Satu bulan kemudian Zahra terlihat sedang mengajar murid-muridnya dan tidak lama dari itu, suara ponselnya terdengar dari dalam tasnya. Dengan begitu, Zahra pun segera mengangkat telpon tersebut.
"Assalamualaikum, Ummi." Zahra langsung menyapa umminya lebih dulu.
"Wa'alaikumsalam, Zahra?" ucap Ummi Hanum di sebrang sana.
"Iya, ada apa Ummi?"
"Bisakah hari ini kamu pulang, Ra?"
Zahra mengerutkan keningnya heran. "Emangnya ada apa Ummi? Abi dan Ummi baik-baik saja, kan?" tanya Zahra dengan cemas karena takut terjadi apa-apa kepada kedua orangtuanya.
"Alhamdulillah, Ummi dan Abimu baik-baik saja. Kami hanya ingin bertemu denganmu, Nak," jawab Ummi Hanum dengan nada suara yang terdengar begitu lirih.
"Oh, gitu. Kirain Zahra ada apa-apa." Zahra merasa tenang dan kembali berucap, "Mungkin bisa Ummi, tapi nanti Zahra akan meminta izin dulu kepada Bibi."
"Baiklah, Ummi tunggu di rumah. Kabari Ummi lagi yah, kalau Zahra mau pulang."
"Iya, Ummi. Insya Allah," balas Zahra.
Tidak lama dari itu, Zahra menutup sambungan telponnya dan kembali mengajar di sana. Walaupun demikian, Zahra sudah sangat kuat menghadapi semuanya. Meskipun begitu, seringkali ia bertemu dengan laki-laki yang dicintainya yang sekarang sudah menjadi suami dari sepupunya sendiri.
Namun, Zahra tidak pernah berniat mengusiknya sekali pun karena ia juga tahu bahwa mencampuri rumah tangga orang itu tidaklah baik. Apalagi, Alisha sudah sangat dekat dengannya. Jadi, tidak mungkin baginya untuk tetap mencintai suami sepupunya itu.
Maka dari itu, Zahra mencoba untuk menjauh dari Ilham karena tatapan matanya itu masih sama dan belum berubah sampai sekarang juga, dengan sebisa mungkin dia menghindarinya.
Setelah selesai mengajar, Zahra pun segera menemui bibinya untuk meminta izin. Namun, di tengah jalan ia bertemu dengan Ilham dan laki-laki itu hanya tertunduk, sedangkan Zahra hanya terdiam di tempatnya.
Mengetahui itu, Ilham sadar dan langsung pergi mendahului Zahra karena tidak mau terjadi fitnah.
Rahma terlihat sedang merapikan pakaian di kamarnya. Zahra pun segera menemui bibinya itu.
"Zahra," ucap Ibu Rahma yang langsung mengetahui kedatangannya.
"Iya, Bi. Zahra ke sini hanya ingin mengatakan sesuatu," balas Zahra sembari duduk di samping Ibu Rahma.
"Katakanlah, Bibi akan mendengarkannya," ujar Ibu Rahma yang menghentikan sejenak kegiatan merapikan pakaiannya.
"Bi, Zahra mau minta izin sama Bibi. Tadi Ummi telpon Zahra, ia meminta Zahra untuk pulang." Zahra mulai mengatakan maksudnya kepada Ibu Rahma.
"Pulanglah, Bibi tidak apa-apa. Ummi dan Abimu pasti sudah merindukan dirimu," ucap Ibu Rahma sembari tersenyum.
"Benarkah itu, Bi?" tanya Zahra soraya memastikan ucapan bibinya itu.
Ibu Rahma pun menganggukan kepalanya dan Zahra tersenyum senang melihat itu. Lantas, ia pun memeluk bibinya dengan perasaan yang sangat bahagia.
"Terima kasih, Bi," ucap Zahra dan Ibu Rahma hanya tersenyum sembari menerima pulukan dari Zahra.
***
Satu jam kemudian, Zahra telah siap dengan pakaian muslimahnya, nampak berjalan melewati ruang tamu yang di mana terdapat pasangan suami istri yang sedang duduk santai di sofa depan televisi.
"Zahra, kamu mau ke mana?" tanya Alisha karena melihat Zahra yang keluar dari dalam kamarnya, dengan memakai pakaian yang rapih dan membawa tas selempang di tangannya.
Lantas Zahra pun menoleh ke tampat Alisha berada. "Aku mau pulang dulu ke Bandung, Ummi dan Abi memintaku untuk pulang hari ini," jawab Zahra sembari tersenyum simpul.
"Oh, gitu. Terus kamu pulangnya sama siapa?" tanya kembali Alisha.
"Sendiri saja," jawab Zahra dengan tenang.
"Yakin sendiri?"
"Iya, Insya Allah. Enggak akan ada apa-apa," ucap Zahra dengan yakin.
"Enggak mau diantar saja?"
