"Ya Allah, kenapa dengan hati ini?" gumam dalam hati Vino. Ia masih menyimpan memori saat dulu pernah menjalin hubungan sedekat ini bersamaku. Demi menjaga image, Vino meminta maaf pada ku Takutnya aku gak terima. "Maafkan aku, Yan!" ujar Vino padaku.
Ku pegang kedua pipiku dengan tangan. "Emh, gak apa-apa, Vin. Makasih banyak. Kalau kamu gak sigap menahanku, mungkin aku sudah jatuh."
Aku segera duduk di kursi dan melupakan kejadian barusan. Rasanya malu, dan sedikit berbeda. Hingga rona merah di pipiku mulai terlihat. "Eh iya, Vin. Ngomong-ngomong, kenapa kamu ada disekitaran sini? Apa diam-diam kamu ngikutin aku, ya?" tanyaku.
"Iih, ngapain aku diam-diam ngikutin kamu. Tadi itu aku mau berangkat kerja. Namun malah kena lemparan sandal kamu. Jadi aku pergi ke Klinik dulu. Eh malah liat kamu seperti orang yang mau bunuh diri, diam di tengah jalan. Aku khawatir, makanya aku tolong kamu. jelasnya.
Aku tersenyum. "Apa aku gak salah dengar, dia mengkhawatirkan ku? Emmh, Vino memang lelaki ter so sweet," gumamku dalam hati.
"Emh, terus sekarang kamu mau lanjut kerja?" tanyaku.
Vino pun sepertinya merasakan hal yang sama hingga ia berbicara gugup "Oh, emp. I-iya. A-aku ada meeting. Duh hampir saja lupa." jawab Vino sedikit gugup. "Aku tinggal dulu ya. Gak apa-apa kan?" Vino kembali bertanya pada Lean.
"Oh gitu. Iya silahkan, gak apa-apa. Nanti kamu telat." Ku persilahkan Vino untuk pergi saja. Lagian aku butuh waktu untuk sendiri.
Vino membalikan tubuhku. "Kamu sendiri gimana? Sudah gak sedih lagi kan? Ku harap kamu jangan sedih terus, harus kuat dan jangan cengeng lagi." ujarnya.
Seketika darah yang mengalir di tubuhku, seakan terhenti mendengarkan perkataan Vino. Degup jantungku pun sangat kencang. Ku menggeleng. "Ti-tidak. Aku tidak sedih lagi, Vin."
"Bagus kalau gitu. Kamu tahu enggak, senyuman kamu itu hanya hal kecil, tapi bikin aku enggak bisa lupa."
Deg!
Terkembang senyumku mendengar ucapan Vino. Dari pada nanti dia mengetahui degup jantungku yang berdetak kencang, mending aku suruh dia untuk segera pergi. "Sudah sana, pergi nanti terlambat loh,"
Vino pun tersenyum lebar. "Iya deh, apa mau sekalian diantar pulang?"
"Gak usah, makasih Vin. Aku bawa motor juga kok."
Namun tidak berhenti di situ, Vino memberikan ponselnya kepadaku. "Tolong save nomor kamu ya! Biar nanti kita bisa saling menghubungi,"
Aku tersenyum dan mengambil ponsel lelaki itu. Dengan tangan yang gemetar, aku nomor telepon di ponsel miliknya. "Ini Vin!" ke kembalikan ponsel milik Vino.
"Oke terima kasih. Nanti aku telepon ya!" ujar Vino sambil berlalu pergi meninggalkan Lean sendiri di taman.
"Iya, sama-sama. Hati-hati di jalan, Vin." Aku melambaikan tangan kepada Vino. Begitu juga sama hal nya dengan lelaki itu.
Setelah Vino pergi, kutarik napas dan membuangnya perlahan. Vino sangat baik, dari dulu ia sangat perhatian padaku. Maafkan aku, Vin. Keputusanku ternyata salah. Dulu aku lebih memilih Damar dan memutuskan mu. Tapi kamu tak pernah membenciku. Bahkan kini kamu datang kembali disaat aku terpuruk dan sedih.
Aku ambil tas dan menyampirkannya di bahu kanan. Lekas aku berdiri, kemudian tegas melangkah meninggalkan taman.
Ketika aku berjalan ke arah parkiran motor. Aku tercengang dan kelopak mataku terbuka lebar. Kesal, kecewa, marah pasti. Melihat mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nadira
Tenang Vino, kamu dah dapat no Lean, kalau kangen tinggal calling. 😃😃
2022-12-04
2