Jam delapan malam, kedua orang tua Shofie sampai di rumah Raka, setelah tadi siang Pak RT menghubungi mereka.
"Saya tetap tidak akan menikahkan mereka! Saya mengenal baik anak saya. Jangan harap kalian bisa menipu saya seenaknya! Saya bisa meratakan kampung jika saya mau," ucap Alex dengan raut wajah marah.
"Tapi Tuan, mereka kedapatan sedang berdua dengan posisi yang tidak pantas dilakukan oleh dua orang yang bukan mahram. Jika mereka tidak dinikahkan, takutnya mereka akan lebih nekat lagi untuk melakukan hal tidak sepantasnya dilakukan," protes Pak RT.
"Bisa-bisa kena tulah kampung ini, kalau di kampung ini ada orang-orang seperti mereka. Kalau mereka tidak dinikahkan, kita arak saja keliling kampung dengan telanjang!" celetuk salah satu warga.
Alex berpikir jika anaknya dijebak oleh Raka.
"Saya tahu akal-akalan kalian orang miskin yang ingin kaya secara instan. Kamu bersandiwara pura-pura menolong anak saya, sampai anak saya merasa hutang budi pada kamu. Anak saya bisa kamu bohongi, tapi tidak dengan saya!"
"Kalau kamu ingin kaya, bekerjalah dengan giat agar kamu menjadi orang sukses. Bukan dengan menipu! Pura-pura baik, menolong anak saya lalu mengikat dengan pernikahan. Cihh, sudah basi!"
Alex terus melontarkan kata-kata pedasnya, tanpa peduli dengan perasaan Raka dan anaknya. Shofie ikut sakit hati atas perkataan sang ayah pada muridnya itu. Namun, dia tidak berani untuk melawan ayahnya. Dia hanya menangis dalam pelukan Mommy-nya.
Selama ini Raka tulus menolong Shofie. Sebagai warga pendatang, sudah dapat dipastikan Shofie masih buta dengan daerah itu, tentu saja membutuhkan orang yang tulus. Namun, ketulusan Raka diartikan lain oleh orang tua Shofie.
"Pak RT, saya dan Miss Shofie tidak melakukan yang bapak-bapak pikirkan. Tadi karena saya kepleset dan Miss Shofie yang hendak menolong saya ikut terjatuh. Dia tidak tahan menopang badan saya. Jadi, saya mohon Pak RT dan Bapak-bapak semua tidak memperpanjang masalah ini," ucap Raka memberanikan diri untuk bersuara.
Tatapan Raka beralih pada orang tua Shofie, lalu membuka suara.
"Saya memang orang miskin, Tuan. Tetapi saya masih memiliki harga diri. Saya tulus menolong Miss Shofie. Tidak pernah terpikirkan sedikit pun untuk menguras harta anda, Tuan."
"Cuihh ...." Alex berdecih, mencibir setiap patah kata yang didengarnya dari pemuda itu.
"Baiklah, jika kalian tidak menikah. Sebaiknya kalian jangan lagi berdua-duaan seperti tadi. Walau pun kalian tidak melakukan apa-apa, tetap saja jatuhnya terjadi fitnah," pesan Pak RT sebelum meninggalkan rumah peninggalan orang tua Raka.
Setelah Pak RT dan para warga meninggalkan rumah itu, ALex pun membawa anak dan istrinya untuk pulang ke rumah kontrakan Shofie yang tidak jauh dari rumah Raka.
"Ternyata seperti rasanya mencintai orang yang lebih segala-galanya dari kita," gumam Raka pelan sambil merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu, pintu rumahnya masih dibiarkan terbuka agar udara dingin masuk ke rumah.
"Seperti apa, Ka?" sahut Fathur dan Anto bersamaan karena tadi sempat mendengar gumaman Raka.
Raka terhenyak mendengar ada yang menyahut gumamannya. Dia tidak menyangka kedua sahabatnya itu akan datang.
"Kalian ngagetin aja!" ucap Raka seraya merubah posisi dari rebahan menjadi duduk.
"Bagaimana keadaan lo sekarang?" tanya Fathur basa-basi.
"Seperti yang kalian lihat, gue ngga akan bisa kerja dalam waktu yang lumayan lama. Gue juga harus terus berobat sampai kaki gue sembuh. Lagi apes banget gue hari ini," cerita Raka, lalu membuang napasnya kasar.
