Ibu berdiri dan menghampiriku, lalu ia usap punggungku agar tenang. "Sabar, Nak. Mungkin ini jalan terbaik untukmu. Semua sudah ada yang atur. Jadi kamu harus bisa menerimanya. Sabar ya!" nasihat Ibu.
Aku menggeleng. "Rika jahat, Bu. Bukan hanya Damar yang ia rebut, tapi juga dengan karirku."
"Oh jadi, Damar selingkuhnya sama Rika?" Mata Ibu melotot. Seperti kaget ia mendengar apa yang kukatakan.
Aku mengangguk. "Itulah yang sudah membuatku bingung, Bu. Seakan semuanya direbut sama Rika. Entah apa maksudnya,"
"Sudahlah, Nak. Kamu jangan terlalu lama berlarut dalam kesedihanmu itu, gak baik. Apalagi sedih karena Damar, iih rugi!" ujar Ibu. "Itu alasan Ibu gak pernah suka sama Damar. Ibu lihat dia bukan seperti orang baik-baik." tambahnya sambil kembali duduk di kursi bersebelahan denganku.
"Betul kata Ibu, Yan. Relakan saja Damar untuk Rika. Kita ambil hikmahnya aja. Makanya, jangan jadi anak manja, jadi terlalu lemah hati." sindirnya tajam.
Aku mengangguk. Kuhapus air mata dengan punggung lengan. Mataku menatap wajah Ibu. "Maafkan, Lean ya Bu. Selama ini Lean gak pernah mendengarkan apa kata Ibu tentang Damar. Lean menyesal!"
Ibu tersenyum kepadaku. "Sudah jangan disesali. Dijadikan pelajaran saja, lupakan semuanya tentang Damar dan Rika. Mulai besok, untuk sementara kamu bisa bantu Ibu di Toko." saran Ibu.
Benar, aku harus berhenti berputar-putar dalam nama Damar dan Rika. Aku harus melupakan semua tentangnya dan mencari dunia yang lebih luas, lalu menjemput takdir sendiri. Kepala mengangguk. Ku duduk berlutut di hadapan Ibu. "InsyaAllah, Lean akan melupakan semua tentang mereka, Bu. Lean janji."
Ibu dan Cindy saling menatap dan tersenyum kepadaku.
"Nah, gitu dong. Itu baru Lean. Semangat ya!" ucap Cindy menyemangatiku. "Oh iya, hampir lupa. Ini bukunya aku kembalikan. Terima kasih banyak, ya." tambahnya sambil memberikan buku padaku.
Aku menerimanya. "Sudah selesai, bacanya emang? Gimana seru kan ya?" tanya ku.
"Iya, seru banget. Dibikin baper aku bacanya. Nanti lain waktu aku main lagi ya, sekarang aku mau pamit pulang dulu. Sudah gelap, bentar lagi mau magrib." Cindy pamit pulang.
Aku mengangguk. "Iya deh kalau begitu. Besok kalau kamu ada waktu mampir ke toko ya, temenin aku di sana." ujarku.
"Kalau bisa, bantu Ibu juga di sana sekalian temenin Lean." seru Ibu.
Cindy tersenyum. "InsyaAllah dengan senang hati bisa, Bu. Lagian aku lagi gak ada kerjaan. Terima kasih atas tawarannya."
"Sama-sama, Nak. Hati-hati di jalannya!" ujar Ibu
"Iya, Bu. Assalamualaikum, aku pulang ya, Yan. Sampai ketemu besok!" pamit Cindy.
"Oke!"
Aku senang sekali. Ku tatap wajah Ibu. Lalu aku peluk tubuhnya. "Makasih banyak, Bu." Kemudian Ibu pun membalas pelukanku.
Setelah Cindy pamit. Ibu mengusap rambutku. "Mandi dulu sana. Bau!" Aku pun lekas pergi ke kamar mandi.
Sebelum pergi ke kamar mandi, aku mendengar suara bunyi ponsel Ibu. Segera kuberitahu Ibu.
"Bu, ponselnya berbunyi!"
"Boleh minta tolong bawa ke sini, Nak. Dan coba lihat telpon dari siapa?"
"Nomor baru, Bu. Enggak ada namanya," jawabku sambil memberikan ponsel Ibu.
"Gak apa-apa, sini kasih ke Ibu. Siapa tahu pelanggan Ibu yang mau memesan kue atau roti." ujar Ibu.
Aku kasih ponsel nya ke Ibu. Kemudian Ibu menjawab teleponnya. "Assalamu'alaikum," ucap seorang wanita diseberang telpon.
"Wa'alaikumsalam. Dengan siapa ini?" tanya Ibu kepada orang yang meneleponnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nadira
Bagus Lean, lupakan Damar dan si ulat bulu, jangan terpuruk karena mereka. Buktikan jika kamu bisa lebih baik dari mereka.
2022-12-06
2