melihat luasnya mansion tempat ia tinggal. Terlihat bangunan utama yang lebih besar dan megah berada di tengah. Bangunan yang di tempat Laras terpisah dari bangunan itu.
Pandangan Laras sedikit kebawah, tepat di mana dia berdiri kemarin. Seorang laki-laki memakai kemeja putih dengan digulung sampai siku, keluar dari pintu di samping ia berdiri kemarin.
Pria itu berhenti, melihat ponselnya. Kemudian melihat sekeliling dan mendongak ke atas. Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu, pria itu tersenyum dengan lebar sampai giginya tampak jelas. Laras melotot, ia segera menarik gorden, menyembunyikan dirinya. Laras membuat celah, dengan sedikit Membuka tirai nya. Laki-laki itu sudah tidak ada lagi di sana.
Siapa pria itu? Kenapa dia tersenyum padaku? Mungkin ini hanya halusinasi, bisa saja dia tersenyum pada langit. Ya pada langit seperti yang aku lakukan saat aku sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Rysa
lanjut....
seru banget ceritanya /Kiss/
2025-02-03
0
Bzaa
cerita mu bagus otor...
tetap semangat 💪
2023-03-02
2