Saat berjalan menuju parkiran untuk membawa motor, kulihat Damar dan Rika duduk di kursi, mereka menatapku sambil tersenyum.
Aku memalingkan pandangan ketika mereka menatapku. Sesekali mereka hanya berbisik dan memperlihatkan kemesraannya, mungkin mereka sengaja ingin membuatku cemburu.
Aku tegaskan untuk bergegas pulang ke rumah untuk beristirahat. Jantungku terasa dilambungkan ke udara. Aku sangat benci melihat pemandangan tersebut.
Aku terus berjalan menuju parkiran, tanpa menghiraukan mereka. Dengan cepat aku melajukan motornya, agar segera sampai di rumah.
Akhirnya tak butuh waktu lama, aku tiba di depan rumahku. Cindy, temanku datang ke rumah. Kami bertemu di depan. "Kamu kenapa, Yan?" tanya Cindy melihatku murung.
"Sedih aku, Ndy," jawabku sambil tersenyum getir.
Aku dan Cindy berjalan ke ruang tamu. "Sedih kenapa, Yan? Gak biasanya aku melihat kami semurung ini."
Kami duduk di kursi. Aku ceritakan semua kejadian tadi siang kepada Cindy. "Aku sudah putus sama Damar, dan aku sudah berhenti menjadi artis. Yang lebih parahnya lagi, Rika yang ada di balik semua itu. Dia rebut Damar, dan dia yang sudah menggantikan peranku."
"Apa? Rika?" Cindy kaget, ia tak menyangka jika Rika sejahat itu samaku. "Keterlaluan, Rika! Maunya apa sih, heran aku. Dari dulu dia selalu saja mengusik hidupmu." Cindy
geram.
Setelah lama kami berdua berbincang, kemudian Ibu sudah berada di depan rumah.
"Assalamu'alaikum," ucap salam Ibu masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumsalam," serempak kami menjawabnya.
Aku menghampiri. "Ibu, kenapa pulangnya cepat, tau gitu tadi Lean jemput Ibu di toko. Soalnya aku juga baru sampai."
"Iya, alhamdulillah kue dan rotinya udah habis diborong sahabat lama Ibu. Jadi Ibu bisa pulang lebih awal." jawab Ibu sambil ikut duduk di kursi.
"Oh gitu, syukurlah. Mau aku buatkan teh hangat, Bu?" tanyaku.
"Boleh, Nak. Sekalian bikinin Cindy minumannya juga dong. Masa ada tamu kok gak dikasih jamuan."
"Gak apa-apa, Bu. Cindy juga belum lama. Tadi Cindy ketemu Lean di depan rumah. Dan kebetulan ada yang mau Cindy kasihkan kepada Lean." ujar Cindy.
Ibu tersenyum. "Gak apa-apa, Nak. Sering-sering main ke sini. Temenin Lean, biar dia gak sedih."
Aku selesai membuatkan minuman untuk Ibu dan Cindy. Kemudian aku membawanya ke depan. "Silahkan diminum, Ndy!"
"Iya, terimakasih. Jadi merepotkan." jawab Cindy.
"Bagaimana syutingnya, lancar?" tanya Ibu padaku.
Aku dan Cindy saling menatap. Sebenarnya bingung aku, entah harus jujur atau bohong pada Ibu, kalau aku sudah diberhentikan menjadi peran Film tersebut.
"Lebih baik jujur!" bisikan dalam pikiranku. Tapi kalau aku jujur apa Ibu tak akan kecewa?
Cindy pun mengangguk. Seakan dia tau isi hatiku, dan dia menyuruhku untuk berbicara jujur pada Ibuku.
"Le, Lean! Kamu kenapa? Ditanya ko malah bengong." tanya Ibu.
Aku memilih untuk jujur sama Ibu. "Sebenarnya, aku sudah berhenti, Bu. Bang Marco sudah gantikan peranku dengan yang lain."
Ibu terkaget dan bertanya. "Kenapa bisa, Nak?"
Kutarik napas. Perlahan kepalaku bergerak menghadap Ibu. "Karena aku terlambat datang ke lokasi dan Rika lah yang berhasil menggantikan peranku, Bu." Tak bisa ku tahan-tahan lagi. Kini air mataku jatuh berlinang membasahi pipiku.
Cindy mengusap punggungku. "Sabar!" ucapnya. Aku masih menangis. Tak menyangka kenapa hati ini begitu sakit rasanya, hingga aku menangis cukup keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nadira
Yakinlah, akan ada yang lebih baik buat kamu, Lean. 💪💪
2022-12-04
1