"Sabar, Ka. Orang miskin kek kita ini memang selalu diuji. Padahal kita sudah nggak sekolah tetap saja harus menjalani ujian," ucap Anto penuh majas ironi.
Ketiganya terdiam dengan posisi masing-masing. Memikirkan masa depan yang tidak tergambar jelas dalam angan. Bagaimana akan tergambar dengan jelas, sedangkan mereka sendiri takut untuk berangan-angan?
"Lo masih ada tabungan 'kan, Ka?" tanya Fathur pias.
"Tabungan kalau dikit sih ada, itu buat biaya ujian kelulusan nanti. Kalian tahu sendiri 'kan, biaya kelulusan itu mahal. Makanya gue nabung, tapi kalau kek gini ...."
"Sebenarnya gue mau bantu, tapi gue nggak punya tabungan buat gue kasih ke lo. Paling nggak kasih pinjemlah," sesal Fathtur yang masih memiliki tanggungan ibu dan dua adik.
"Gue juga nggak punya. Kemarin gue habis beliin emak sepeda buat keliling jualan kue. Gue kasihan lihat emak, jualan jalan kaki sampai jauh," ucap Anto tak mau kalah dari Fathur.
"Sudah, kalian nggak usah mikirin gue! Gue masih bisa kok kerja pelan-pelan, yang penting masih bisa makan," balas Raka menenangkan kedua sahabatnya.
"Selama ini, lo selalu nolongin kita. Giliran lo kena musibah, kita nggak bisa nolongin lo," ujar Anto melo, penuh penyesalan karena tidak bisa membantu sahabat baiknya itu.
"Dibilang sudah, usah dibahas lagi juga!" ucap Raka kesal sembari berdiri dan memasang kruknya di ketiak.
"Kalian tidur sini apa pulang? Gue sudah ngantuk mau tidur," usir Raka secara halus, masih berdiri di tempat.
"Kunci aja pintunya, Ka! Gue tidur di sini, tadi sudah pamit sama emak," jawab Fathur.
"Nggak ngotak lo, Thur! Sudah tahu temen pincang malah disuruh. Gue aja yang kunci pintu dan matiin lampu, lo ngamar aja sana!" kata Anto penuh pengertian sambil bangkit dari duduknya. Berjalan ke arah pintu lalu menguncinya.
Usai mengunci pintu, Anto mematikan lampu ruang tamu dan dapur. Ruang tengah dibiarkan menyala karena dia akan tidur di sana. Sedangkan Fathur sudah tidur-tiduran di sofa ruang tamu.
Raka masuk kamar setelah memastikan teman-temannya ambil posisi masing-masing.
Sementara itu, tak jauh dari rumah itu. Shofie sedang menangis di pelukan ibunya.
"Semua yang dituduhkan Daddy pada Raka itu salah, Mom. Dia itu sudah berulang kali menolong Shofie. Kalau tidak ditolongnya sejak pertama kali sampai di sini, mungkin sekarang Shofie tinggal nama saja," ungkap Shofie di sela isakan tangisnya.
Ary terus mengusap punggung anak perempuan satu-satunya itu, mulutnya membisikkan kata-kata yang menenangkan. Namun, tangis Shofie belum juga reda.
"Kasihan dia, Mom. Hidup sebatang kara, malah didzalimi daddy. Apa daddy tidak takut azab mendzalimi anak yatim piatu?"
Deg ....
"A-apa? Jadi, anak itu tadi yatim piatu? Sejak umur berapa?" berondong Ary terkejut mendengar cerita itu.
"Katanya, sejak kecil ayahnya meninggal. Terus ibunya baru setahun yang lalu meninggal. Walau pun dulu dia tinggal bersama ibunya, dia selalu bekerja membantu ibunya mencukupi kebutuhan mereka," jawab Shofie sesuai yang dia dengar.
"Kasihan sekali anak itu."
"Banget! Kenapa ya Mom, kalau orang baik itu selalu diuji Tuhan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
SI ALEX KN MNTAN KAFIR, JDI ILMU AGAMANYA CETEK, SI ARY AZA TU YG MAU2NYA NIKAH MA ALEX...
2023-03-08
2
⏤͟͟͞R🔵𒈒⃟ʟʙᴄ Joongki9 ¢ᖱ'D⃤ ̐
idihhh...
tipe2 org yg g m dengerin penjelasan...
2023-02-09
1
Marzoni Rj batuah
lanjut
2023-01-20
0