"Tidak perlu repot-repot, Sha. Aku sendiri saja," kata Zahra sembari tersenyum.
"Zahra, biar Ilham saja yang antar kamu," ucap Ibu Rahma yang tiba-tiba saja berada di belakangnya.
Ilham nampak membulatkan kedua bola matanya, tidak percaya dan kaget. Apalagi Alisha—istrinya mendengarkan penurunan dari mertuanya. Oleh karena itu, dia takut bahwa nantinya Alisha akan marah dan cemburu, karena mengantarkan Zahra ke rumahnya.
"Eh, Bi. Tidak usah, Bi." Zahra nampak tidak enak kepada Alisha.
"Zahra, tidak papa kok. Biar Mas Ilham saja yang antar kamu. Ya kan, Mas?" Alisha menatap wajah suaminya yang hanya diam.
"Tapi, sayang ...." Ilham tidak melanjutkan ucapannya karena sudah lebih dulu diyakinkan oleh istrinya.
"Sudah, aku tidak papa. Pergilah," ucap Alisha sembari tersenyum, seakan menyakinkannya bahwa istrinya itu tidak apa-apa.
"Baiklah, kamu tunggu Mas di sini." Ilham mencium kening Alisha dengan penuh cinta.
Melihat semua itu, hati Zahra terasa begitu sakit. Meskipun begitu, pemandangan itu sering ia lihat setiap hari. Namun, sekuat mungkin Zahra menahannya supaya orang-orang tidak tahu akan isi hatinya yang sangat rapuh.
"Zahra, ayo," ajak Ilham dan berjalan ke luar dari rumah yang diikuti oleh Zahra di belakangnya.
Alisha nampak tersenyum melihat itu, walaupun hatinya sedikit takut bahwa suaminya nanti kembali mencintai Zahra. Namun, melihat dari sikap Ilham yang sangat menyayanginya, maka ia pun membuang jauh-jauh pikiran buruk itu karena ia yakin bahwa suaminya itu akan menepati ucapannya.
Di dalam mobil, hening yang dirasakan karena Zahra tidak banyak bicara, begitu pun dengan Ilham yang tidak mengatakan apa pun. Sampai mereka tiba di rumah Zahra dan Ilham berkata, "Jika sudah tidak ada harapan, ikuti saja kata hatimu."
Zahra pun menatap kepada Ilham dan menjawab dengan kata-katanya. "Seseorang bisa berkata, tapi tidak semua orang bisa merasakan perasaannya."
Ilham tertegun oleh jawaban dari Zahra, dan wanita itu hanya tersenyum simpul saja dan segera membuka pintu mobilnya.
"Terima kasih, Ustaz. Mau masuk dulu," tawar Zahra dan Ilham masih diam saja.
"Tidak perlu, sudah ada seseorang yang menanti kepulanganku," ucap Ilham yang tanpa diketahuinya. Kata-katanya itu sangat menyakiti hati seorang gadis yang sudah lama menyelipkan namanya disetiap doanya.
"Baiklah, jangan pernah sakiti hatinya karena itu sangat menyakitkan." Zahra pun menutup kembali pintu mobil tersebut dan berjalan masuk ke dalam kawasan rumahnya.
Ilham masih terdiam di dalam mobilnya, semua yang dikatakan Zahra tidak luput dari kenyataan yang dihadapinya. Entah kenapa, kata-kata yang keluar dari mulut Zahra selalu menohok dirinya walaupun tidak diungkapan dengan perkataan langsung. Tidak lama dari itu, mobil Ilham pun melaju pergi meninggalkan rumah Zahra.
Lain halnya dengan Zahra, ia terlihat memasuki rumahnya dan kedua orangtuanya sudah berada di kursi ruang tamu.
"Assalamualaikum, Ummi, Abi." Zahra pun mencium punggung tangan kedua orangtuanya.
"Wa'alaikumsalam. Zahra, kamu ke sini dengan siapa?" tanya Ummi Hanum dengan penuh kerinduan yang terpancar dari wajahnya.
"Dengan Ustaz Ilham, Mi. Namun, dia sudah lebih dulu pulang," jawab Zahra dan duduk di samping umminya.
"Oh, bagaimana sekarang kabarmu, Nak?" tanya Ummi Hanum.
"Alhamdulillah baik, Mi."
"Zahra, Abi ingin mengatakan sesuatu kepadamu," ucap Abi Hasan dengan tiba-tiba.
"Mau mengatakan apa, Abi?" tanya Zahra dengan kening yang berkerut.
.
.
.
Assalamualaikum.
Jangan lupa Like! Dan Komentarnya juga yah😊.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
jodohnya Zahra akan datang....🤔
2022-12-29
1
umi b4well (hiatus)
kl nyimak aja lah
2022-12-26
1
Erbanana
Zahra masih menaruh harapan, kalau mereka sering bertemu, yakin suatu saat akan ada setan diantaranya, harusnya Alisya jangan kasih kendor.
2022-12-25
7