Di sini tidak ada yang mendukungnya sama sekali. Nenek dan Paman Bibinya seolah tidak perduli jika dia masuk ke dalam neraka jika hidup bersama dengan pasangan kurang waras itu.
"Kakek, maafkan aku. Aku tidak bisa meneruskan pernikahan ini. Walau ini sudah disetujui oleh orang tua kami tapi aku sebagai calon mempelainya menolak. Urusan pekerjaan dan perusahaan akan tetap kuserahkan pada Kakek karena aku mempercayainya."
Amora memundurkan kursinya dan bangkit. Dia keluar dari meja panjang makan malam itu. Dia berjalan ke arah pintu, keluar ruangan. Dengan gerakan cepat, Prince menangkap tangannya.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu. Mulai saat ini aku memutuskan hubungan apapun denganmu!"
"Amora kau tidak bisa pergi begitu saja. Pertemuan ini belum selesai," ujar Prince.
"Apanya yang perlu dibicarakan lagi, semua sudah jelas. Kau sudah memilihnya dan aku mengucapkan selamat padamu karena akan punya anak." ujar Amora.
Dia menepis tangan Prince keras.namun genggaman itu semakin kuat. Mata tajam pria itu juga menatap marah pada Amora seakan ingin memakannya hidup-hidup.
Bukannya takut, Amora malah melawan. Padahal selama ini tidak ada seorang pun yang berani menatap pria itu apalagi melawannya. Itu sama saja mati bagi mereka.
"Kau sudah menodai hubungan kita jadi anggap saja sudah berakhir."
"Aku yang akan menentukan akan bisa berakhir atau tidak!" ujar Prince.
"Sudah hancur ketika kau membawa dia ke dalam hubungan kita. Mulai saat ini hubungan kita hanya sebagai relasi bisnis saja tidak lebih!" ujar Amora.
"Amora kau tidak bisa memutuskan hubungan ini sendiri," ujar Nenek Tara mendekati pasangan itu.
"Kalau begitu, nenek bawa Laras untuk jadi penggantiku. Bukankah mereka juga bagian dari keluarga Candra?" balik Amora.
"Dan kau sampai kapan pun aku tidak akan melupakan pengkhianatanmu karena bagiku itu adalah suatu penghinaan besar untukku dan nama keluarga Candra."
Nenek Tara terdiam. Tidak mungkin membawa Laras untuk menikah dengan pria sekejam Prince. Allena adalah cucu kesayangannya yang tidak akan dia biarkan menangis dan terluka karena dijadikan kedua. Itu sama saja hinaan untuk Laras.
Amora pulang ke mansion Pallace dengan wajah yang sedih. Pikirannya sangat kacau saat ini. Orang yang dia kira akan mencintainya seumur hidupnya malah mengkhianati dengan wanita yang baru dia kenal. Kenapa? Apakah karena dia masih terlihat kecil sehingga tidak layak untuk dicintai oleh Prince.
Pria itu memang telah dewasa. Ketika mereka mulai dijodohkan, umur Amora masih 18 tahun dan Prince sudah menginjak 27 tahun. Amora masih sangat lugu saat itu sehingga dia hanya bisa menyetujuinya.
Ayahnya dari Amora berumur 17 tahun selalu mendoktrinnya bahwa hanya Prince yang bisa melindunginya dan mencintainya. Dia harus menyerahkan hati dan pikirannya untuk pria itu. Tidak boleh dia memikirkan pria lain walau sejenak.
Nyatanya, sekarang pria itu yang mengkhianatinya. Jika seperti ini apa yang harus dia lakukan?
'Ayah, andaikan kau masih hidup, aku tidak akan mengalami nasib ini?"
Amora sendiri tidak tahu alasan apa yang membuat dia harus menikah dengan Prince. Ayahnya hanya mengatakan jika ayah Prince dan Kakeknya bersahabat. Mereka mendirikan sebuah perusahaan otomotif terbesar di dunia dan tidak ingin jika perusahaan itu jatuh ke pihak lain karena adanya perpecahan nantinya. Untuk itu, harus terjadi penyatuan dari kedua keluarga yaitu dengan menikahkan anggota keluarga mereka.
Ketika dia sampai ke depan kamar almarhum orang tuanya. Dia mendengar bisik-bisik dari dalam ruangan itu. Amora mengintip untuk melihat siapa orang yang berani masuk ke kamar orang tuanya.
