MENCOBA SEMUA BAJU

Setelah selesai menatap rambut dan juga make up-nya, giliran Susan harus memakai semua baju, satu persatu yang sudah dipilih oleh agung.

"Tuan, ini."

Susan keluar dari ruang ganti. Ini mungkin sudah lebih dari sepuluh kali dia keluar masuk. Agung mengangguk. Tapi dia kembali menyuruh Susan masuk.

"Terus coba yang lain." Kata agung kepada Susan.

Agung duduk di sofa depan ruang ganti. Dia sesekali melirik jam tangan mewah yang dia pakai. Nanti malam dia sudah janji akan mengenalkan kekasihnya kepada sang mama. Kalau sampai tak jadi, mamanya bisa ngambek dan tak mau makan.

"Pilihkan satu untuk makan malam dengan mama saya, jangan terlalu yang terbuka dan mewah, mama tidak suka."

Agung mengatakannya kepada salah satu pelayan. Pelayan itu mengangguk. Dia seorang stylist ternama. Dia memilih satu gaun dan masuk ke ruang ganti.

"Nona, coba ini."

Susan langsung mengganti dressnya dengan yang ditunjukkan oleh stylist itu. Susan keluar.

"Tuan, ini bagaimana? Untuk makan malam nanti?" Tanya pelayan itu kepada agung. Agung mengangguk.

"Bagus. Ganti dengan dress biasa saja. Belajar pakai heels dulu setelah itu kita ke restoran, makan dulu. Setelah itu latihan lagi."

Itu yang mau Susan katakan. Sejak pagi dia belum sempat makan, sampai siang, eh tapi tadi makan sedikit kue di tempat spa. Tapi bagi susah itu hanya cemilan yang lewat ke lambungnya saja. Sama sekali tak mengenyangkan.

Susan mengangguk. Dia kembali masuk ke ruang ganti. Dia memakai dress ringan yang sudah disiapkan. Dress penjang lutut, kebawah sedikit dengan warna soft, krem, dengan bunga-bunga kecil.

"Pakai ini dulu."

Agung juga yang memilihkan sepatunya. Tapi Susan memakai sandal jepit. Dia menaruhnya di depan kaki Susan begitu Susan keluar dari ruang ganti.

"Iya tuan."

Susan pun memakai sepatu flatnya. Agung mengandeng susah ke restoran. Dia hanya tinggal melewati beberapa pintu dari salon.

"Mulai jadi prisilia." Kata agung kepada Susan.

"Iya tuan." Susan menjawab.

"Kalau sudah jadi prisilia, jangan panggil saya tuan. Panggil apa tadi kata Joko."

"Sayang."

Susan tak yakin. Tapi dia mencoba. Agung hanya berdehem di depan. Agung masih menggandeng Susan dengan tidak romantisnya. Bahkan dia terkesan menarik Susan untuk jalan mengikuti dia, di belakang Susan.

Mereka sudah sampai di restoran. Ada beberapa pelayan yang menyambut. Tak lama makanan datang. Ada satu pelayan wanita paruh baya yang berdiri di samping Susan. Dia memberitahu banyak hal tentang tata cara makan yang baik, tata Krama makan dikeluarga agung.

Ahh, sangat berat tugas ini. Tapi hanya diberi waktu sehari untuk menghafal semuanya.

"Nona, makan jangan mengecap. Jangan buka mulut terlalu lebar. Jangan berbicara kalau tidak ditanya lebih dulu."

"Tapi biasanya tak akan ada percakapan selama makan."

"Ahh, iya."

Susan mencoba mendengarkan dan mencerna semua penjelasannya. Badan dia juga harus tegak, data memotong daging, mengambil makanannya, juga data memegang sendok dan garpu. Cara duduk kakinya harus rapat dan masih banyak lagi.

Mau makan enak saja susah.

Susan kesal dalam hatinya. Tapi dia tak berani mengutarakan langsung. Dia mencoba melakukan semuanya.

"Setelah makan kita kembali ke tempat tadi. Belajar pakai heels." Kata agung memulai pembicaraan.

"Iya tuan."

Susan dan agung menghabiskan makan siangnya dengan sunyi. Bahkan tak boleh sendok dan piring saling berbenturan mengeluarkan suara.

"Jangan terlalu tinggi dulu, boleh tidak? Saya belum terbiasa dengan heels yang tinggi."

Susan dan agung sudah sampai di sana. Mereka mengeluarkan banyak jenis sepatu hak tinggi. Dari yang paling rendah dan paling tinggi. Dari yang sederhana dan desainnya elegang.

