Part 3

"Hai, Cantik! Kenalan boleh, nggak?" goda salah satu murid di sekolah Raka.

Shofie malas menanggapi anak-anak yang yang merasa sok hebat itu. Dia tetap melanjutkan langkah kakinya menuju ruangan guru. Tidak peduli teriakan anak-anak didikannya.

Shofie sedang berjalan menuju ruang guru usai mengajar anak kelas IPS. Kelas IPS dan ruang guru terpisahkan oleh laboratorium komputer. Saat melintas di depan laboratorium, segerombolan siswa sedang duduk-duduk di lorong.

Mereka adalah anak-anak dari penyandang donatur di sekolah itu. Kelakuan mereka sangatlah buruk dan sesuka hati di sekolah SMA Nuswantara itu. Oleh karena itu, tidak heran jika mereka tidak menghormati para guru.

Mayoritas guru-guru di SMA Nuswantara takut untuk menghukum mereka, dengan alasan takut dipecat oleh pemilik yayasan. Hanya guru BP saja yang berani memberi hukuman, itupun harus sesuai persetujuan pemilik yayasan.

Anak-anak itu terdiri dari Zayn, anak tunggal pemilik yayasan. Dia digadang-gadang sebagai ahli waris Nuswantara Group. Nuswantara Group bergerak dalam bidang pendidikan, ada sekolah PAUD/TK, SD, SMP, SMA dan beberapa Perguruan Tinggi.

Yang kedua, Bara, anak salah satu donatur tertinggi. Ayahnya seorang pengacara terkenal di daerah itu dan sudah memiliki firma hukum sendiri. Terakhir, Marceleo atau sering dipanggil Leo, anak seorang dokter spesialis yang memiliki klinik pengobatan. Orang tuanya juga menjadi salah satu donatur di yayasan pendidikan Nuswantara.

Ketiga anak tersebut selalu saja membuat ulah sehingga sering ditakuti murid-murid SMA Nuswantara. Apalagi ketiga anak itu berlaku tidak sopan dan seenaknya sendiri. Mereka adalah para musuh Raka.

Raka berjalan dari arah kelas menuju ruang guru. Dia ingin menjemput guru bahasa Inggris yang tidak kunjung datang. Suasana kelas sudah ribut sekali.

Dari kejauhan Raka melihat sang guru idola diganggu oleh anak-anak penguasa sekolahan. Raka pun mendekati mereka, bermaksud menjemput sang guru.

"Siang, Bu. Sekarang jam pelajaran Ibu, kenapa belum juga masuk ke kelas kami?" sapa Raka pada Shofie, sengaja mengabaikan mereka anak-anak penguasa sekolahan.

"Heh! Mata Lo nggak lihat ada kami di sini? Enak saja main nyelonong! Berani Lo sama kami?" teriak Bara merasa tidak dihargai oleh Raka.

Raka yang malas membuat keributan dengan mereka, hanya diam tak mau menjawab. Raka takut tidak bisa menahan emosi jika adu mulut dengan mereka. Dia hanya anak yatim piatu yang bisa sekolah karena beasiswa harus menjaga sikap agar beasiswanya tidak dicabut.

"Sorry, gue lagi nggak pengen ribut sama kalian. Gue ke sini cuma mau jemput guru buat ngajar di kelas gue," jawab Raka dengan tenang.

"Lo berani sama kami, hah!" bentak Leo, tidak terima mendengar jawaban Raka yang menurutnya menghina geng mereka.

"Sudah, kalian jangan ribut! Sekarang kalian bertiga masuk ke kelas kalian. Dan kamu, Raka ayo kembali ke kelas!" Shofie melerai keempat anak didiknya itu, seraya berjalan meninggalkan tempat itu menuju kelas Raka.

"Duhh, yang dibela ma guru. Pasti besar kepala dianya!" ejek Bara pada Raka karena Shofie melerai mereka. Namun, Raka acuh saja tak menanggapi ejekan geng Zaron.

Raka mengikuti langkah kaki sang guru. Dia tidak peduli dengan ejekan yang selalu ditujukan padanya. Tujuan Raka ke sekolah ini hanya untuk belajar, tidak peduli dengan tanggapan orang maupun teman-temannya.

Begitu sampai di kelas, mereka langsung belajar hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi. Semua anak-anak kelas 12 IPA 2 langsung berhamburan keluar, kecuali Raka.

"Lho, kamu kok masih di sini? Bukannya sudah waktu pulang?" tanya Shofie heran.

"Nunggu Ibu pulang," sahut Raka nyengir, menampakkan deretan gigi putihnya.