"Aku suka ini, aku akan mengambilnya," ujar Laras menunjukkan anting dengan permata berwarna hijau.
"Kau selalu memilih yang bagus, lalu untukku mana?" tanya Denise. "Aku juga ingin cantik di acara pesta besok."
Wajah Amora nampak memerah. Dia membuka pintu dengan keras sehingga membuat suara tabrakan antara kayu pintu yang membentur tembok.
Kedua gadis di depannya nampak terkejut. Mereka melihat ke arah Amora dan menyembunyikan barang yang mereka ambil dari brankas.
"Apa yang kalian lakukan di kamar orang tuaku!" seru Amora. Tatapannya sangat tajam sehingga membuat udara di sekitarnya menjadi dingin.
"Kenapa dia sudah pulang, Kak," bisik Denise pada kakaknya. Dia sudah panas dingin karena ketahuan mengambil perhiasan ibu Amora.
"A-aku hanya meminjam anting-anting ini," alibi Laras dengan suara gugup.
"Iya, kami hanya ingin meminjamnya. Kenapa kau pelit sekali," imbuh Denise.
Wajah Amora yang biasa terlihat lembut berubah menjadi garang. Dia mendekat ke arah dua orang pencuri itu dan mengambil barang-barang punya ibunya yang diwariskan untuknya.
"Ini, ini adalah milik ibuku," ujar Amora merebut gelang yang sedang dipakai oleh Laras. "Kalian tidak bisa mengambilnya dengan sesuka hati."
"Kau berani pada kami? Aku akan mengadukan pada Nenek!" ujar Denise melawan. Mereka tidak menyangka Amora yang biasanya terlihat lemah kini nampak berbeda.
"Ini memang barang punya orang tuaku dan diwariskan padaku. Kau tidak berhak mengambilnya.''
"Bukankah ini warisan milik keluarga Candra? Kami pun berhak!"
"Ini semua milik ibuku, bukan perhiasan warisan keluarga. Ada beberapa barang mahar yang diberikan ayah untuk ibuku yang masih di simpan. Sedangkan barang warisan keluarga di simpan sendiri oleh bendahara keluarga yang akan diberikan pada cucu wanita tertua keluarga ini yang menikah terlebih dahulu."
Laras dan Denise nampak tidak mau menyerah, mereka masih mau memiliki perhiasan ibu Amora.
"Kalian lihat, ada beberapa yang hilang. Aku masih ingat kau memakai kalung permata merah api milik ibuku dan kau juga mengambil gelang merak milik ibuku juga, Denise."
"Kau jangan menuduh kami dengan sembarangan. Aku akan mengadukan perlakuanmu pada Kakak Bian dan Nenek."
Amora tersenyum sinis. "Kalian bisanya hanya berlindung pada Nenek saja. Padahal Nenek tidak punya hak apapun di rumah ini."
"Amora!" bentak Tara dari arah pintu yang membuat kaget semua yang ada di sana.
Laras dan Denise langsung tersenyum penuh kemenangan. Mereka mendekat ke arah Nenek Tara yang baru saja pulang dari acara jamuan makan.
"Amora kau selalu buat masalah, di rumah keluarga Liu kau menolak perjodohan ini secara sepihak padahal sudah dibicarakan semenjak orang tuamu masih ada. Aku harus menenangkan mereka agar kisruh ini tidak terjadi. Sekarang ketika aku pulang kau membuat masalah lagi!" ujar Tara.
Amora menegakkan kepalanya. Sudah saatnya dia membela dirinya sendiri. Selama ini, mereka selalu menginjaknya karena berpikir dirinya lemah.
"Pulang? Ini bukan rumahmu. Aku berhak melakukan apapun di rumahku!" ungkapnya dengan penuh penekanan dalam setiap kata.
Wajah Nenek Tara memerah. Dia maju ke depan sambil mengayunkan tangannya ke wajah Amora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
teti kurniawati
sudah ditambahkan ke favorit ya kak nana.. 😊
2022-12-14
0
Anggi Susanti
amora tinggal sendirian dirumahpun nenek tiri dan juga laras dan danise yg serakah
2022-12-07
0
Puja Kesuma
prince pingi kutabok kau pakek.sapu
2022-12-05
0