Susan ngeri sendiri melihat itu. Dia hampir tak pernah menggunakan heels.

"Yang paling rendah dulu saja." Kata agung yang akhirnya berbicara.

Mereka semua mengangguk. Mereka membantu Susan untuk mencoba sepatunya. Mereka juga memberitahu cara jalan yang baik, bagus, cantik dan elegan.

Heels rendah tak jadi masalah. Tinggal coba heels tinggi. Susan berjalan dengan kaku dan hati-hati. Tapi tetap saja-

"Ahh."

Susan jatuh. Agung menatap susah dengan kesal. Dia pergi dari sana.

"Nona, bisa berdiri?"

Untungnya tidak apa-apa. Susan kembali berdiri dan mencoba lagi. Awalnya dia dibantu dipegangi pelayan. Setelah itu sedikit mulai bisa.

Selesai mencoba, dia langsung melepaskan sepatunya. Kakinya malah jadi sedikit sakit, merah dan bengkak.

"Tuan, kaki nona bengkak. Lebih baik memakai heels yang tidak terlalu tinggi dulu saja. Itu tidak bisa sekali langsung jago memakai heels tinggi tuan."

Pelayan mendekati agung yang berdiri di pinggir jendela. Dia masih kesal karena Susan tak bisa memakai heels.

"Ahh, lakukan yang terbaik. Tapi sepatunya tetap harus yang paling cantik ya. Sesuaikan gaunnya."

"Baik tuan."

"Tuan, boleh panggil dokter tuan. Nona sepertinya butuh dokter untuk memeriksa kakinya."

Agung berbalik. Dia mendekati Susan yang masih duduk dan menunduk memijat kakinya sendiri. Agung menahan tangan Susan.

"Jangan sembarangan dipijat. Kamu tahu soal tulang?"

Hanya tahu soal tulang ikan yang tak bisa dimakan, atau tulang ayam dengan sumsumnya yang enak.

Tadinya Susan ingin menjawab seperti itu. Tapi tak bisa. Karena agung sama sekali tak bisa diajak bercanda. Dia bisa langsung dipenjara karena tak bisa membayar uang ganti rugi kontrak yang sudah dia tanda tangani.

"Maaf tuan."

Susan langsung menarik tangannya untuk tidak menyentuh kakinya sama sekali. Agung menelpon dokter. Dokter hanya memberikan pendingin untuk kali Susan. Kakinya tidak terkilir. Hanya bengkak terlalu memaksa memakai heels saja.

"Jangan gunakan heels yang terlalu tinggi dulu tuan. Kalau bisa jangan pakai sepatu yang berbahan keras dulu, mungkin bisa pakai sepatu kets, yang bahannya empuk atau dasarnya berbulu?"

Agung mengangguk mengerti. Dokter itu pergi setelah memeriksa Susan. Agung langsung meminta pelayannya untuk mencarikan sepatu yang seperti itu.

"Maaf tuan."

Agung berlutut di depan Susan yang masih memegangi kakinya. Agung hanya ingin melihat kondisi kaki susan.

"Iya, tidak apa-apa. Saya yang terlalu memaksa. Tunggu sepatu yang main nanti."

"Ini mama telepon."

Agung sedang bicara menatap mata Susan. Tiba-tiba ponselnya berdiri. Telepon dari mamanya.

"Awas ya gak jadi kenalin mama ke calon menantu mama malam ini."

"Jadi ma. Ini lagi di salon, mau bicara dengan prisil sendiri?"

"Boleh dong. Ganti Vidio call, mama mau lihat calon menantunya mama. Attitude nomer satu. Cantik boleh lah nomer dua."

"Hemm."

Agung memberitahu Susan kalau mamanya mau Vidio call dengan dia. Susan gugup sekali. Dia mencoba menenangkannya dirinya sendiri. Agung meminta semua orang pergi dari sana.

"Ini ma." Agung memberikan ponselnya kepada Susan.

"Halo Tante, saya Pricilia. Maaf baru bisa menemui Tante."

"Gak apa-apa sayang. Tapi kenapa baru mau ketemu Tante, agung bilang Tante galak kah?"

"Iya sedikit. Pasti untuk kebaikan anak Tante juga kan. Saya juga akan seperti itu kalau punya anak laki-laki satu-satunya. Tidak mau anaknya memilih wanita yang salah."

Mama agung meminta Susan untuk memberikan ponselnya kepada agung. Mamanya menunjukkan jempol kepada agung.

"Mama suka. Dia punya pemikiran yang sama kayak mama. Cepat ketemu nanti makan malam. Cepet nikah dan cepet masih cucu ke mama. Mama gak mau tau!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!