"Kenapa menunggu saya? Saya masih ada pekerjaan, jadi pulangnya sekitar satu jam-an lagi lho. Kamu pulang aja sana, bukannya kamu harus kerja?" tanya Shofie.

"Saya hanya tidak ingin Ibu diganggu mereka yang tidak punya hati," jujur Ricky.

"Maksudnya?"

"Tidak ada maksud apa-apa. Kalau Ibu suka digodain mereka, saya bisa apa. Percuma juga saya berusaha melindungi Ibu kalau Ibu sendiri tidak mau menjaga diri sendiri." Ricky meninggalkan kelas begitu saja setelah menjawab pertanyaan Shofie.

Shofie hanya mematung mendengar kata-kata muridnya yang tidak seperti biasa. Ada nada kecewa dalam setiap ucapan anak itu.

Raka sudah menunjukkan rasa ketertarikannya pada guru baru tersebut. Namun, sepertinya sang guru belum mengerti juga. Oleh karena itu, dia tidak bisa menangkap gerak-gerik yang ditunjukkan oleh Raka.

Sudah berulang kali Raka menunjukkan perhatian yang lebih pada guru itu. Bahkan tak jarang juga dia mengatakan perasaannya di sela candaan. Akan tetapi Shofie tetap berlaku biasa saja.

Raka bergegas pulang ke rumah peninggalan orang tuanya, yang letaknya tidak jauh dari sekolah juga pasar. Namun, dalam perjalanan dia dihadang oleh geng Zaron. Mereka bertiga menghalangi jalan Raka.

"Maksud Lo tadi apa? Mau jadi pahlawan kesiangan buat guru baru itu, hah?" bentak Zayn menuntut jawaban.

"Apaan sih? Nggak ngerti gue!" jawab Raka.

"Halah, sok suci Lo! Ngaku aja kalau Lo suka sama guru baru itu 'kan?" tuduh Bara.

"Itu nggak penting, bukan urusan kalian juga. Jadi, berhenti urusi urusan orang, biar hidup Lo lebih tenang!" jawab Raka atas tuduhan itu.

"Lo!" teriak Leo kesal

Setiap hari, Raka belajar di sela kesibukannya mengais rejeki. Makan siang dengan membeli sebungkus nasi seharga 10 ribu sudah membuatnya kenyang. Bekerja sebagai kuli panggul di pasar dengan hasil tak seberapa, membuat Raka harus berhemat.

"Raka!" panggil Fathur saat Raka masih menikmati makan siangnya.

"Hmm," sahut Raka.

"Barang dagangan Ko Acong baru saja nyampe tuh. Lo ikut nggak?"

"Ambil aja, gue baru mulai makan. Kalau nunggu kelar makan keburu ditunggu barangnya," jawab Raka tenang, masih menikmati makan siang dengan lauk telur balado dan sayur daun singkong.

"Ok, trims!"

Raka tidak pernah terlalu serakah dengan pekerjaan. Walaupun Ko Acong selalu menggunakan tenaganya, dia selalu memberi kesempatan pada temannya yang lain untuk mengerjakan pekerjaan itu. Biarlah rejeki itu untuk temannya.

Setelah selesai makan, Raka duduk sebentar sembari menikmati sebatang rokok. Bukan karena bermalas-malasan kerja, dia hanya ingin memberikan kesempatan pada teman yang lain untuk mengais rejeki.

Sudah habis sebatang rokok yang dihisapnya, Raka berjalan mendekati toko yang membutuhkan jasanya. Jika dia mau, dia bisa saja mendatang Ko Acong untuk ikut membantu Fathur. Akan tetapi, dia berpikir jika dia ikut pasti gaji Fathur berkurang, jadi dia memutuskan untuk mencari di tempat lain.

Fathur lebih membutuhkan pekerjaan itu untuk membiayai ibu serta adik-adiknya. Oleh karena itu, Raka berusaha melimpahkan tugasnya pada Fathur. Agar Fathur memiliki penghasilan lebih untuk biaya kebutuhan keluarga dia.

"Ka, angkat ini ke mobil! Sudah ditunggu pembeli," teriak Pak Sarman, pemilik toko kelontong.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Baik banget Raka,Rejeki di bagi sama rata..👏👏👍👍👍

2024-06-26

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

RICKY?? 🤔🤔

2024-06-26

0

⏤͟͟͞R🔵𒈒⃟ʟʙᴄ Joongki9 ¢ᖱ'D⃤ ̐

⏤͟͟͞R🔵𒈒⃟ʟʙᴄ Joongki9 ¢ᖱ'D⃤ ̐

wah Raka doyan daon singkong...
aku mlh blm pernh maem🙈

2023-02-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!